Tidak sulit membawa tubuh Serena yang ramping menaiki tangga menuju kamar utama. Sambil memandang wajah yang tidak terusik itu, senyum Aldi terus terpatri di bibirnya yang sedikit tebal.
Aldi tetap tampan meski usianya sudah lebih dari empat puluh tahun, tubuhnya masih terlihat bugar dan mempesona.Meski begitu, Aldi adalah sosok pria yang sukar jatuh cinta. Dia hanya pernah mencintai Lydia sebelum Serena.pengkhianatan Lydia lah alasan mereka bercerai. Awalnya Lydia menolak karena dia sangat mencintai Aldi dan mengaku khilaf.Sayangnya Aldi mendapat bukti lebih dari satu saat Lydia dan selingkuhannya bermalam di hotel Sutomo.Lydia yang berpikir Aldi sangat mencintainya dan percaya padanya bisa dia bohongi.Lydia memohon agar Aldi tidak menceraikannya, karena orang tuanya akan malu, tapi Aldi sudah bulat tekadnya sampai akhirnya Aldi menunjukkan rekaman video panasnya, saat itulah Lydia bersedia bercerai asal Aldi tidak menunjukkan video itu pada keluarga besar mereka.Hampir satu tahun Aldi menyandang status duda tanpa anak, sikapnya menjadi dingin. Sakit hati? Sudah pasti. Ia berusaha menyembuhkan lukanya sendiri sampai akhirnya dia bertemu dengan Serena pegawai hotelnya yang baru.Saat itu Aldi melakukan briefing pada karyawannya, Serena datang terlambat dan berada di barisan terakhir.Bawahannya membisikkan sesuatu padanya.Aldi menyuruhnya menghadap ke ruangan karena ingin menegurnya secara langsung."Maafkan saya, Pak!" Serena menundukkan kepalanya tanda hormat."Siapa namamu?"Serena mengangkat kepalanya dan menunjuk name tag di dada sebelah kanannya."Saya tanya," kata Aldi."Saya jawab, Pak!" balas Serena.Aldi memalingkan wajahnya karena mulai kesal, "Sebutkan namamu!""Serena, Pak!""Baru bekerja dua minggu dan sudah terlambat tujuh kali." Aldi di beritahu oleh bawahannya tadi."Maaf, Pak! Soal itu karena rumah saya jauh dari sini." Serena memberi alasan."Itu masalah kamu. Sebagai staf di hotel ini, mau jauh ataupun dekat semua harus taat aturan."Serena menunduk, kedua tangannya tertaut di depan.Aldi mengamatinya, dia tahu gadis di hadapannya ini pasti sudah merasa bersalah."Sepertinya kamu belum siap bekerja di sini, kamu bisa buat surat pengunduran diri kamu hari ini!"Ucapan Aldi membuat Serena menganga dan kini matanya mulai berkaca-kaca. Sudah lama dia mencari pekerjaan dan baru di hotel ini merasa cocok, kini ia harus di pecat pula bahkan belum menerima gaji.Melihat mata indah Serena yang berkaca-kaca membuat Aldi mulai terpana 'cantik' begitulah dalam pikirannya."Baik Pak, saya akan mengundurkan diri!"Jawaban Serena di luar dugaan Aldi, ia pikir gadis itu akan memohon agar tidak di pecat apalagi melihat reaksinya, ternyata Aldi salah."Permisi, Pak!""Tunggu!"Serena kembali menghadap Aldi lalu menatap atasannya yang tampak mempesona di dalam balutan jas mahal yang membungkus tubuhnya."Lupakan soal pengunduran diri, saya minta kamu datang lebih pagi dari biasanya." Aldi tidak jadi memberhentikan Serena.Wajah mendung itu seketika berubah menjadi ceria, "Terimakasih, Pak!" ucap Serena dengan senyum menghiasi bibirnya dan itu mampu menghipnotis Aldi hingga tidak membalas ucapan dari Serena.Sejak saat itu Serena mengagumi sosok Aldi, begitu juga sebaliknya hingga Aldi memberanikan diri mengungkapkan perasaannya pada Serena.Sejak saat itu pula bayangan Lydia berganti menjadi rupa Serena, rupa saat gadis itu hampir menangis, juga saat gadis itu tersenyum. Aldi bahkan tersenyum bila mengingatnya.Aldi merasa telah jatuh cinta pada karyawannya sendiri dan memutuskan untuk menjadikan Serena kekasih.