Share

Bab 4. Kesedihan Dini

Darmantara sosok yang sangat Kenzi kagumi dan dihormati setelah Papa Samuel Argantara, Kenzi yang merupakan cucu satu-satunya membuat ia dimanja dan di sayang oleh Darmantara namun bukan berarti Kenzi tidak pernah dimarahi, kelakuan Kenzi kecil yang nakal membuat Kenzi selalu dimarahi bahkan dihukum oleh kakeknya. Kenzi sangat menyayangi Kakek Darma karena selama ini Kakek Darma yang merawat dan mengurus Kenzi berhubung dulunya orang tua Kenzi harus tinggal di luar negeri untuk mengurus bisnis keluarga Dirgantara. Namun karena sekarang Kakeknya sering sakit sakitan Mama dan Papa sudah menetap kembali di Jakarta.

Hati Kenzi berdebar kencang saat Max mengatakan kalau Kakek Darma dirawat dirumah sakit tanpa mendengar kelanjutan omongan Max, Kenzi beranjak dari sofa langsung berlari ke kamarnya. Di dalam kamar Kenzi menatap sekilas Dini, wajah teguh Dini sedikit mengurangi rasa cemasnya terhadap kakeknya yang sakit. Ada desiran aneh yang dirasakan Kenzi, ia pun memalingkan wajahnya dari Dini dan segera memakai pakaian casualnya.

Max tercengang melihat tuannya tiba tiba sudah berada di depan pintu hendak keluar, "sepertinya Tuan Kenzi memiliki ilmu seribu bayangan" Max langsung menyusul tuannya.

Mobil yang dikendarai Max sampai di rumah sakit, Kenzi turun dari mobil dan langsung menuju ke kamar pasien. Max yang melihat tingkah tuannya hanya menggeleng gelengkan kepala.

"Si Tuan sok tahu banget, main asal nyelonong aja macem tahu aja Tuan Besar di kamar mana" gumam Max dan menyusul Tuannya yang sudah berjalan jauh ke depan.

Kenzi mulai tersadar kalau ia tidak tahu di kamar mana kakeknya dirawat menghentikan langkahnya dan menunggu Max sampai di tempatnya.

"Kok berhenti, tuan!" Tanya Max

"Kakek di rawat dimana?" Tanya Kenzi tanpa menjawab pertanyaan Max.

Max hanya mengulum senyum, "saya pikir Tuan tahu dimana kamar rawatnya"

"Max! Kamu sudah bosan hidup ya?" Geram Kenzi dengan sorot mata tajam.

Max bergidik ngeri melihat tatapan tajam Tuanya, "Tu-tuan besar di rawat di lantai 2 kamar VIP Melati nomor 1" 

Kenzi mendengus kesal pada Max berlalu menuju pintu lift yang terbuka dan segera menekan tombol lantai 2 tanpa menunggu Max.

Sesampainya di lantai 2, Kenzi berjalan cepat menuju kamar rawat kakeknya dan Kenzi melihat Mama dan Papanya baru saja keluar dari kamar.

"Ma, Pa. Bagaimana keadaan Kakek?" Tanya Kenzi pada Mama Papanya.

Dengan wajah sendu Mama dan Papa menatap Kenzi, "untuk saat ini kakek kamu baik baik saja tapi…."

"Tapi…apa Pa?" tanya Kenzi yang penasaran.

"Kalau Kakek kolaps lagi kakek harus segera di operasi untuk di pasang ring di jantungnya" kata Samuel dengan sedih, Mama yang berada di samping Papa hanya terdiam dengan air mata berlinang.

Kenzi mengusap wajahnya dengan kasar, kakeknya yang sudah tua akan sangat berbahaya kalau di operasi jantung.

"Kenzi mau lihat kakek dulu ya Pa Ma." Kenzi menghampiri Mamanya dan memeluknya, "sudah, mama jangan nangis lagi. Kakek akan baik-baik saja" ucap Kenzi dengan lembut, Kenzi melepaskan pelukan Mamanya dan segera masuk ke dalam kamar.

****

Tubuh Dini mulai bergerak secara perlahan lahan dan ia pun menggeliat, tangannya ia rentangkan ke atas untuk melenturkan otot badannya. Entah berapa jam Dini tertidur, awalnya Dini pura-pura pingsan agar ia tidak melakukan hal aneh yang disuruh oleh om mesum tersebut berhubung tempat tidurnya empuk dan wangi Dini pun menjadi terlelap.

Dini memeriksa tubuhnya yang masih mengenakan pakaian dengan lengkap. Suasana yang sepi membuat Dini membayangkan kejadian tadi yang mana ia dipaksa memegang pusaka om tersebut, "wajahnya ganteng banget si, belum ku sentuh aja besarnya minta ampun apalagi kalau di sentuh atau apalagi sempat masuk kesini" Dini merapatkan pahanya membayangi pusaka om tersebut.

Dini turun dari tempat tidur dari pada memikirkan pusaka si om lebih baik ia memikirkan keluar dari kamar ini. Sepertinya tidak ada orang di kamar ini terlihat dari keheningan yang Dini rasakan.

Dini menuju pintu namun sayang pintunya tertutup otomatis, Dini tidak kehilangan akal ia segera menelpon petugas hotel melalui intercom yang berada di kamar.

"Hallo, dengan petugas layanan hotel. Apa ada yang bisa saya bantu?" ucap sang resepsionis hotel.

"Maaf, Mbak saya ingin memesan makanan" kata Dini was-was.

"Baik, Nona. Mohon ditunggu sebentar"

Panggilan pun berakhir, Dini bernafas lega karena petugas layanan hotel tersebut tidak bertanya macam macam.

