Share

2. Memilih Wanita(Nya)

“Theo, Lepaskan dia!” suara dingin Javas terdengar di keheningan. Orang-orang masih diam menunggu, berperan sebagai penonton yang tengah menyaksikan pertunjukan Opera mahal.

Seketika itu juga, lelaki yang bernama Theo melepaskan lengan Zehra, membuatnya hampir terjatuh karena kelelahan meronta-ronta. Zehra memberi gestur menolak saat ada yang mengulurkan tangannya yang ternyata milik Javas yang sudah ikut berdiri.

Mereka berdiri berhadap-hadapan di bawah tatapan mata banyak orang yang menanti. Javas masih berdiri dengan wajah dingin tak berekspresi sambil mengusap pipinya, bekas tamparan Zehra.

“Mari kita buat sederhana, temani aku minum dan aku akan membayarmu, gimana?” suara Javas terdengar tenang dan dingin.

Zehra mengernyitkan dahi, dengan wajah merah padam ia mengatakan "Maaf, Tuan tapi saya disini hanya sebagai pelayan bar, kami punya teman-teman lain yang memang menerima pelayanan khusus, sebentar saya panggilkan mereka,-"

"Bung!" panggil Javas pada bosnya dengan suara dalam.

Zehra terkesiap mendengarnya ia bergerak bingung dan melemparkan tatap tanya sekaligus memohon untuk menolak pada Bosnya yang diam menunggu dengan patuh

Menangkap kegusaran pada gestur dan mata Zehra membuat Javas menoleh pada si bos, "Persiapkan dia untuk ikut denganku!”

"Ah, iya tentu Tuan tapi saya khawatir Lyra nggak akan memuaskan anda karena dia belum pernah bertugas menemani tamu, gimana kalau saya pilihkan Monita, dia sudah berpengalaman dan tahu betul bagaimana menyenangkan para tamu disini, tapi jangan salah sangka dia pekerja kami yang eksklusif, bagaimana tuan?"

Monita, sang primadona di bar ini yang mendengar namanya disebut pun bangkit dari kursi meninggalkan perannya sebagai tamu palsu yang terbiasa memilah milih untuk ia jadikan target dan setelahnya akan ia rayu untuk menemani dan bercumbu lalu ia kuras uangnya.

Dia jugalah yang biasanya dipilih  untuk menemani lelaki tampan nan mapan yang berkunjung hingga menjadi langganan di club malam ini, dan sekarang hatinya dipenuhi kecemburuan karena baik Regis atau Elkan dan teman-temannya tidak memilihnya bahkan Javas tampak begitu tertarik kepada anak baru itu yang bekerja hanya sebagai pelayan. 

Padahal kalau dilihat dari kecantikannya, anak baru itu jauh lebih jelek daripada dirinya, “Selamat malam Javas, hai namaku Monita salam kenal,” Monita menyentuhkan tangannya di kerah baju Javas, “Si bos benar dia itu bekerja sebagai pelayan bahkan dia masih baru bekerja disini jadi aku yakin perempuan itu jelas tidak tahu caranya bersenang-senang, bukan?"

Monita tersenyum manja tangannya membelai kerah kemeja hitam pas badan milik Javas yang dikancing rendah tanpa dasi melingkar di leher, membuat Monita tak kuasa menahan menyentuh lengkungan leher dan, "Adduh..!"

Monita mengaduh karena Javas merenggut tangannya yang meraba leher Javas. Jemari Javas mencengkeramnya dengan kekuatan tak ditahan-tahan lagi, menyakitinya hingga terasa remuk ke tulang,

“Minggir,” gumam Javas dengan tatapan membunuh pada Monita, lalu menghempaskan tangan Monita dengan kasar sehingga tubuh Monita terdorong menjauh. Sambil meringis menahan nyeri dan rasa malu Monita lekas berbalik menabrak kasar pada mereka yang menghalangi jalannya.

“Nah,” Javas berbalik memusatkan mata dinginnya kembali ke Zehra,

Zehra yang masih menatap kepergian Monita lekas menoleh dan mendongak pada Javas yang tengah menatapnya dingin. Sekuat tenaga ia mencoba tenang walau khawatir Zehra akan diberi hukuman yang lebih dari Monita karena telah lancang menamparnya didepan banyak orang walau itu tindakan refleks yang seharusnya.

“Katakan berapa tarif yang kamu inginkan untuk menemaniku minum, dan aku akan membayarnya.”

Zehra termangu dengan mulut agak terbuka sedetik ia sempat terpesona pada rupa yang terbalut rahang tegas, tulang hidung tinggi sepasang mata hitam pekat terlihat manis dan dingin secara bersamaan lalu pada kedua alis tebal dan panjang, wajah dan tubuh tingginya seperti aktor timur tengah dengan kulit sawo matang menampilkan sosoknya yang terlihat manly

"Lyra?" 

"Ah, apa?" tanya Zehra tersadar namun ia mengernyitkan dahinya masih menatap Javas dan sedetik kemudian ia terkesiap merasakan sentuhan panas milik Javas yang menyentuh poninya lembut bergeser pada anak rambut yang tak diikat lalu menyimpannya dibelakang telinga terasa belaian begitu lembut.

"So, apa jawaban kamu?"

"Oh tentu saja, Tuan, Zehra disini bekerja dan tugas utamanya adalah melayani tamu hingga memastikan para tamu puas hingga berkesan dan menjadi member disini, jadi Lyra akan menemani anda, jadi selamat bekerja Lyra" tekan si bos diakhir kalimatnya serta tatapan dalam, menuntut Zehra melakukannya.

