“Nona, sebaiknya Anda tetap di dalam saja!” perintah sang sopir. Dia pun ke luar dari dalam mobil. Olivia tersenyum kecut. Dia merasa jika sopir itu meremehkannya. Akan tetapi, dia akan melihat dulu bagaimana situasi di luar sana. Dia ingin tahu juga apakah sopir Nolan bisa menghadapi ketiga pria yang menghadang jalannya. Dia pun berpikir siapa mereka dan apa yang diinginkan oleh mereka. “Lebih seru melihatnya secara langsung,” gumam Olivia. Lalu dia membuka pintu mobil. Olivia ke luar dari dalam mobil. Dia melihat sang sopir yang masih berbicara baik-baik dengan ketiga pria yang ada di depannya. Dia melihat seorang pria yang menatap ke arahnya. Olivia tidak merasa takut dengan pria itu. “Serahkan wanita itu pada kami!” ucap seorang pria berkaca mata kuning. Dengan nada menekan. “Jangan harap!” tukas sang sopir. Kali ini Olivia akan berdiri dengan tenang. Dia pun melihat ketiga pria itu mulai menyerang sang sopir. Dia pun menyandarkan tubuhnya ke bumper depan mobil. Dia
“Katakan padaku! Apa alasannya, Nolan Raymond?!” tanya Olivia. “Aku tahu jika kamu pasti berpikir buruk padaku. Namun, semua ini aku lakukan demi melindungi kamu dan juga temanmu itu.” Olivia mendengarkan semua hal yang dikatakan oleh Nolan. Dia tidak mengira jika pria itu bisa mengetahui sampai ke hal sekecil itu tentang bisnis yang dijalankan oleh Miranda. “Mengapa kamu ingin bekerja sama denganku? Karena aku yakin jika kamu bisa menghancurkan Miranda dengan tanganmu sendiri. Tanpa adanya aku,” tanya Olivia. Dengan nada sedikit menginterogasi. “Aku hanya ingin membantumu. Ibu titimu itu sepertinya terobsesi olehmu. Sehingga ingin melihatmu sangat menderita hingga kamu mati di tangannya.” “Aku tidak akan bisa mati dengan mudah! Jangan kamu anggap aku wanita yang sangat lemah!” timpal Olivia. Dia sedikit kesal dengan nada bicara Nolan. “Sungguh? Lantas mengapa kamu tidak bisa melawannya? Bahkan kamu tidak bisa membuat ayahmu percaya padamu?” Olivia semakin kesal dengan se
“Untuk apa?” Olivia sudah tidak tahu lagi untuk apa dirinya hidup. Orang yang disayanginya sudah tidak menganggapnya ada. Semua rasa dendam yang ingin dibalaskannya pada Miranda adalah salah satu cara untuk menyadarkan ayahnya. Namun, semua itu sepertinya tidak ada gunanya. Karena di hati sang ayah hanya ada wanita jahat itu. “Jangan bertindak bodoh!” tukas Nolan. Olivia hendak melompat. Akan tetapi, Nolan berhasil menangkap tubuhnya. Sehingga dia tidak terjatuh ke bawah. “Mengapa kamu menyelamatkan aku? Aku adalah wanita yang tidak beruntung. Tidak ada yang menginginkan aku!” Olivia berkata kepada Nolan. “Wanita bodoh! Siapa yang tidak beruntung? Kamu adalah wanita yang beruntung. Kamu harus ingat itu!” Olivia langsung memeluk Nolan. Dia menangis sejadi-jadinya. Dia meluapkan semua rasa sedihnya. Nolan pun membalas pelukannya. Dia bertanya padanya apa yang sudah terjadi. Dia hanya memeluk wanita yang saat ini sedang berada di titik lemahnya. “Menangislah. Aku akan sel
“Kamu dengar sendiri bukan? Nolan saja masih mencintai aku. Dia tidak akan pernah bisa lepas dariku,” Miranda berkata pada Olivia.Miranda merasa senang setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Nolan barusan. Itu membuatnya semakin yakin jika semua keinginannya bisa tercapai dengan mudah.“Sungguh? Kamu semakin percaya diri sekali jika aku masih mencintaimu!” timpal Nolan. Olivia hanya diam melihat kedua orang yang ada di depannya. Dia masih tidak memahami sikap dan perkataan Nolan.Dia pun melihat Miranda yang semakin kesal. Ada rasa senang di dalam hatinya saat melihat itu semua.“Asal kamu tahu, Miranda. Namamu sudah hilang di dalam hatiku. Saat kamu menghilangkan nyawa bayiku!” ujar Nolan. Dengan nada penuh kemarahan.“Itu bukan salahku. Semua itu hanya kecelakaan sehingga aku kehilangannya. Apa kamu tahu jika aku sangat menderita akan hal itu?” “Menderita? Namun, aku melihat kebahagiaan di saat kamu menikah dengan Leon Sander. Padahal itu satu hari setelah kematian bayi
