Share

3. Mencurangi Casanova

“Maaf,” sembur Zehra meski tercekat. Dan kembali menatap lurus ke arah sebelumnya.

"Rambutmu wangi vanila."

Zehra terkesiap saat lengan kokoh Javas dibebankan pada bahu kirinya terlebih hembusan napas Javas yang begitu dekat tepat di atas rambutnya.

"Maaf, Tuan mau saya tuangkan minum?"

Sudut bibir Javas berkedut sedetik, ia semakin mengeratkan rangkulannya dan menahan gerakan Zehra yang tak perlu.

Mata Javas melirik lengan Zehra yang masih berusaha meraih gelas yang terletak di atas meja, menampung meraihnya meski tertahan rangkulan Javas.

"Apa kamu baru aja mengabaikan aku?" bisik Javas menggumam setelah itu dengan kasar Javas melepaskan rangkulannya meski masih tak memberi jarak.

"Buka botol yang Vodka itu dan tuangkan aku ke dalam gelasku!"

"Apa?" tangan Zehra berhenti di udara pasalnya botol yang ia raih adalah transaksi wiski yang sudah dibuka segelnya.

Javas membalas tatap Zehra ingin tahu yang memasang wajah memelas memelas, "Maaf, Tuan tapi aku ngga bisa buka botol walaupun dengan alat, aku pernah coba tapi selalu gagal"

"Oh ya? Bukannya kamu sudah biasa buka botol dan menyajikan minum ke gelas untuk lelaki?"

"Baru beberapa kali sih, itu pun dengan bantuan alat dan masih kesulitan tapi biasanya sudah dibuka lebih dulu oleh bartendernya." balas Zehra yang diam-diam bersyukur akan perbincangan receh.

"Jadi benar baru beberapa bulan ya." gumam Java.

"Apa?" tanya Zehra yang dibalas denusan oleh Javas. Lalu ia memutuskan untuk menyuruh Theo yang sedang bersulang ria dengan rekan minumnya.

"Theo, buka botol ini dan yang itu juga!" Suruh Javas yang dibalas tatap menuduh oleh wanita yang disamping Theo pada Zehra yang bernama Nina yang berpikir Zehra sengaja berlagak manja hingga menganggu kesenangannya bersama Theo terlebih Zehra memandangnya dengan senyuman meringis tampak tak paham akan kekesalan Nina.

Setelah itu kebersamaan mereka larut bersama dentuman musik dari lantai bawah dan higar bingar klub malam dengan segala intriknya termasuk orang-orang yang mulai menurun kesadarannya namun tidak pada Zehra yang menahan diri untuk menghempaskan tangan Javas yang bergelayut erat di bahunya, aroma alkohol yang menguat dari mulut dan tubuh Javas lah yang membuat Zehra ingin pergi.

Javas kembali menarik tubuh Zehra yang bergeser menjauh lalu ia meminta Zehra untuk kembali menuangkan minumannya meskipun tak masih tak melepaskan bahu Zehra untuk ia bersandar pada tangan kirinya, Javas menyukai tubuh Zehra yang terasa pas berada di dalam rengkuhannya termasuk gerakan dan hembusan napas kasar karena tak nyaman walau tak saling berbicara Javas tetap menyukainya.

Javas menatap ke dalam Zehra yang tetap melayaninya meski wajahnya tanpa senyuman apalagi basa basi menggoda seperti apa yang dilakukan pekerja lain di dekatnya.

"Menurutmu...apa aku terlihat belum siap menikah?"

Tangan Zehra melayang di udara tepat di depan dada bidang Javas dengan gelas berisi Vodka di dalamnya menatap tanya pada Javas, saat diteliti wajah Javas yang terlihat loyo karena mabuk membuat Zehra mengeluarkan napas kasar dan menaruh gelas di atas meja kemudian ia menggoyang-goyangkan lengan Javas agar terbangun .

"Tuan, apa tugasku sudah selesai?" tanya Zehra sambil berusaha menyadarkan Javas.

"Percuma, dia sudah terlalu sadar untuk menjawab pertanyaanmu," seru Elkan tenang.

"Jadi apa tugasku sudah selesai? aku boleh pamit ke bawah? karena aku masih harus membantu pekerjaan yang lain."

Elkan hanya mengangkat bahunya acuh tak acuh dengan mata yang menatap ke dalam pada Zehra. 

"Kamu antar aja dia ke kamar tidur biasa dia pesan!" suruh Elkan sambil mencondongkan tubuhnya menunggu reaksi Zehra sepenuhnya.

