Share

4. Masalah Pribadi

Penulis: Intans Ranum
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-18 22:34:32

***

Setelah berhasil mengelabui kedua bodyguard tadi, Zehra melewati lorong yang akan membawanya kembali pada area club, bekerja kembali. Di tengah lorong Zehra mendapatkan panggilan telpon dari papahnya. 

"Hallo"

"..."

"Aku ngga bisa, Aku lagi kerja! Jelas ngga bisa ditinggal,"

"..."

"Apa lagi sekarang! Aku udah muak dan aku capek, mau papah apa, sih?"

"..."

Zehra mengeratkan genggaman ponselnya, mendengar tiap suara berat diujung telepon, Zehra menekan keningnya frustasi berharap bisa menghalau segala resah dan khawatir yang membelenggunya.

"Yaudah, aku usahakan kesana, sekarang, Papah tunggu aku dan pastikan ponsel Papah aktif." tutup Zehra gusar dengan langkah berat ia menghadap ke bosnya yang tengah mengawasi.

"Bos, aku minta maaf sebelumnya tapi aku harus minta izin,"

"Izin apa, Zehra?"

***

Zehra berdiri saat menyadari bus tengah memelankan laju pertanda jika tujuannya sudah sampai dan betapa terkejutnya Zehra memandang ayahnya yang tampak loyo tengah duduk membatu dengan bahu menurun di bangku besi khas halte bus.

Zehra menarik napas dan menghembuskan perlahan berharap mengurangi cubitan perih di dada, tanpa sadar Zehra turun dari bus dengan langkah cepat untuk kemudian berhenti di depan papanya yang masih menunduk.

"Pah." tubuh rintih itu sedikit terkesiap dengan pasti ia mendongak dan tersenyum mendapati Zehra benar datang bahkan ada senyum sendu terpatri di wajahnya.

"Syukurlah kamu datang, papah kira kamu kesal dan nggak mau mendatangi papah lagi." serunya tersenyum tulus.

Zehra memaksa untuk ikut tersenyum ia menghela napas lega, "Barang bawaan papah cuma segini, kapan mau diambil barang yang lain?"

"Nggak segini aja cukup, lagian papah udah nggak kuat bawa barang yang lain,"

"Aku nggak minta papah untuk ambil lagi barang itu, aku cuma tanya kapan..-"

"Nggak usah! Papah udah memutuskan hubungan papah sama mereka dan akhirnya papah diusir, papa cuma sempat membawa beberapa baju dan papa nggak sudi kembali ke rumah itu lagi termasuk kamu, jadi berhenti bertanya Zehra. Papah capek!"

Zehra membuang wajahnya gusar sumpah serapah kata-kata makian hingga menyalahkan ingin ia semburkan ke pria dihadapannya namun melihat sang papah duduk dengan wajah lelah dan kalah menahannya.

"Yasudah, ayo kita cari motel di sekitar sini! Papah harus istirahat udah larut malam,"

"Apa... kita nggak bisa pulang ke rumah aja, Ra?" gumam sang papah lemah.

"Ngga bisa, aku belum cerita apapun tentang papah yang sekarang, aku nggak mau buat mamah bingung dan nggak nyaman di rumah kalau ada Papah," ucapan Zehra menghentikan segala obrolan mereka di malam itu.

Zehra sudah memutuskan untuk membuka kamar di motel secepat yang bisa ia dapatkan, kamar yang bersih dan cukup nyaman untuk papanya, meski harus menghabiskan uangnya yang tersisa.  

Setelah memastikan papahnya menyuapkan nasi dan lauk ke mulutnya, Zehra menaruh beberapa lembar uang di atas nakas samping tempat tidur. "Itu uang untuk Papa beli sarapan dan makan siang besok, aku usahakan sebelum berangkat kerja aku kesini lagi, jadi sekarang aku pamit pulang, Pah."

Sang papah mengangguk kecil dengan raut wajah tak rela lantaran ia hanya mampu memandangi Zehra yang meninggalkannya di tempat baru sendirian ditengah malam yang teramat dingin.