Sedangkan Zehra yang sudah kepalang takut hanya mampu mengangguk kecil, pasrah walau rasa bingung, risih  menyergap karena ia tak pernah menemani siapapun minum alkohol di club malam yang berisik ini.

"Ayo, kita pindah ke atas, ke ruangan yang lebih pribadi!" Ajak seorang lelaki yang sedari tadi menjadi penonton di sofa U tanpa berkomentar. Lelaki itu memiliki tubuh yang proporsional walau dengan cahaya kelap kelip cenderung gelap Zehra bisa melihat warna kulit lelaki itu yang paling putih diantara sekumpulan lelaki yang datang bersama Javas.

"Ayo!" ajak Javas menarik pinggang Zehra merapat padanya menggiring berjalan bersama tanpa memperdulikan tubuh Zehra yang tegang dan setengah hati mengikutinya.

**

Setelah Zehra menuangkan sebotol Vodka pada gelas kecil ia memberikan gelas itu pada Javas tanpa menatapnya. Rupanya hal itu membuat Javas tak puas hingga diangkatnya dagu Zehra hingga mata mereka saling menatap dan Zehra bersumpah kilatan mata meremehkan Sekaligus berbahaya ia temukan kembali setelah kejadian tadi dan juga dibawah lampu yang lebih terang Zehra baru menyadari jika ada bekas tamparan tangan dirinya di pipi kanan Javas yang memerah pada bekas gambaran tangan, membuat ia kembali menunduk dalam.

"Kalau mau ngasih sesuatu atau berbicara pada orang lain, kamu harus menatap matanya biar lebih sopan." seru Javas dalam  isi kalimat dan nada suara begitu kontra membuat Zehra kebingungan meresponnya jadi ia hanya mengangguk dua kali dan menunduk, beruntung Javas lekas melepasnya dan mulai sibuk pada segelas Vodka ditangan kanan.

"Jadi, Lyra kenapa kamu bekerja ditempat seperti ini?"

"Apa?" tanya Zehra cepat, sekaligus memastikan jika ia tak salah mendengar lelaki itu yang bergaya Flamboyan tengah menunggu antusias akan jawabannya.

"Kamu kelihatan perempuan baik-baik yang terdampar bekerja di club malam ini, apalagi sudah hampir tiga bulan bekerja, itu termasuk langgeng 'kan? Untuk ukuran perempuan sepolos dia?" tambah Alven meminta persetujuan.

"Polos? Lo terlalu cepat menyimpulkan, Bung!" sambar lelaki yang memiliki warna kulit paling gelap diantaranya, lelaki tadi yang hampir meremukkan lengannya.

"Kenapa lo kelihatan sinis sama dia, lo punya masalah apa sama cewek ini?" kali ini Regis yang bertanya lelaki yang memiliki aura dominan bak raja yang tengah menikmati singgasananya. 

"Bukan, gue bahkan baru ketemu cewek ini, tapi gue udah kesel banget melihat dia dengan lancangnya menampar Javas didepan orang banyak, gila! Kalau gue jadi lo, Jav udah gue gampar balik dan pastikan dia dipecat malam ini juga."

Zehra termangu mendengarnya dengan tatapan masih kearah Theo yang baru saja memprovokasi atas dirinya. Namun Zehra tak bisa berbuat banyak dengan gusar ia menunduk.

"Kamu belum jawab pertanyaan Alven, jadi kenapa, Lyra?" tanya Javas dengan suara lembut berbalut merendahkan sambil mengangkat dagunya kembali.

"Ah, karena sulit dapat pekerjaan dan juga karena tuntutan ekonomi yang membuat aku bertahan bekerja disini" jawab Zehra sejelas mungkin agar tak lagi ditanya lebih jauh.

"Kamu manis dan tubuh kamu ngga terlalu gemuk aku yakin kamu bisa bekerja ditempat yang lebih positif dari disini, kenapa malah bertahan disini, Lyra?" tanya Alven tak menutupi pandangannya yang  memindai tubuh Zehra seolah tengah menilai.

Zehra balas memandang Alven dengan menahan omelan untuk berhenti lancang memindai tubuhnya seolah ia adalah barang yang ditimbang untuk dibeli, "Saya punya beberapa alasan yang lain Tuan." 

"Beberapa alasan? Jadi apa aja alasannya?"

"Stop asking Al, you making her not comfortable." seru Elkan dingin.

"Okay, i'm done." balas Alven sembari mengangkat dua tangannya bak penjahat yang menyerahkan diri.

"Lebih baik lo mulai Al, info apa yang lo bawa?" tanya Regis mode serius terbukti ia sudah menyingkirkan tangan wanita yang bergelayut manja di dadanya yang terbuka.

Regis, Elkan dan Theo mencondongkan tubuhnya ke arah Alven yang berlagak petinggi Intel memulai presentasi hasil penyidikannya.

Zehra menoleh pada Javas yang seakan tak berpengaruh pada sekitarnya, Javas masih memandang ke lantai bawah, menatap kumpulan manusia yang tenggelam pada hingar bingar club malam dengan tatapan tenang dan dinginnya.

Sejenak Zehra sibuk mengamati tingkah tanduknya para pria kaya dan mapan tengah bersenang-senang.

“Lyra,” Zehra tersentak kaku ditempatnya lantaran menyadari wajah Javas yang terlampau dekat pada kepalanya, bahkan deru napas mint bercampur aroma jantan menyerbu masuk indra penciumannya. 

“Lyra,” 

“Apa?” spontan Zehra menoleh dan matanya membola karena tanpa sengaja, ia mencium ujung hidung mancung milik Javas. Detik yang sama mata mereka saling bertaut dalam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status