Home / Romansa / Terjerat Hasrat Dunia Gelap / Bab 5. Hilang Tanpa Jawaban

Share

Bab 5. Hilang Tanpa Jawaban

Author: Shenna
last update Last Updated: 2025-02-12 11:43:29

Denting jam dinding menyambut hari baru. Nyawanya sudah kembali, tapi kelopak matanya masih berat untuk terbuka. Perlahan, Ella menggeser kepala, menoleh ke sisi kiri ranjang. Membuka matanya perlahan untuk melihat pemandangan yang berbeda. Kosong. Hanya ada selimut putih berantakan dan paper bag berwarna hitam. Tidak ada sosok pria yang ia harapkan menjadi awal hari.

Pandangannya menyapu ke seluruh kamar yang ternyata sangat sunyi. Tidak ada jejak keberadaan manusia. Pintu kamar mandi juga terbuka.

"Alexander," panggilnya.

Ella menarik selimutnya sampai menutupi dadanya yang tak dibalutkan sehelai benang pun. Ia duduk bersandar sambil mencerna situasi saat ini. Tidak ada suara dari luar kamar, tidak ada gerakan sedikit pun.

"Alexander?" panggilnya lagi dengan suara lebih kencang.

Tetap tidak ada jawaban.

Kegelisahan merayap dalam hatinya. Dengan tangan gemetar, ia meraih paper bag hitam itu, berharap menemukan petunjuk.

Seketika matanya membelalak saat berhasil membukanya.

Tumbukan lembaran uang. Sangat banyak.

"ALEXANDER? KAMU DI MANA?" teriaknya. Kini, perasaan negatif mengelilinginya.

Sialnya, hasilnya nihil.

Ella mengeluarkan semua isi paper bagnya di atas ranjang. Tangannya mengacak-acak lembaran dolar Australia itu yang tidak bisa ia jumlahkan dalam sekali lihat. Tetapi, bukan rasa kagum yang menguasai dirinya, melainkan kekosongan dan kengerian.

Tangannya bahkan gemetar. Lehernya terasa dicekik. Tembok tinggi yang ia bangun telah runtuh akibat kejadian semalam. Hatinya telah tersayat dari dalam. Ella jelas tahu apa yang sedang terjadi.

Ella segera beranjak dari ranjang, dirinya seperti disentak realita. "Akh," ringisnya baru saja berdiri. Ia kembali duduk sebab tidak bisa menahan nyeri di area kewanitaannya. Ella memperhatikan miliknya bahwa masih ada bercak darah akibat pergaulatan mereka berdua. Di bawah lantai juga tergeletak 4 bekas kondom.

Alexander bahkan tidak mau bermain lembut, padahal Ella sudah memohon berulang kali.

Matanya mulai memanas, air mata membasahi pipinya. Isak tangisnya pecah, seolah ada yang mencekik tenggorokannya. Ella merangkul pundaknya sendiri dengan kondisi tubuh yang bergetar.

Tubuhnya sudah rusak. Bercak merah di banyak bagian itu tampak menjijikkan. Harga dirinya telah dihina habis-habisan oleh pria yang telah diberi kepercayaan.

***

Hari pementasan Ballet akhirnya tiba. Hari Senin yang ditunggu-tunggu akan dipenuhi oleh rasa bangga. Acara ini diselenggarakan di gedung yang sangat besar dari pihak Alexander.

Di belakang panggung, para Ballerina sibuk dengan urusannya masing-masing, entah dari make-up, kostum, pemanasan, dan lain sebagainya. Berbeda dengan pemeran Juliet yang terus berdiri mengintip kursi penonton dari balik tirai. Menunggu orang yang dicarinya ikut menonton juga.

"Ella berhenti berdiam diri," perintah Eva.

Ella mengalihkan pandangannya ke Eva. Penampilan wanita itu sungguh cantik dari atas sampai bawah, namun, tatapannya kosong. Tidak memancarkan kebahagiaan seperti biasanya. "Apa Anda sudah memiliki nomor Alexander?"

