Home / Romansa / Terjerat Hasrat Dunia Gelap / Bab 6. Tahanan Milan

Share

Bab 6. Tahanan Milan

Author: Shenna
last update Last Updated: 2025-06-09 17:04:16

Sebuah mobil Rolls-Royce Phantom melaju di jalan kota Milan, Italia. Di kursi belakang ada Alexander yang sibuk dengan berkas di tangannya dan di depan ada supir serta Lionello-Asisten pribadi Alexander.

Alexander melonggarkan dasinya, ingin menghela napas berat tapi ia tidak ingin menunjukkan rasa lelah kepada orang lain. Matanya menatap ke luar jendela, melihat gemerlap kota Milan di malam hari.

"Bukankah di sekitar sini tempat club baru dibuka?" tanya Alexander

"Benar, Sir. Clubnya ada di depan sana," jawab Lionello menunjuk ke club yang tidak jauh dari mobilnya berada. "Apa Anda ingin berhenti di sana?"

Alexander diam sejenak, sebelum menjawab, "Tidak."

Mobil pun terus melaju melewati beberapa bangunan dan sampailah ke club yang dimaksud mereka. Mata Alexander terus memandangi club miliknya yang baru dibangun beberapa Minggu lalu.

Namun, pandangnya langsung menemukan sesuatu yang menarik. "Berhenti!"

Mobil berhenti tepat di samping club miliknya. Alexander keluar mobil dan melangkahkan kaki ke arah seorang wanita mabuk yang sedang berjongkok mengeluarkan isi perutnya.

Alexander ikut berjongkok juga, ia menarik rambut wanita itu ke belakang agar tidak terkena muntahannya sendiri. Beberapa detik kemudian, wanita itu menjatuhkan diri di pelukannya.

Tangan Alexandre menyingkirkan helai rambut Wanita itu untuk melihat wajahnya. Ternyata benar, dia adalah Ella Force. Wanita Ballerina yang menjadi teman tidurnya saat di Australia.

Ia menggendong sampai ke mobil, lalu membawanya ke mansion.

Pagi hari telah tiba, Alexander melihat berbagai makanan tersedia di atas meja makan. "Apa hanya ini buah yang ada?"

"Iya, Tuan."

"Untuk selanjutnya, siapkan lebih banyak buah yang segar dan-"

"HEI BUKA!" teriak perempuan dari salah satu kamar di lantai atas.

"Ternyata dia sudah bangun." Alexander berjalan untuk menemui perempuan yang berteriak itu. Memutar kunci pintu dan membukanya. Baru saja terbuka, Alexander sudah melihat Ella sedang mengangkat kursi seperti akan melemparinya.

"K ... kau!"

Alexander mendekati Ella, mengambil kursi di tangannya. "Kenapa membuat keributan pagi-pagi?"

Ella mundur beberapa langkah setelah tersadar dari lamunannya. "Sedang apa kau di sini?" ketus Ella.

"Ini mansionku."

"Apa? Kenapa aku di sini?" Ella melihat pakaiannya yang berganti entah dari kapan. "Apa yang telah kau lakukan, brengsek?"

"Sekarang kau sudah bisa mengumpat kepadaku."

"Memang itulah yang harus kulakukan sejak awal." Ella pergi mencari ponsel di kasur, laci, dan seluruh kamar ini. Tapi tidak ada.

"Apa kamu mencari benda ini?"

Ella melihat tangan Alexander sedang memegang ponsel miliknya. Ia mendekati Alexander untuk mengambil benda persegi panjang tersebut.

Belum sempat tangan Ella mengambil barangnya kembali, Alexander langsung membanting ponselnya ke lantai.

"Apa yang kau lakukan!" Ella meraih ponselnya yang sudah remuk. Layarnya sudah pasti sudah tidak bisa dinyalakan. Ia menatap tajam Alexander. Apa mau dia sebenarnya?

Namun, ia memilih tidak mau berurusan dengan pria ini lagi. Ella langsung berlari keluar kamar. Ia tidak tahu pasti jalan keluarnya tapi, ia langsung menuju ke lantai bawah menggunakan tangga.

