"Nadine," ucap Sarah sambil memandang ke segala arah.
"Wah, selamat ya. Akhirnya kau menemukan panggilan hidupmu." Seorang wanita yang wajahnya sangat mirip dengan Nadine namun usianya jauh di atas Sarah menyindir sambil tertawa. Dia adalah Angel, ibu Nadine yang juga ibu tiri Sarah.
"Apa kalian membutuhkan sesuatu? Kalau tidak aku akan kembali tampil," ucap Sarah sambil menutup pintu ruangan VIP. Dia bisa mendengar gelak tawa dari dalam tepat setelah pintu tertutup.
"Ka, tunggu." Sarah menghentikan langkahnya tapi tidak berbalik.
"Ka, aku mohon tolong maafkan aku dan Mama," mohon Nadine dengan suara lembut.
"Sudahlah, aku tidak ingin membahas masalah yang sudah lalu."
"Aku tidak membicarakan masa lalu kak. Aku meminta maaf karena mungkin akan melangkahimu dan menikah duluan," ucap Nadine lembut namun menusuk. Sarah sadar dia tidak bermaksud meminta maaf, tapi memamerkan kemampuannya mendapatkan laki-laki.
Sarah segera berjalan dengan cepat menuju ke tempatnya dan kembali memainkan musik dan bernyanyi.
Sarah sangat membenci Angel. Wanita itu penuh dengan intrik jahat. Setelah tiga tahun tidak bertemu, dia tidak menyangka akan melihat wajahnya lagi.
Sepuluh tahun yang lalu Sarah didepak dari rumah masa kecilnya sesaat setelah pemakaman ayahnya. Ibu tirinya tidak menginginkannya lagi.
"Aku akan mengirimkan warisan yang menjadi bagianmu, tapi jangan lagi muncul di hadapan kami," tegas Angel saat itu. Sarah yang masih berduka karena kehilangan satu-satunya pria yang mencintainya dengan sungguh, langsung menolaknya dengan marah.
"Silakan kalian ambil semua harta ayahku, tapi tolong jangan biarkan aku meninggalkan rumah ini. Aku hanya menginginkan rumah ini," pinta Sarah yang berusia 20 tahun saat itu. Tapi Angel mengacuhkannya dan tetap mengusirnya keluar dari rumah peninggalan orang tua Sarah.
Setahun kemudian Angel berniat menjual rumah itu. Tapi karena Sarah menolak, Angel tidak dapat menjualnya. Bertahun-tahun Angel memaksa bahkan mengancam Sarah agar memberikan persetujuannya untuk menjual rumah itu. Namun Sarah tetap menolak.
Hingga akhirnya tiga tahun yang lalu, Angel menipu Sarah dan berhasil mendapatkan tanda tangannya. Rumah itu mulai dipasarkan, tapi syukurnya hingga hari ini rumah itu belum juga laku terjual.
Sarah ingat, hari ini adalah hari ulang tahun Nadine, adik tirinya. Mereka memang tidak pernah benar-benar dekat dan kematian ayah Sarah sepuluh tahun yang lalu telah membuat mereka semakin terpisah. Meski begitu, setiap tahun Sarah masih mengirimkan hadiah dan ucapan selamat ulang tahun kepada Nadine, hingga peristiwa penipuan tiga tahun yang lalu.
Angel menjebak Sarah di perayaan ulang tahun Nadine. Angel menggunakan Nadine untuk membuat Sarah memberikan tanda tangannya, dan sampai hari ini Sarah masih menyesali kebodohannya. Kebodohan yang membuat rumah orangtuanya kapan saja bisa berpindah ke tangan orang asing.
Saat ini, rumah itu adalah alasan Sarah bekerja seperti robot. Dia akan melakukan apapun juga untuk mengumpulkan uang demi mendapatkan kembali rumah masa kecilnya. Dia berencana membeli rumah itu dari tangan Angel.
Sarah tidak punya apapun lagi selain kenangan dan rumah itu. Hanya rumah itu saksi kebahagiaan yang pernah Sarah miliki bersama ayah dan ibunya.
"Bila kau menikah dan memiliki anak kelak, besarkan mereka di rumah ini. Supaya kau bisa menceritakan bagaimana dulu kau menangis karena terjatuh dari pohon besar itu. Atau bagaimana paniknya ibumu ketika melihat asap di halaman belakang, hasil dari eksperimenmu dengan kaca pembesar dan matahari. Lalu ceritakan juga bagaimana kita menghabiskan waktu untuk bermain catur dan bercanda tawa seperti ini," ucap ayahnya saat itu.