"Lagi dan lagi dari hari Sabtu, kamu melontarkan pertanyaan yang sama. Bahkan Kaprodi memberitahuku bahwa kamu terus bertanya hal itu selama akhir pekan. Kami pihak kampus tidak tahu menahu tentang nomor pribadinya, kami menghubungi lewat tim yang lain."

"Tapi dia menonton pertunjukkannya, bukan?"

"Tidak. Mr. Hoffa tidak ada didaftar tamu malam ini. Dia orang sibuk, wajar jika tidak sempat melihat. Sebenarnya ada apa?"

"Aku memerlukannya untuk urusan penting."

"Hal penting apa? Jika ingin mengucapkan terima kasih, pihak kampus sudah mewakilinya. Tenang saja, tidak perlu sampai harus membalas budi. Pokoknya atur ekspresimu dengan benar dan lakukan terbaik. Di sini banyak orang penting dari universitas lain jadi kamu harus memanfaatkannya."

Wajah kesedihan itu tetap menyelimuti Ella hingga Eva pergi mengurus yang lainnya. "Terima kasih apanya. Aku bahkan ingin membunuhnya," gumamnya pelan.

Entah apa yang terjadi, Alexander tidak pernah menemuinya lagi sejak pergi ke Williamstown. Ella tidak tahu apa alasan pria itu tiba-tiba meninggalkannya. Ia sudah mencoba menghubungi siapa pun yang bersangkutan dengan dia tapi tetap tidak menemukan jawaban.

Bukankah dia bilang mencintaiku? Kenapa harus pergi tanpa izin? Kenapa malah meninggalkan diriku dengan tumpukan uang?

Meski demikian, Ella tidak menyerah. Ia terus mencoba menghubungi. Seperti saat ini, malam sehabis pementasan, Ella memilih meninggalkan pesta perayaan keberhasilan pentas, daripada gagal mencari keberadaan Alexander.

Ia sedang duduk di kamar memperhatikan laptop yang tergambar sedikit informasi tentang Alexander. Hanya sedikit, tidak ada media sosial yang ditemukan. Dia sebenarnya siapa?

Kemeja yang terkenal muntahan sudah dicuci dan masih tersimpan dengan baik olehnya, tapi itu tidak bisa membantu.

"Hiks ... kenapa?" Ella menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

Apakah dirinya terlalu berlebihan, tetapi kenangan Alexander terasa membekas. Bahkan dengan Joseph tidak ada apa-apanya. Jadi bagaimana bisa ia tidak merasa kehilangan?

Toktoktok ...!

"Ella," panggil Rachel.

"I ... iya, Mom." Ella segera mengusap air mata di wajahnya. Ia bangun dan membukakan pintu kamarnya. "Ada apa?"

"Ada kiriman untukmu." Rachel memberikan amplop putih kepada Ella.

Ella menerima amplop tersebut. "Terima kasih."

"Kamu terlihat murung sejak kemarin lusa. Apa ada masalah? Apa ada komentar jahat padamu?"

"Tidak, aku baik-baik saja. Aku akan membuka amplopnya, pergilah," ucap Ella tersenyum cerah.

Dengan rasa khawatir yang masih ada, Rachel akhirnya meninggalkan kamar putrinya. Ella segera menutup pintu dan membuka isi amplopnya.

Wanita itu tampak begitu tercengang, bahkan jantungnya berdetak kencang. Ia membaca berulang-ulang kali agar tidak salah menyimpulkan, ternyata isinya tetap sama.

Dirinya mendapatkan undangan dari Vagazova University yang berada di Milan, Italia, sebagai mahasiswi transfer. Di sini juga dituliskan bahwa mereka terkesan padanya saat di pementasan dan ingin menarik anak-anak yang berprestasi. Yang paling membuatnya senang adalah ia mendapatkan beasiswa penuh.

***

Besok Ella sudah memulai semester baru tentu sebagai mahasiswi transfer di Vagazova University, Italia. Saking senangnya disertai gugup, ia menghadiri pertemuan di club bersama beberapa orang asing. Ella melakukan hal ini agar mendapatkan teman selama di negera orang dan guna meredakan kegugupannya.