Saat sudah berada di lantai bawah, dirinya mengedarkan pandangan ke sekeliling rumah ini. Bangunannya sungguh besar dan banyak sekali orang-orang di dalam. Ada banyak perempuan memakai pakaian seperti pelayan dan laki-laki berbadan besar berpakaian serba hitam. Mereka memandang ke arahnya.

Tanpa menghiraukan tatapan aneh orang-orang, Ella berlari ke arah yang sepertinya pintu keluar. Ia mendorong pintu besar itu tapi hasilnya nihil.

Suara kaki semakin terdengar mendekatinya. Ella memutar tubuhnya dan melihat Alexander berjalan mendekat.

Jantungnya berdegup kencang, ia amat sangat ketakutan. Mata Ella segera menemukan pistol yang tak jauh dari dirinya. Dengan gerakan cepat, ia menggenggam pistol itu lalu langsung mengarahkannya ke Alexander.

Saat Ella melakukan hal itu, secara bersamaan semua pria berpakaian serba hitam menyodorkan pistol ke arah dirinya.

"Apa-apaan ini? Kenapa mereka semua menyembunyikan benda berbahaya di dalam pakaiannya?" batin Ella.

"Turunkan," kata Alexander membuat semua orang menurunkan pistol, kecuali Ella. Wanita itu tetap saja mengarahkan pistolnya ke Alexander. "Apa kau tahu cara menggunakannya?"

"Kau jangan coba-coba mendekatiku!"

Alexander malah tertawa kecil melihat wanita di depannya ini. Ia melangkahkan kakinya mendekati Ella.

"Kubilang jangan mendekat!"

Tapi pria itu tetap mendekati Ella dengan santai. Seketika Alexander meraih tangan Ella yang menggenggam pistol dan mengarahkan pistolnya ke dahi Alexander sendiri. "Lakukan. Tembak aku."

"Kubilang menjauh dariku, bodoh!"

"Kenapa aku harus menjauh darimu? Tembak saja, bukankah itu niat awalmu?"

"Sebaiknya kau menyingkir dan biarkan aku pergi."

"Tidak mau. Cepat lakukan."

Keringat dingin keluar dari dahi Ella, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan.

"Jika kau ingin keluar maka tembak aku. Itu satu-satunya cara," lanjut Alexander.

Ella menutup mata dan langsung menekan pistol itu. Ia tidak apa yang dirinya tekan. Ini adalah cara menggunakan pistol yang diihat dari film. Akan tetapi, anehnya tidak ada suara atau cipratan darah.

Pelan-pelan Ella membuka matanya kembali dan masih melihat Alexander dalam posisi yang sama. Keadaan pria ini juga baik-baik saja, tidak ada darah sama sekali.

Alexander tersenyum mengejek. Dia terlihat lucu dan bodoh dalam waktu bersamaan. Alexander mengambil pistol dari tangan Ella. Kemudian, menunjukkan magasin kosong. "Lihat? Tidak ada peluru. Kau hanya menipu dirimu sendiri," ledeknya. "Berikan dua peluru," pintanya pada anak buahnya.

Salah satu pengawalnya memberikan dua peluru ke tangan Alexander. Ia memasukkan pelurunya ke dalam pistol. Dengan sedikit kasar, Alexander meraih tubuh Ella untuk berada di depannya. Alexander yang berada di belakang menuntun tangan kedua tangan Ella untuk diluruskan ke depan.

"Perhatikan baik-baik. Saat kau akan menentukan target, lihat mereka tanpa rasa takut. Jika kau menunjukkan kelemahan maka, targetmu malah akan meremehkanmu." Alexander menaruh pistol di genggaman tangan keduanya. Ia mengarahkan pistol ke vas bunga yang cukup besar. "Pegang pistolnya. Matamu harus fokus ke bagian ujung pistol bukan ke target. Kau bisa memfokuskan ke target tapi target bisa saja hilang-hilangan. Dan tekan pelatuknya."

DOR ...!

PRANG ...!

Terdengar suara tembakan dan pecahan dari vas bunga itu. Ella tidak percaya bahwa pria ini benar-benar akan menembak.