“Siapa kamu?” tanya Olivia. Pada wanita yang sudah ada di depannya. Olivia melihat wanita itu tersenyum kepadanya. Dia terus menatap wanita itu sembari mengingat apakah dirinya pernah bertemu dengannya. Akan tetapi, dia sama sekali belum pernah bertemu dengannya. “Aku Haruka.” “Apakah kita pernah bertemu?” Olivia kembali bertanya. Dengan nada penasaran karena dia sama sekali tidak pernah bertemu dengannya. “Boleh aku duduk?” “Duduklah!” sambung Olivia. Dia masih belum bisa melepaskan pandangannya dari wanita yang sekarang duduk di depannya. Olivia pun menunggu wanita itu menjelaskan maksud menemuinya. “Kamu pasti penasaran denganku, ‘kan?” Haruka bertanya pada Olivia. “Katakan saja apa yang kamu inginkan?” “Aku ingin membeli beberapa lukisan milikmu,” jawab Haruka. “Lukisan?” Haruka mengangguk. Dia mengatakan jika dirinya adalah pengagum dari lukisan Olivia. Dia melihat lukisan Olivia saat berada di Indonesia, di sebuah galeri kecil. Namun, sangat disayangkan jika ga
"Kamu ingin tahu?” tanya Nolan. Yang ternyata tidak tertidur. Olivia melihat Nolan yang menatapnya dengan tatapan lembut. Padahal suasana hatinya saat ini sedang tidak baik-baik saja. Dia masih penasaran dengan apa yang barusan dikatakan oleh Nolan pada orang yang menghubunginya. “Apa kamu cemburu pada, Eiji?” jawab Olivia. Dengan sebuah pertanyaan lagi. Dia tidak mendapatkan jawaban dari pria yang ada di sampingnya. Dia pun kembali mengingatkan jika mereka berdua bukan pasangan kekasih seperti biasa. Hubungan mereka adalah sebuah kerja sama yang saling menguntungkan. “Aku tahu. Aku hanya tidak ingin jika pria itu mengacaukan semua rencana kita untuk belas dendam pada ibu tirimu,” jawab Nolan. “Jangan ada cinta di antara kita. Itu lebih baik untuk kelancaran kerja sama kita.” “Baiklah. Bagaimana jika aku menginginkanmu sekarang,” sambung Nolan. Lalu dia mengubah posisi tubuhnya menjadi di atas tubuh Olivia. “Jangan bercanda! Ini di tempat umum. Bagaimana jika ada yang melih
Nolan menatap wanita yang ada di depannya. Dia semakin penasaran dengan apa yang sudah terjadi pada Olivia. Sehingga wanita itu lemah dalam menghadapi Miranda. “Katakan padaku, Angel!” Nolan kembali berkata dengan nada memerintah pada Angel. Dia memang sudah mencari tahu tentang semua hal yang berkaitan dengan Olivia. Namun, hanya satu hal itu saja yang belum bisa diketahui olehnya. “Dia ....” Sebelum Angel melanjutkan kalimatnya, ponselnya berdering. Dia mengambil ponselnya yang ada di dalam saku celananya. Dia melihat nama Olivia yang tertera di layar ponselnya. “Halo,” ucap Angel. Setelah dia mengangkat teleponnya. Angel mendengarkan apa yang dikatakan oleh Olivia. Matanya berkeliling untuk mencari keberadaan sang sahabat. Dia pun akhirnya tahu di mana posisi sahabatnya itu. “Aku tahu. Kalau begitu aku segera pergi ke sana,” Angel berkata. Lalu dia menutup sambungan teleponnya. “Ada apa?” tanya Nolan. “Aku harus pergi. Mungkin sebaiknya kamu cari tahu sendiri apa ya
Nolan mengambil kain yang ada di atas sofa, dia melihat ada noda darah. Dia terdiam sejenak saat melihat itu. “Apakah ini pertama kali baginya?” gumamnya. Tidak begitu lama dia melihat Olivia ke luar dari dalam kamar mandi. Wanita itu mendekat ke arahnya dan menatapnya. “Apakah tadi, Ian?” tanya Olivia pada Nolan. Sembari berjalan mendekat ke arahnya. “Iya. Dia mengatakan jika penerbangan kita dipercepat.” “Kalau begitu aku akan bersiap,” sambung Olivia. Nolan melihat Olivia berjalan mendekat ke arah nakas dan mengambil ponselnya. Lalu menghubungi seseorang. Dia melihat ke arahnya terus dan mendengarnya menyebut nama Angel. “Hari ini aku akan kembali ke Indonesia,” ucap Olivia pada Angel yang ada di ujung telepon. Olivia kembali mendengarkan perkataan sang sahabat. Yang mengatakan jika dirinya tidak bisa kembali ke Indonesia dalam beberapa hari ke depan. Dia pun menutup sambungan teleponnya. “Ada apa?” tanya Nolan. Setelah dia berada di dekat Olivia sembari memeluknya da