Zehra mengerjapkan mata untuk mencerna dan sedetik kemudian ia menunjukkan persetujuan ia bergantian Javas dan Elkan, "Maksudnya aku yang antar tuan Javas ke kamar hotel dan memesan kamar VVIP?"

"Theo yang akan mengurus semuanya, kamu hanya perlu mengikuti petunjuknya, kamar mana yang harus kamu tuju dan temani Javas, layani dia sampai puas!" Jelas Elkan tersenyum tipis dengan mata memicing tajam.

Wajah Zehra berubah dingin dengan dagu yang diangkat Zehra menjawab, "Tapi aku bukan wanita pekerja seks!"

"Oh ya? tapi kamu tahu 'kan, bayaran yang akan kamu terima tidak sedikit dan Javas sudah menerima tawaran Javas, jadi selesaikan pekerjaan lo sampai akhir!" seru Theo ditransmisikan pada Zehra yang membatu ditempat.

"Gue cabut!" ucap Regis bangkit dari sofa melenggang pergi ke arah pintu luar tanpa menghiraukan panggilan riuh yang ditahan.

"Baiklah, gue juga cabut dan lo, Theo pastikan Javas beristirahat dengan senang, dia pasti ngga persetujuan bangun pagi ditemani Zehra."

"Lo, yakin ngga mau booking kamar juga El?" tanya Alven menahan Elkan yang sudah berdiri dan membalas dengan anggukan kecil.

"Ngga asik lo! sesekali lo harus coba melampiaskan dahaga lo, jangan munafik El, gue tahu lo butuh rilis!" Raung Alven yang sudah jelas mabuk.

“Miran akan senang mendengarnya, ya?” balas Elkan menertawakan dan dia terkekeh saat ketenangan Alven berubah menjadi risau.

"Sial, lo! Gue ngga perduli sama Miran sama kayak dia yang udah ngga peduli sama gue! Miran! Sialan!" umpat Alven ruuh yang langsung di tenangkan oleh wanita di sampingnya. Seketika itu juga ditepis oleh Alven yang langsung meracau tak jelas.

Sedangkan Elkan tentu tidak peduli di detik ia membalas di detik itu juga ia pergi meninggalkan ruangan itu. Zehra memandang nanar ke sekitarnya.

"Heh, lo yang disana!"

Zehra menoleh ke Theo dengan wajah datarnya, menunggu ucapan selanjutnya

"Gue udah booking kamar VVIP di lantai dua puluh tujuh buat Javas, lo temani Javas ke kamarnya, lo cukup ikuti mereka!" suruh Theo yang menunjukkan dua orang berpakaian serba hitam yang baru saja memasuki ruangan dengan dagunya.

Dan dua lelaki tadi langsung memapah tubuh besar Javas bangkit dari sofa dan diantaranya memberi isyarat tubuh untuk Zehra ikut bangkit dan pergi bersama.

"Kalian sudah bisa pergi!" usir Theo pada wanita ketiga yang tadi menemani Regis dan Elkan minum setelah memberi beberapa lembar uang pecahan ratusan ribu.

"Mari Nona!" pinta salah satu lelaki berpakaian hitam itu. Zehra mengangguk dan mengikuti mereka ke pintu luar dengan langkah yang diseret-seret.

Zehra mendengus pada Javas yang bergumam menolak di papah oleh dua lelaki tadi, berlagak sadar meski ia berjalan sempoyongan dan sesekali menoleh kebelakang menekankan Zehra mengikutinya, padahal lorong sempit yang mereka lewati sulit bagi Zehra untuk kabur terutama ada dua lelaki bertubuh tambun yang ikut mengawasinya.

Sekali lagi Zehra memelankan lajunya sambil berpikir cara agar lolos, "Pak,  aku udah nggak kuat,  aku harus ke toilet sekarang!" sergah Zehra menghempaskan tubuh besar Javas ke dinding dan berlari cepat ke arah toilet di depannya. 

"Jangan coba-coba kabur! Di kamar Tuan juga ada toiletnya." cekal salah satu anak buah Javas. 

Zehra mengeratkan genggamannya pada ujung roknya. "Nggak, aku nggak akan berani! Lagipula aku bekerja disini. Katakan saja nomor berapa kamarnya? Dan aku akan langsung menyusul."

Zehra mengangguk, setelah diberitahu nomor kamar yang dimaksud dan beringsut berbelok memasuki toilet wanita. Zehra menyempatkan untuk menoleh, menghempaskan napas lega dan meneruskan langkah memasuki pintu toilet dengan harapan ketiga orang itu terlambat menyadari kecurangannya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status