Sarah berjanji dalam hatinya, bahwa dia akan mewujudkan semua permintaan ayahnya. Meskipun saat ini dia tidak yakin akan bisa menikah dan memiliki anak tapi dia ingin menghabiskan sisa umurnya di rumah itu. Rumah yang bukan hanya melindungi tubuhnya tapi juga melindungi hatinya.
***
"Bagaimana kehidupan percintaanmu? Apakah menggairahkan dan melelahkan?" tanya Rachel sambil tertawa.
"Melelahkan, hanya itu. Mengapa dulu kau tidak menikahiku?"
"Menurutmu kita bisa menikah? Apa kau sanggup menyentuhku?" tanya Rachel balik. Wajah Theo berubah menjadi jelek, seakan-akan dia mencium sampah. Lalu mereka tertawa terbahak-bahak.
"Kita tidak punya koneksi itu," jawab Rachel sambil memukul lengan Theo yang masih tertawa.
"Apa kau sudah mulai bosan dengan para gadis muda yang terus menawarkan dirinya kepadamu? Mau kukenalkan kepada seseorang?" goda Rachel sambil memainkan matanya.
"Berhentilah membicarakan para wanita dan mengejekku. Sekarang lebih baik kenalkan aku dengan guru musik terbaikmu," jawab Theo berpura-pura kesal.
"Hidup ini singkat dan kau sudah terlalu lama terjebak dalam masa lalu, majulah ke depan dan lupakan yang di belakangmu." Theo menghembuskan napas dengan keras.
"Rachel, hidupmu sendiri tidak jelas. Jadi kau tidak punya hak untuk mengajariku tentang hidup," gerutu Theo sambil memandang sekelilingnya.
"Paling tidak salah satu dari kita bertiga harus memiliki kehidupan yang baik dan keluarga yang harmonis. Aku dan Joel sudah kacau, tapi kau masih memiliki harapan untuk hidup lebih baik," jawab Rachel pelan.
"Jangan khawatir, hidupku baik-baik saja. Dan kau masih punya banyak kesempatan untuk memperbaiki hidupmu dengan orang lain. Begitu juga dengan Joel," ucap Theo sambil merangkul Rachel dengan lembut. Dia tahu Rachel hanya sedang mengkhawatirkannya.
Theo pernah menikahi sepupu sekaligus sahabat Rachel bernama Grace. Sedangkan Rachel menikahi Joel, sahabat Theo.
Dulu mereka berempat selalu pergi bersama, saling mendukung dan bersahabat hingga terasa seperti saudara. Namun nasib berkata lain, Grace meninggal dunia setelah melahirkan anak perempuan mereka delapan tahun yang lalu. Rachel dan Joel suaminya selalu menemaninya hingga dia cukup kuat untuk menerima kenyataan.
Namun, hubungan mereka renggang ketika Rachel dan Joel memutuskan untuk bercerai tiga tahun yang lalu. Theo menjauhi mereka berdua karena tidak ingin berada di tengah-tengah pertikaian mereka, dia bahkan membawa putrinya pergi ke luar negeri untuk mencari suasana yang baru.
Dua bulan yang lalu Theo kembali dari luar negeri dan langsung menghubungi Rachel serta Joel. Sesekali mereka bertemu sambil menikmati secangkir kopi. Hingga beberapa hari yang lalu Theo meminta Rachel untuk merekomendasikan seorang guru musik untuk anaknya.
"Baiklah, sekarang mari kita bahas masalah pekerjaan kita," ucap Rachel berusaha menahan tangisnya, karena haru.
"Apa kriteria yang kau butuhkan?" tanya Rachel sambil tersenyum agar kesedihan di hatinya hilang.
"Aku butuh seseorang yang memiliki kemampuan musik yang mumpuni. Bukan sekedar guru tapi juga seorang pemain. Dia harus sabar tapi juga tegas. Dan yang utama, dia seorang wanita serta bukan orang yang suka bergosip dan pandai menjaga rahasia," jelas Theo yang direspon dengan dengusan oleh Rachel.
"Kau mencari guru musik atau mata-mata?" canda Rachel sambil tertawa.
-Buk- Tiba-tiba terdengar suara buku yang dibanting dengan keras.