***

Keesokan harinya

"Zehra!"

Sontak semua pekerja yang tengah menyiapkan klub untuk dibuka nanti malam, langsung ikut menoleh pada Zehra yang tengah berjalan ke arah ruangan Bos.

Tentu saja hal itu mengundang rasa curiga yang teramat besar. Bahkan managernya pun bertanya-tanya apa dia melakukan kesalahan sangat besar yang fatal sehingga bos besar yang juga pemilik klub sendiri yang harus turun tangan. Atau sebagian dari mereka menebak-nebak jika Zehra adalah salah satu kerabat dari si big boss.

"Menurut lo, Zehra ada keperluan apa sampai dia harus dipanggil ke ruangan bos segala, sendirian pula?"

"Nggak tahu, yang jelas itu bukan urusan gue apalagi lo dan liat ke meja! Lo tuang cairan pembersihnya kebanyakan, lap yang benar karena bentar lagi klub mau dibuka!" seru Anggito jutek menghentikan aksi julid Tina pada Zehra.

"Kenapa sih, Anggit? Lo selalu antipati kalau itu tentang Zehra, lo udah sesuka itu sama Zehra, ya?"

Dengan tatapan datarnya Anggito Siswanto menghentikan aksi mengelap gelasnya lalu menoleh sekali lagi pada Tina yang bergumam, 

"Menurut lo?"

***

"Jadi bisa kamu jelaskan! Kenapa dan bagaimana usaha kamu untuk mengganti hutang kamu nanti, itupun kalau aja aku mau kasih hutang itu, ya,"

"Aku butuh uang itu untuk keperluan mendesak Bos dan Bos tenang aja aku masih akan terus bekerja disini dan sebentar lagi sertifikat kelas masak aku keluar, nah! Aku yakin jualan milikku nanti bakalan lebih laku dan aku bisa melunasi hutang aku ke bos, aku benar minta tolong, aku janji bakalan lebih nurut kerja seperti kemarin malam, ya, Bos."

"Memangnya kamu mau hutang berapa?"

"Lima puluh juta, Bos,"

"Itu bukan nominal yang besar sebenarnya, kamu yakin nggak mau bekerja seperti Nina atau Adya?"

Seketika raut wajah Zehra berubah menjadi datar, "Maaf Bos, tapi aku ngga se-hopeless itu sampai harus menggadaikan harga diri,"

"Dan sekarang kamu lagi merendahkan harga diri dengan memohon dipinjamkan uang oleh orang yang memfasilitasi bagi mereka yang mau menggadaikan harga dirinya, begitu Zehra? bagus aku mulai kesal sekarang!" seru si bos mendengus sembari menyalakan cerutunya.

Zehra menatap khawatir pada bosnya sadar sudah ungkapan jujurnya sudah menyinggung hati si bos Zehra pun mulai bernegosiasi, "Maaf Bos, aku nggak bermaksud menyinggung Bos apalagi teman-temanku yang lain tapi yang jelas aku mau berusaha cari tambahan uang dengan cara yang benar, Bos."

Si bos yang mendengarnya hanya mengangguk malas, sesekali menyesap cerutunya dan menghembuskan gumpalan asap dengan cara dramatik.

"Jadi gimana Bos, aku memang ngga bisa pastikan berapa lama aku kembalikan uangnya tapi yang jelas aku usahakan kembalikan uang itu secepat aku bisa."

"Tadi kamu bilang kamu mau bekerja seperti kemarin malam, benar 'kan?"

Zehra meringis mengingat ucapannya barusan dan mengangguk kecil sembari mendengarkan penjelasan dari tawaran big Bos tersebut.

Setelah memastikan ia menutup pintu dengan benar, Zehra melihat tubuh Nina yang melangkah lunglai  ke arahnya dengan penampilan yang sedikit kacau. Ia bergidik membayangkan Nina mendapatkan client yang kasar. Ia jelas tak mau seperti itu. 