Entah sudah minum berapa tegukan, Ella merasa isi perutnya ingin segera keluar. Dengan setengah kesadaran Ella pergi ke samping club untuk memuntahkan semuanya. Ia memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing. Seketika kesadarannya hilang.

Cahaya matahari masuk menyilaukan mata, secara perlahan Ella membuka kedua matanya. Pandangannya menyapu sekitar yang begitu tampak asing.

Rasa pusing di kepala langsung hilang, Ella melompat dari kasur yang ia tiduri. Di mana ini? Apa semalam dirinya tidur di sini?

Ella berjalan ke arah pintu, tapi pintunya terkunci. "Hei buka!" teriaknya sambil menggedor-gedor pintu. Tetap tidak dibuka. Sialan.

Ia mengambil sebuah kursi kecil, bersiap-siap melempar ke pintu.

Namun, belum sempat kursi dilempar, pintunya mulai terbuka dan memperlihatkan seorang pria.

"K ... kau!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 37. Dalam Pangkuan Gairah

    Langit Milan malam itu bagaikan kain hitam yang tengah dihiasi titik-titik cahaya redup dari lampu kota. Suara klakson sayup terdengar, menyatu dengan gemuruh mesin dan semilir angin malam yang menelusup di sela-sela jendela mobil yang melaju."Kamu ingin ke mana?" tanya Alexander akhirnya, memecah hening yang sejak tadi menekan suasana dalam mobil. Ia mengemudi tanpa arah, hanya mengikuti Chloe yang tiba-tiba saja menyeretnya keluar dari mansion Ayahnya. Tatapannya sempat mencuri-curi pandang ke arah wanita itu. Wajahnya pucat, gelisah, seakan menyembunyikan badai di dalam dadanya. Namun, Alexander tidak berniat bertanya lebih dalam."Kita ke mansionmu saja," jawabnya dengan nada sedikit bergetar. "Kamu juga belum pernah mengajakku ke sana.""Sudah kubilang tempat itu tidak nyaman. Kamu tidak akan suka.""Aku bahkan belum pernah ke sana, tapi kamu malah sudah mengambil kesimpulan. Biarkan diriku sendiri yang menilai.""Nanti saja."

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 36. Rose dan Duri-durinya

    "Alice," panggil seseorang. Suara berat nan dalam itu menelusup masuk ke telinga Chloe. Walau milik seorang pria dan terdengar tidak asing, tapi itu bukan suara Alexander. Langkah-langkah tenangnya terdengar mendekat, hingga sosoknya kini berdiri di sisi Chloe. Pria itu berbincang sebentar dengan Alice, sebelum akhirnya menoleh dan menatap dirinya."Hai, kita bertemu lagi ... Rose," sapa pria tersebut. Mata Chloe membesar. Napasnya tercekat. Dunia seakan berhenti berputar sesaat saat mengenali pria itu. Francesco Itu namanya, Chloe masih ingat dengan jelas. Seseorang yang pernah berbagi malam liar dengannya di ranjang yang sama. "Kalian saling mengenal?" tanya Alice sedikit terkejut, sebab setahunya selama pertemuan dengan keluarga Landtsov, Ayah hanya memperkenalkan Alexander dan dirinya sebagai anaknya. Tapi mungkin saja, Ayah memberitahu mengenai putra sulungnya itu yang sempat tidak diakui."Ya, kami s

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 35. Tumbal Sebuah Nama

    Hari itu, matahari masih bergelantung malas di langit barat, seolah enggan turun meski jarum jam telah menunjukkan waktu sore. Di dalam ruang kerja kepala keluarga Hoffa, dua sosok duduk saling berhadapan dalam keheningan yang terasa berat. Tempat yang lebih sering digunakan untuk urusan penting daripada kebersamaan keluarga."Bagaimana hasilnya? Apa Alexander mendengarkanmu?" tanya Reagan akhirnya memecah sunyi.Alice menghela napas, malas membahas persoalan yang tak kunjung selesai. "Tidak. Dia bahkan tak menggubris sepatah kata pun dariku.""Coba lagi. Gunakan pilihan kata yang lebih tepat, atau kalau perlu, berikan ancaman. Buat dia tunduk.""Alexander tidak akan takut pada apa pun, apalagi hanya kepadaku. Dan ayah tahu itu.""Jika tidak segera di desak, pernikahannya tidak akan pernah berlangsung.""Kalau begitu kenapa tidak dibatalkan saja? Maksudku, mungkin Alexander memang tidak menyukai tunangannya. Siapa tahu, dia sudah