Theo dan Rachel segera berlari ke arah suara keras yang mengejutkan mereka.
"Sarah kau tidak apa-apa?" tanya Rachel khawatir setelah melihat Sarah duduk sambil menggosok-gosok tulang keringnya sambil meringis.
Theo segera membereskan buku-buku Sarah yang berserakan.
"Sudah berapa kali aku bilang, kau seharusnya menutup lobang ini! Ini sangat berbahaya. Untung aku yang jatuh, bagaimana kalau anak-anak yang jatuh?" gerutu Sarah sambil berdiri perlahan dibantu oleh Rachel.
"Baik, besok akan aku bereskan." Rachel menjawab dengan tenang. Kalau ada orang yang melihat, mereka pasti berpikir Sarah adalah pemilik Cantilena dan Rachel pegawainya.
"Ini buku-buku anda," ucap Theo sambil menyerahkan buku-buku Sarah.
"Teri-" Suara Sarah menghilang begitu dia mengangkat kepalanya dan memandang Theo. Dia terkesima.
Tubuh Theo yang tinggi dan atletis menjadi rumah yang pas bagi wajah Theo yang menawan. Mata coklatnya, bibir tipis dan rambut tebal coklatnya menambah pesona kulit bersihnya. Sarah belum pernah merasakan percikan seperti ini.
"Eh, terima kasih," ucap Sarah gugup setelah Rachel menyenggol lengannya.
"Aku memikirkan perkataan Derick tadi," ucap Theo saat dia dan Sarah sudah selesai membersihkan diri. Malam ini adalah malam pertama mereka. Kemarin mereka kelelahan setelah pesta yang diadakan hingga lewat tengah malam. Mereka segera tidur dan menyiapkan fisik untuk pesta hari ini. Sarah dan Theo duduk berdampingan di atas tempat tidur besar milik Theo. "Kenapa? Apa kau tidak ingin punya anak?" tanya Sarah berhati-hati. "Memiliki anak terasa seperti mimpi buruk bagiku," desah Theo lalu menutup wajah dengan kedua tangannya. Sarah mendekati Theo lalu memeluknya perlahan. "Apa karena Grace?" "Ya, karena aku takut kehilanganmu. Bagaimana kalau kau juga mengalami hal yang sama dengan Grace?" Sarah terdiam. Ternyata Theo khawatir dengan dirinya. Dia khawatir melahirkan seorang anak bisa mencabut nyawa Sarah. Sementara Sarah memiliki kekhawatiran yang berbeda. Dia takut akan melahirkan anak seperti Grace. Dia takut akan melahirkan anak yang harus berjuang lebih keras dari orang lai
"Kau tidak anti pernikahan?" tanya Theo lagi untuk memastikan."Aku? Anti pernikahan? Tidak mungkin. Aku selalu menginginkan pernikahan," jawab Sarah tanpa penjelasan lebih jauh.Dia tidak ingin membuat Theo menjauhinya karena terlalu bersemangat membicarakan pernikahan."Tadi katamu ingin minuman hangat. Mau ke kafe sebentar?" ajak Theo sambil menunjuk sebuah kafe yang ada di depan mereka."Ayo," jawab Sarah berpura-pura bersemangat.Dia kecewa karena Theo tidak menanggapi perkataannya. Dia tahu Theo pasti kecewa dan merasa tertekan karena ternyata Sarah menginginkan pernikahan."Masuklah duluan, aku harus menelepon seseorang. Aku akan menyusul," ucap Theo setelah mereka keluar dari mobil.Sarah masuk ke dalam kafe yang sepi. Dia duduk di pojok dan mulai memeriksa buku menu yang diberikan pelayan. Sarah memesan coklat hangat dan sepotong kue manis. Tidak berapa lama kemudian Theo masuk sambil tersenyum."Maaf, ada beberapa pekerjaan penting yang cukup mendesak," ucap Theo lalu memes