***

Javas menatap ke luar jendela sambil berkacak pinggang dari penthouse nya. Amarahnya masih saja membuncah walau ia sudah memukul samsak gantung berkali-kali pun dengan keringat yang sudah membasahi dari kening hingga perut yang bebas masih saja tak mampu menghentikan amarahnya akan ingatan kelam yang selalu hadir. 

Javas baru menyadari betapa tebal wajah Anne yang memberi salam formal padanya bersikap layaknya teman lama yang baru bertemu dan tak segan menunjukkan kemesraannya bersama kekasih barunya yang akan segera bertunangan.

Sungguh sial! Selama ini Javas tak pernah menyadari jika ia sudah diduakan, Javas selalu mempercayai Anne bahkan ketika Javas harus pulang pergi ke luar negeri untuk bekerja tak pernah menyangka disaat yang sama Anne menjalin cinta dengan pria ningrat yang pernah menjadi relasi bisnisnya. Deringan ponsel mengalihkan perhatiannya.

"Di mana, Bro?"

"Menurut lo, sial lo lagi mengejek gue?!" Pertanyaan dari seberang telpon makin membuatnya jengkel.

"Relax, Bro!" suara orang yang menelpon makin terkekeh, "Jangan sampai dia tahu kalau lo langsung merenung sendiri di kamar setelah ketemu dia sama pacar barunya, butuh bantuan untuk melampiaskan emosi?"

"Omong kosong, lo dimana?" sambar Javas mendengus.

"Di depan pintu." Tak lama kemudian bel berbunyi.

"Shit!" Pria itu makin kesal hingga membanting ponselnya di sofa lalu membuka pintu.

Alven mengerutkan keningnya,"Ngeboxing malam-malam, eh? Kurang seru lo butuh melampiaskan gairah dan amarah lo, ayo pergi, kita bersenang-senang!"

"Apa gue terlihat separah itu?"

"Ngga juga, buktinya lo masih beraktivitas dan berpikir seperti biasa tapi sialnya di acara tadi lo harus ketemu sama betina itu yang bergelayut manja di lengan cowok barunya si anak bungsu dari keluarga Wicaksono,"

"Nggak penting." tukas Javas acuh yang sudah duduk di atas sofa mahalnya dengan kedua tangan terbuka lebar bersandar.

"Yes, emang nggak penting sama kayak kelakuan lo yang nggak penting sendirian merenung disini, ayo kita clubing dan kita pesan pesan perempuan yang paling cantik dan seru, gimana?"

Javas mendengus lalu melempar Alven dengan bantal kursi. "Gue lagi nggak merenung!" tukas Javas bangkit dan berjalan ke arah kamar sembari membuka sarung tinjunya.

"Ke mana?"

"Ke klab, kan? Ayo!"

"Ok."

***

"Level berapa?" Teriak Alven di tengah alunan musik yang memekakkan telinga.

Javas mengerutkan kening tidak mengerti. Pandangannya kembali ke arah gadis-gadis seksi yang meliuk-liuk di dance floor.

"Level 1 atau 2?" Tanya Alven lagi.

Javas meneguk alkohol yang tersaji di hadapannya, "Apa bedanya?"

"Pro atau amatir?"

Pilihan itu menarik perhatian Javas, "Yang kedua."

Alven mencibir, "Maksud lo amatir, don't you take a serious bro! Mana puas, gue pilihkan pro ya, biar sama kayak gue" Matanya berkedip nakal.

Javas kembali meneguk minumannya habis, "Bro, yang namanya Lyra mana, kenapa dia belum juga kelihatan?"

Anggito yang tengah meracik minuman langsung menoleh pada Javas yang duduk pada arah jam satu di depannya yang hanya terhalang bar panjang.

"Oh ya. Lyra, pelayan yang itu, dimana dia?"

“Maaf?”