Bunyi bel pun terdengar Dini segera berdiri di depan pintu, "Saya lupa meletakan kuncinya bisakah anda membukakannya" teriak Dini dari dalam.

"Baik, nona. Saya akan meminta kunci cadangan di bawah" pelayan tersebut melangkah meninggalkan kamar.

Hahh…tubuh Dini merosot ke lantai setelah tadinya ia berada di depan pintu. Jantungnya berdetak cepat, ia berharap segera keluar dari kamar ini sebelum si Om Pusaka kembali.

Tak lama terdengar bunyi kunci pintu terbuka sepertinya pelayan tersebut telah kembali, Dini pun memundurkan diri dan membiarkan pelayan tersebut masuk dan mendorong makanan yang Dini pesan. Dini menelan air liurnya saat menatap makanan tersebut tapi Dini tidak boleh tergiur.

"Maaf, nona menunggu lama. Ini kunci cadangan dan selamat menikmati makanannya. Saya permisi dulu" pelayan tersebut memberikan kunci cadangannya dan Dini segera mengambilnya.

"Te-terima kasih" ucap Dini gugup. Setelah pelayan tersebut keluar, Dini langsung menuju kamar dan mengambil tas selempangnya kemudian keluar dari kamar laknat tersebut. Dengan melirik kekanan kiri lorong hotel, Dini menarik nafas untuk menenangkan dirinya agar bersikap tenang dan santai agar orang tidak mencurigai dirinya yang kabur dari kamar hotel.

Dini menuju lift dan menekan tombol lantai 1, namun sebelum pintu lift tertutup ada seorang wanita ikut masuk. Wanita tersebut pun berdiri di samping Dini sambil melirik penampilan Dini. Dini yang diperhatikan menjadi salah tingkah, apakah penampilannya seperti wanita mur4han? namun jika dibandingkan dengan pakaian wanita itu pakaian Dini jauh lebih sopan tidak seperti wanita itu yang sangat seksi seperti kekurangan bahan. Dini pun bersikap biasa saja walau agak risih, untung pintu lift sudah terbuka dan Dini bergegas keluar dari lift tanpa memperdulikan wanita tersebut.

"Sepertinya sekitaran sini tidak ada angkot, lebih baik aku berjalan menjauh dari hotel ini." Gumam Dini sambil merapikan tatanan rambutnya yang sedikit berantakan, ia tidak mau orang memperhatikannya dengan aneh.

Sekitar 1 jam berjalan barulah Dini mendapatkan angkot, awalnya Dini sudah mulai menyerah untuk berjalan lagi namun tiba-tiba keberuntungan memihak padanya angkot jurusan menuju ke rumahnya terlihat, Dini pun melambaikan tangan untuk menghentikan angkot tersebut. Begitu masuk ke dalam angkot Dini memijat mijat betisnya yang pegal dan melihat kakinya yang lecet, baginya itu tidak masalah yang penting ia telah pergi jauh dari hotel tersebut.

Akhirnya Dini sampai dirumah, namun Dini merasa ada sesuatu yang aneh. Ia pun mengambil kunci cadangan di dalam tasnya, ya Dini memiliki kunci cadangan rumah yang diberikan oleh Dewi karena Dini yang kadang bekerja sampai larut malam sehingga Dini bisa langsung masuk rumah tanpa membangunkan ibu dan kakaknya.

Pintu pun terbuka dan terlihat sepi, Dini meletakan tasnya di sofa dan menuju dapur namun tetap kelihatan sepi tidak adanya lauk pauk yang biasa tersaji di meja membuat perasaan Dini semakin tidak enak dan ia segera berlari ke kamar kakaknya dan melupakan niatnya ke dapur untuk minum.

"Kak…kakak…apakah kakak di dalam?" Teriak Dini sambil menggedor-gedor pintu kamar Dewi tapi tidak ada jawaban dari dalam kamar. Dengan jantung berdebar Dini membuka pintu kamar Dewi secara perlahan, ia pun berjalan masuk ke dalam dan kamar tersebut kosong. Pandangan Dini tertuju di atas lemari yang biasanya tersimpan koper besar dan Dini pun mendekat ke lemari, air mata Dini mengalir saat melihat lemari pakaian Dewi telah kosong.

"Kakak….kenapa tega ninggalin Dini? Ibu apa salah Dini kenapa Ibu membohongi Dini dan meninggalkan Dini sendirian?" Ucap Dini sambil menangis histeris dan tubuhnya merosot di lantai kamar Dewi.

"Sepertinya Ibu memang sudah sengaja merencanakan ini semua, ibu sengaja membawa ku bertemu laki-laki yang ibu bilang temannya. Lantas apa keuntungan Ibu dengan membawaku, apa Ibu menjual ku lantas mendapat uang terus pergi meninggalkanku dan Kak Dewi apakah ia juga merencanakan ini semua?" Dini mulai membuat pertanyaan dengan menjawab sendiri jawabannya, Dengan tubuh lemah Dini berjalan meninggalkan kamar Dewi, Dini masih bertanya-tanya kenapa Ibunya tega meninggalkannya bahkan menjualnya.

Dini pun duduk di sofa dengan tatapan kosong, pandangan Dini tertuju sebuah kerja dibawah remote tv. Dini segera mengambilnya dan membawanya Jangan pernah mencari keberadaan kami, kamu sudah cukup dewasa untuk hidup mandiri dan jangan mengganggu kebahagian kami lagi karena kamu bukan anak kandung saya. Mata Dini melotot tidak percaya membaca surat yang ditinggalkan ibunya.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Viva Oke
kasian dini dibuang begitu saja oleh ibu tirinya
goodnovel comment avatar
Ristiana Cakrawangsa
ya Allah tragis sekali nasibmu dini......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status