"Jangan terkejut, bereaksilah seperti kamu sudah biasa melihatnya. Itu hanya vas bunga, lawan yang akan kau hadapi lebih dari itu, misalnya binatang atau bahkan manusia," ucap Alexander tepat di telinga Ella. Membuat bulu kuduk wanita itu berdiri. Alexander menjauhkan jarak mereka. "Keinginanmu untuk pulang, apa masih ada?"

"I ... iya," jawab Ella ketakutan.

"Buka pintu dan gerbangnya! Perempuan kecil ini ingin segera pulang."

Pintu akhirnya terbuka. Ella bisa melihat halaman rumah ini berada di tempat yang sepi. Seperti di dalam hutan liar.

"Kenapa kau diam saja? Keluar dan lindungi dirimu sampai tujuan, dengan pistol yang kau genggam. Ingat, bahwa hanya tersisa satu peluru."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 91. Pesta Berbahaya

    "Memang Alexander tidak pernah menceritakan apa pun padamu?" tanya Ella balik, berbalik menatap Alice."Tidak. Kami itu tidak dekat. Maka dari itu, kau saja yang cerita."Ella menghela napas, beranjak melewati Alice. "Kalau dia tidak bercerita, aku juga tidak.""Ayolah, sedikit saja," bujuk Alice sambil mengikuti langkah Ella.Tapi Ella tetap bergeming. Ia duduk di sofa, mengganti saluran televisi, berusaha mengalihkan suasana."Kalau kau mau cerita, aku pun akan cerita," kata Alice."Mengenai apa?" Ella meliriknya.Alice mencondongkan tubuh. "Ayah sebenarnya mengancam Alexander. Karena jika dia masih berani menemuimu, keluarga Chloe akan membatalkan proyek pelabuhan internasional di Gioia Tauro. Proyek itu sangat menguntungkan, dan Ayah sangat terobsesi mendapatnya dari dulu."Raut wajah Ella mengeras. "Dan selain itu?""Ancaman lain, warisan. Ayah bilang kalau Alexander membangkang, semua harta akan dialihkan penuh ke kakak pertama. Kau tahu kan? Mereka berdua haus kekuasaan, saling

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 90. Takdir atau Direncakan?

    "Tentu, aku ingat. Kita sudah beberapa kali bertemu tanpa sengaja," ucap Ella, bibirnya terangkat membentuk senyum tipis."Benar. Rasanya terlalu kebetulan, sampai-sampai sulit dipercaya.""Apa kamu sendirian?" "Iya. Hanya ingin melihat langit.""Aku juga. Kalau begitu, duduklah. Kursi ini masih kosong.""Terima kasih." Francesco menarik kursi di hadapan Ella, lalu duduk. "Kamu sering ke sini?""Iya. Tempat ini selalu terasa pas untuk menenangkan diri. Bagaimana denganmu?""Ini baru kali kedua. Tapi aku mengerti kenapa kamu menyukainya."Ella melirik secangkir kopi hitam di tangannya. Cairan pekat itu terlihat begitu pahit, tanpa setetes pun gula. "Pertemuan pertama kita juga di kafe. Apa kamu memang penggemar kopi? Atau seorang peneliti yang menjadikannya bahan riset?"Francesco tertawa ringan. "Tidak. Aku hanya penikmat kopi. Seorang pecandu aroma dan rasa pahitnya."Mereka menyeruput kopi masing-masing. Hening sebentar, hanya suara lalu lintas kota Milan yang terdengar jauh di baw

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 89. Rooftop

    "Itu sudah keputusan akhir," kata Gianna tegas.Ella diam beberapa detik, sebelum bibirnya dipaksakan terangkat. "Iya, tidak apa-apa. Aku turut senang siapa pun yang menggantikanku. Semoga pementasannya berjalan lancar." "Terima kasih. Ah, sebenarnya ini sangat disayangkan. Aku menyukai kemampuanmu, tapi ... tidak ada yang bisa kulakukan.""Iya, sungguh tidak apa-apa," balas Ella lagi, tetap tersenyum seolah semua baik-baik saja."Kalau begitu silakan latihan. Permisi," pamit Gianna meninggalkan Ella. Begitu pelatihnya menjauh, senyum itu seketika runtuh dari wajahnya. Ella menunduk, jari-jarinya saling menggenggam guna menahan perasaan yang bergejolak. Ia tak berdaya selain menerima, meski jawaban itu menghantam perih dadanya.***Pukul 05:00 AM.Satu per satu ballerina yang tidak masuk ke dalam casting pementasan berkemas dan pulang. Suasana ruang latihan mulai sepi. Ella melangkah pelan ke luar, hatinya kosong,