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 34. Syal Merah

    "Hai," sapa Alexander sambil tersenyum lebar."Kenapa kau ke sini, hah?" tanya Ella."Apa kalian saling mengenal?" tanya Ryan-Ayah Ella. "Tentu, kami sudah mengenal lumayan lama," jawab Alexander."Dad, kenapa membawa makhluk ini?" tanya Ella dengan tatapan sini ke Alexander."Sebut namaku saja," lontar Alexander.Tanpa aba-aba, Ella merebut kantong belanja dari tangan Alexander. "Dad, ayo cepat masuk," ajaknya, menyentuh pundak Ryan dan menariknya masuk ke dalam. Pintu ditutup begitu saja, membiarkan Alexander berdiri sendirian di luar, bersama angin sore yang kini terasa kikuk."Kenapa kamu meninggalkannya seperti itu?" ujar Ryan."Biarkan. Memang itu yang harus dilakukan," ketus Ella."Tapi kenapa kamu membawa kantong belanja itu?""Tidak apa-apa, biar aku saja yang membawa.""Bukan begitu, tapi kantong belanja itu ... milik temanmu.""APA?" Mulut dan mata Ella t

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 33. Dinding Sunyi

    Ella membeku. Tatapannya tertuju pada Alice, bukan dalam perlawanan, melainkan keterkejutan yang belum luruh. Ia sudah pernah bertemu Alice sebelumnya, dan kali ini pun, ucapannya tetaplah tajam dan tidak pantas. "Maaf, Anda salah tangkap. Aku bukan-" "Aku bukan jalang, aku hanyalah gadis polos," sela Alice, diikuti cekikikan kecil penuh remehan dan ledekan. Lalu ia mendudukkan diri di sofa, samping Ella. "Aku ini adik kandung Alexander. Satu-satunya! Dan aku berhak tahu, kenapa kau bisa berada di sini. Selain karena ... jadi wanita simpanan, tentu saja." Ella membuang napas malas. "Kakakmu yang menyuruhku." "Jangan mengarang cerita. Alexander tidak mungkin sembarangan membiarkan orang tak penting untuk tinggal di tempatnya." "Kalau tidak percaya, silakan tanya langsung padanya." Keheningan mengalir di antara mereka. Alice menatap Ella dari ujung kepala sampai kaki, dengan sorot

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 32. Handuk yang Terjatuh

    "Alice? Mengapa kau di sini?" tanya Alexander sambil melangkah mendekat. Sorot matanya dingin, menyiratkan ketidaksenangan pada sang adik."Hei jangan mendekat. Pakai handukmu dulu yang benar," cegah Alice jijik dan malu."Jawab saja pertanya-"Srak ...!Suara kain handuk di pinggang Alexander meluncur turun ke lantai, tanpa diduga. "HAAAA," teriakan serempak para wanita meledak.Teriakan terkejut bercampur tawa gugup, tangan-tangan buru-buru menutupi mata, meski beberapa jemari menyisakan celah mungil. Alice membalikkan badan secepat kilat, wajahnya merah padam. Ella juga menutup wajah, tapi tawa kecil lolos dari bibirnya.Sedangkan para pria, mereka lebih tahu diri. Ada yang menunduk, ada yang tiba-tiba sibuk mengecek lantai, dan satu-dua pura-pura terbatuk.Alexander? Sudah menjadi patung pahlawan tragis, berdiri tanpa perlindungan dan harga diri."DASAR BODOH. PAKAI HANDUKNYA DENGAN BENAR DONG!" om

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status