“Aku mau kamu panggil wanita yang bernama Lyra, dan suruh dia temui aku ke ruangan yang aku pesan, sekarang!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Kontrak Cassanova   72. Rencana Zehra

    Zehra merintih kesakitan setiap Ricky menciumnya demi menutupi bekas Javas yang menimbulkan ruam kemerahan di kulinya. Pria itu benar-benar kalap menggerayangi seluruh permukaan tubuh Zehra. Tarikan napas puas Ricky terdengar jelas setelah tarikan dia berhasil menyatukan dirinya dengan Zehra. Bertahun-tahun dia menunggu momen ini, momen dimana Zehra berbaring pasrah di bawahnya dengan kaki terbuka, momen saat dia berada di dalam Zehra, berkeringat bersama, saling bercumbu, saling menggerayangi, dan saling menikmati demi kepuasan bercinta. Ricky diam merasakan sensasi yang lama dirindukannya. Saat ini tidak ada saling, hanya dia seorang yang akan mencapai kepuasan itu. Sesering apa pun dia mencoba dan mengecap wanita lain, ternyata tidak ada yang senikmat Zehra, mungkin karena selama ini Zehra adalah wanita yang ia cintai sekaligus wanita yang menolaknya untuk dibawa ke ranjang, dan sensasi itu luar biasa.Seks itu subjektif. Tergantung bagaimana individu menilai pasangannya. Sensasi

  • Terjerat Kontrak Cassanova   71. Dilecehkan

    Zehra diliputi kecemasan, aura penindasan terlihat jelas dari sorot mata Javas. Zehra memang tidak pernah mengijinkan siapapun masuk ke sana, tempat itu tidak diciptakan untuk kesenangan sesaat para pria mesum sejenis Javas, tempat itu untuk mengeluarkan apa pun yang tidak dibutuhkan tubuh Zehra, bukan untuk dimasuki milik siapa pun. Menyadari dirinya dalam bahaya, Zehra beringsut mundur. Tapi sayang Javas Lebih cekatan memutar tubuhnya tengkurap lalu mengunci kedua tangan Zehra di belakang. "Jangan lakukan itu Javas, kumohon!" isak Zehra tidak bisa bergerak, sebab dia kalah tenaga. "I'll be the first there," ujar Javas mengikat tangan Zehra dengan tali bra-nya. Telinganya menuli, isakan Zehra malah membuatnya semakin bersemangat memberi pelajaran pada wanitanya yang berani mencium pria lain di depannya. Javas menarik pinggul Zehra mendekati miliknya yang sudah keras dan berhasrat. Tarikan kasar Javas otomatis menekuk kaki Zehra dan kepalanya menahan beban tubuh bagian depannya.

  • Terjerat Kontrak Cassanova   70. Hari Terakhir Kesepakatan

    “Kesepakatan sialan itu bisa kita ubah-”“Nggak! Aku nggak mau ada yang berubah!” Zehra menatap Javas dalam dan berani. Kemudian ia mulai menyunggingkan senyuman tipis, “Aku mau kembali hidup normal tanpa ada rasa bersalah, atau khawatir akan menyesal nantinya.”“Menyesal? Setelah banyak hal yang udah aku kasih ke kamu?!”Zehra mengangguk kecil masih tersenyum tipis, “Gimana sama kamu? Memangnya kamu belum mau berpacaran sama orang yang kamu inginkan dan punya hubungan serius sama dia?”“Dia? Siapa yang kamu maksud?”“Wanitamu … yang bernama Leticia?”***40 hari kemudian Zehra terbangun karena suara berisik yang ditimbulkan oleh aktivitas Javas, yang saat ini sedang berjalan mendekatinya. “Selamat datang, Jav. Kamu sampai terlalu pagi, tau!” sambut Zehra dengan suara mengantuk.“Habis dari mana kamu semalam?”“Apa? Aku?.... Kenapa kamu tanyain itu tiba-tiba?”“Dan kemarin malam juga, sama siapa kamu pergi dan apa yang kalian lakukan?”"Nafas kamu bau alkohol! Sebaiknya kamu tidur