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 88. Monster Nafsu

    "Ini tempat yang buruk! Kau tidak boleh berada di sini," ujar Alexander menekan."Tidak," balas Ella. "Ini tempat yang tepat untukku karena pekerjaannya mudah. Aku hanya perlu menjual wajah dan tubuhku agar mendapatkan tip besar."Alexander menyeringai. "Jadi kau suka pekerjaan semacam itu?""Iya. Bahkan sebenarnya, kalau saja kau tidak membuat keributan, mungkin pelanggan itu sudah memberiku banyak uang. Sayang sekali, tidak jadi."Ucapannya menusuk. Ombak cemburu dan amarah mendadak menghantam Alexander, melahap sisa kendalinya."Aku bisa memberimu lebih banyak uang," desisnya. "Kenapa kau tidak tidur lagi saja denganku?"Tanpa memberi waktu bernapas, bibir Ella direbut dengan ciuman brutal. Kasar, tanpa belas kasih. Api di dalam diri Alexander tak lagi bisa dipadamkan. Tangannya mendarat di dada Ella, meremas seakan ingin meninggalkan tanda kepemilikan.Ella menangis. Air mata mengalir, tangannya gemetar mendorong tubuh pria itu, namun sia-sia. Alexander tidak peduli. Dalam pikiran

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 87. Ruang VIP

    "Apa kau pegawai baru di sini?" tanya seorang pria, matanya mengikuti setiap gerak Ella."Iya," jawab Ella, meletakkan bir di atas meja yang dihuni empat pria. "Selamat menikmati." Ia berniat pergi setelah tugasnya selesai."Hei, tunggu dulu," cegat salah satu dari mereka. Tangannya menggenggam tangan Ella. Jari-jari itu menyentuh lembut namun menyebalkan bagi yang menerima sentuhan. "Duduklah di sini, kita akan memberimu tip banyak.""Tidak perlu, Tuan," jawab Ella dengan suara bergetar, mencoba melepaskan cengkraman itu. Ketakutan mulai merayap, tatapan mereka membuat tubuhnya membeku. "Aku harus kembali bekerja.""Melayani kami juga tugasmu, bukan? Jadi tinggallah di sini.""Tidak! Tolong lepaskan!"Tiba-tiba, pria lain menarik pinggangnya, membuat tubuh Ella mendarat di paha orang asing itu. Tawa kasar mereka mulai bergema, mengejek. "Kau seksi sekali, Nona. Bermainlah sebentar dengan kami.""Tidak!" Ella memberontak, akan tetapi, tangan pria tak sopan itu mengunci tubuhnya. Pani

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 86. Casino

    Casino Royale adalah simbol kemewahan, keserakahan, dan rahasia gelap yang dimiliki keluarga Hoffa. Malam ini, putra kedua Reagan hadir, setelan jas tuxedo melengkapi penampilannya dengan sempurna.Setiap langkah Alexander penuh percaya diri, tak ada ketakutan, tak ada keraguan. Mata panjangnya menelisik setiap sudut, menangkap para pengunjung yang larut dalam kesenangan mereka, serta klien-klien yang berlebihan dalam memamerkan kekayaan. Ia tidak tergoda, meski tindakan beberapa pria menjijikkan itu memaksa alisnya sedikit terangkat.Lift membawanya ke lantai paling atas, ke dunia manusia-manusia yang haus kekuasaan, tempat yang bahkan tidak layak disebut manusia. Di sana, wanita-wanita berpakaian minim menghibur enam pria tua dan gemuk yang tertawa lepas di meja poker."Tuan kecil, akhirnya sampai juga," ledek Bartolomei, seorang pria tua berambut putih, suaranya dipenuhi ejekan, disertai tawa kasar teman-temannya."Tuan kecil? Dia bahkan berani mempermalukan Ayahnya karena melangga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status