"Apa? Menikah sekarang? Tapi Tuan-""Kalau kau tidak mau menikah sekarang, maka sebaiknya kalian berhenti berhubungan." Theo memotong perkataan Derick dengan perintah yang jelas. Derick dan Mona saling bertatapan dengan bingung. Mereka sama sekali belum merencanakan hubungan yang sejauh itu. Tapi Theo malah memaksa mereka menikah."Mengapa kami harus menikah sekarang, Tuan?" tanya Derick yang tidak mengerti dengan pikiran Theo."Aku tidak mau keponakanku bingung. Kau sudah terlalu dekat dengan mereka tapi mereka tidak bisa mengatakan bahwa kau ayahnya di hadapan teman-temannya. Kau akan selalu menjadi teman ibunya, yang bersikap seperti ayahnya. Lebih baik kalau kalian menikah dan kau menjadi ayah mereka.""Tapi aku memang bukan ayah mereka. Bagaimanapun juga, Tuan Tommy adalah ayah mereka.""Aku tahu itu! Tapi apa kau bisa berhubungan dengan Mona dan tidak berinteraksi dengan si kembar?"Derick menggelengkan kepalanya."Atau bisakah kau memperlakukan mereka seperti anak-anak lain? K
Derick mengangkat kepalanya perlahan. Dia menatap Mona dan Theo bergantian. Lalu berdiri dan menatap Theo dengan berani."Tuan, saya minta maaf.""Minta maaf untuk apa?" tanya Theo yang sepertinya sudah bisa menduga kemana arah pembicaraan Derick."Saya dan Mona saling jatuh cinta. Sebenarnya kami kemari untuk meminta restu Tuan untuk hubungan kami," jawab Derick yakin dengan suara yang hampir berbisik."Apa?" teriak Theo tidak percaya.Sarah menutup mulut menganganya dengan tangan. Dia juga tidak percaya dengan apa yang di dengarnya."Tuan, tolong maafkan saya. Saya juga tidak menyangka kalau akhirnya akan seperti ini," jelas Derick mencoba menenangkan tuannya.Sementara Mona hanya bisa diam menatap lelaki yang dicintainya memohon di hadapan kakak iparnya yang juga atasan kekasihnya."Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan?" tanya Theo mencoba menenangkan pikirannya.Theo tidak percaya bagaimana bisa adik iparnya berhubungan dengan Derick. Bukan karena derajat atau pekerjaan Deri
Theo yang sebenarnya tidak suka Sarah bekerja dengan orang dewasa, tidak bisa berbuat apa-apa ketika Sarah ingin melakukannya. Dia tidak punya alasan yang masuk akal selain tidak suka Sarah berinteraksi dengan pria lain. Membayangkannya membuat Theo cemburu dan kesal. Tapi Sarah akan menganggap dia picik jika terus memaksanya untuk menolak pekerjaan yang berhubungan dengan orang dewasa. Karena itu Theo akhirnya tidak punya pilihan selain menerima dengan pikiran terbuka. Lagipula Sarah sama sekali tidak meminta izinnya, dia hanya memberitahu Theo bahwa dia menerima pekerjaan mengajar di salah satu instansi pemerintahan.Sarah memberitahu Theo bahwa dia hanya akan mengajar sampai sebelum jam makan siang. Karena itu, Theo ingin memberikan kejutan dengan mendatangi tempat Sarah mengajar dan mengajaknya makan siang.Theo sengaja menunggu di luar gedung, dia tahu Sarah harus keluar dari pintu depan karena dia akan naik taksi. Dia ingin mengejutkan kekasihnya itu di hari pertama dia kembali
"Ada apa? Kenapa kau tampak marah?" tanya Theo bingung.Dia hanya berusaha membuat Sarah yakin kalau dia akan selalu ada di sisi Sarah apapun pilihan Sarah. Kalau Sarah tidak mau menikah, maka Theo akan mendukungnya meski dia sangat menginginkan Sarah menjadi istrinya."Ayo kita sapa Frank dan Claudia lalu pulang," sahut Sarah tidak menjawab pertanyaan Theo.Sarah tahu Theo tidak mau menikah, tetapi mengapa dia harus sesenang itu hidup tanpa ikatan dengan Sarah. Apakah Sarah tampak seperti wanita yang tidak perlu diperjuangkan, dijaga dan dimiliki selamanya.Sarah benar-benar marah dan kali ini dia tidak dapat menyembunyikannya."Baik, kalau itu maumu," jawab Theo yang masih bingung.Mereka berjalan ke arah pengantin tanpa memperhatikan apa yang sedang terjadi. Sarah dan Theo kaget karena tiba-tiba sebuah buket bunga muncul dari langit dan jatuh tepat di dada Sarah. Secara otomatis Sarah menangkapnya. Seluruh ruangan bertepuk tangan sambil tertawa bahagia.Sarah menatap Theo heran dan