  • Terjerat Kontrak Cassanova   69. Sebuah Jawaban

    Beberapa bulan kemudian“Jadi, kenapa kamu masih aja terlambat?”Zehra senyum tertahan atas sambutan Javas padanya yang terkesan sinis. “Aku… itu karena aku agak kesulitan dapat taxi onlinenya.”“Oh, ya? Bukannya karena kamu abis bertemu dengan teman kencanmu itu?”Zehra mengerjapkan matanya dua kali, ingatannya berputar saat ia kepergok sedang makan berdua di restoran mall oleh Elkan, salah satu sahabat Javas, dan tentu saja itu ia ia lakukan saat Javas tengah keluar kota dan menarik napas sebelum bicara. “Teman-temanku adalah teman-teman dia juga, dan jelas aku nggak bisa menghindari dia begitu aja ketika kami nggak sengaja makan siang di tempat yang sama, Jav!” Zehra lekas menjelaskan. Berharap kejujurannya bisa dipercaya oleh pria itu meski dengan kemungkinan yang sangat tipis."Kami… Cuma makan siang, nggak lebih…" Mata Javas menyipit tajam. Geraman terdengar dari dalam dadanya. Pengakuan Zehra membuat kecemburuan di dadanya semakin bergemuruh. Javas bangkit dari singgasananya

  • Terjerat Kontrak Cassanova   68. Ikut Permainan

    “Halo,”“Ra, akhirnya kamu angkat telpon aku juga! Ra, tolong bantu aku bicarakan pada pria itu untuk berhenti mengacaukan pekerjaanku! Aku sudah merelakanmu ‘kan? Jadi seharusnya dia menghentikan semuanya ‘kan?”Zehra menghela napas gusar dan menatap balik Javas yang menyeringai ringan kemudian mengangguk kecil. “Ya, aku akan menolongmu untuk bicara sama dia, ada lagi?”“Apa?... Ah, kamu mengerti ‘kan? Posisi aku? Kamu nggak marah sama aku ‘kan?”Zehra menahan nafasnya saat Javas menyambar ponsel dan mematikannya. ***Javas membuka kancing kemeja nya, melonggarkan ikat pinggangnya. "Apalagi yang bisa kulakukan selain ngobrol dengannya di tempat kerjamu. Kamu melarangku bicara dengan orang lain," balas Zehra berbaring di sofa panjang depan tv. "Entah kenapa aku nggak suka melihatmu bersamanya." Javas tiba-tiba menindih Zehra. Remote tv yang dipegangnya terjatuh karena kaget. Serangan Javas membungkam mulutnya sebelum protes. Awalnya Zehra meronta memukul dada Javas tapi lama-lama b

  • Terjerat Kontrak Cassanova   67. Ketahuan

    “Mau kemana?”refleks “Kenapa kamu harus menyamar jadi orang lain, hah? Apa tujuan kamu sebenarnya?”“Tujuan? Ckk… itu cuma sekedar nama panggung Jav! Lagian kamu tahu dari mana nama asli aku?”Javas memandang Zehra lamat lalu menjawab, “Aku jelas mendengar mantan pacarmu itu yang memanggil kamu Zehra.” “Oh, ya…. Kami saling mengenal sebelum aku bekerja di club malam,”“Lalu?”“Lalu, bukan cuma kamu orang yang memanggil aku dengan panggilan Lyra. Semua orang yang memakai jasaku, jga memanggil nama itu. Jadi apa kamu udah paham? Apa pembahasan kita udah selesai?”“Pergilah, setelah kamu, aku juga harus mandi atau kita bisa mandi berdu-”“Aku duluan!” potong Zehra segera berlalu.***"Iya Mah, aku paham. Tapi untuk kali ini aku lagi fokus membiayai urusan rumah sakit papah yang ternyata cukup banyak dan masih panjang. Tapi aku yakin aku bisa mengatasinya satu persatu." ucap Zehra sebelum ia memutuskan panggilan. Zehra menarik napas lega. Karena masalahnya sudah teratasi satu persatu d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status