^^^^^^"Ataga!"Serena tersentak dari tidurnya, ia langsung duduk dan ingat dia ketiduran saat menunggu hujan reda."Sudah bangun!"Aldi datang membawa nampan berisi makanan. Ia telah mengganti stelannya dengan kaos putih berlengan pendek juga celana pendek selutut, namun itu tak mengurangi pesona ketampanannya hingga Serena tanpa sadar menggigit bibir bawahnya."Kata Mbok Darmi, kamu mau pulang, tapi ketiduran saat menunggu hujan reda," ucap Aldi seraya mendudukkan diri di tepi ranjang, "aku bawa makanan, kamu pasti lapar kan?"Aldi tersenyum dan itu manis sekali."Nggak, aku nggal lapar, aku mau pulang," kata Serena setelah kembali ke kesadarannya."Kamu mau pulang, udah jam segini?" Aldi menunjuk jam beker di atas nakas yang membuat Serena terbelalak menatap angkanya yang sudah berada di pukul dua belas malam.Dia merutuki dirinya yang bisa-bisanya terlelap begitu lama."Aku nggak mau paman dan bibi kepikiran." Serena memberi alasan, ia harus pulang malam ini juga."Nggak akan, aku udah suruh Benu ke sana, bilang kamu bermalam di sini dan mereka no problem. Benu juga udah ngasih nomor telponnya, kamu mau nelpon?" tanya Aldi berharap jawaban Serena tidak.Di luar dugaan, Serena mengangguk, "Iya, aku mau bilang akan pulang malam ini.""Kasihan, kalau kamu ganggu tidur mereka." Aldi punya alasan, "makanlah dulu biar perutmu tidak kosong!""Sudah tengah malam, aku nggak makan," tolak Serena."Kamu takut gemuk? Kamu lupa punya asam lambung?" Aldi masih ingat penyakit Serena yang satu ini."Nggak, aku memang terbiasa nggak makan malam," sela Serena."Pantas tubuh kamu kurus, padahal dulu lebih berisi dari ini. Ayolah, aku suapin ya?" tawar Aldi yang terus berusaha menghilangkan kecanggungan di antara mereka."Jangan!" Serena menahan dengan tangannya, "Kita nggak boleh dekat, kamu lupa kalau aku ini sudah di lamar?"Aldi meletakkan sendok kembali ke piring, nafasnya sedikit memburu seiring dengan tatapannya yang serius, darahnya memanas mendengar kalimat dari bibir Serena."Kamu nggak ngerti apa yang aku bilang tadi?" Tatapan lembut yang tadi telah berubah menjadi tajam.Serena sedikit takut, "Bu-bukan begitu, Di." Serena menjadi gugup.Aldi mencondongkan tubuhnya, wajahnya kian dekat ke wajah Serena, "Kau milikku, Serena dan akan selamanya milikku!"^^^^^^Serena merasa berdosa saat mengingat Billy yang jauh di sana. Bayangan saat ia melakukan malam kedua dengan Aldi terus menari di pikirannya.Percuma Serena melawan dan menolak, pada akhirnya ia kalah oleh Aldi yang menyentuhnya dengan paksa, sebelum akhirnya berubah dengan cinta dan kelembutan. Aldi menunjukkan kepemilikan yang utuh terhadap dirinya.Serena menatap sekeliling, di mana seprei masih berantakan, tapi tidak ada sosok Aldi di kamar luas itu.AwwSerena meringis saat merasakan ada yang ngilu di bagian bawahnya, wajar sekali bukan, ini adalah kali kedua dia melakukannya setelah malam pertama tujuh tahun yang lalu."Sudah bangun! Mau sarapan di luar atau aku bawa ke sini?" Aldi masuk ke kamar dengan pakaian yang sudah rapi dan kalimat perhatiannya. Serena melirik jam, ternyata sudah hampir pukul delapan."Aku mau pulang," kata Serena."Iya, kita akan pulang setelah kamu mandi. Di lemari ada pakaian untukmu, pakailah, aku pikir ukurannya pas di tubuhmu."Aldi menunjuk walk in closet yang terletak di sebelah kiri tempat tidur. Serena masih bergeming. Ia merasa tidak nyaman dengan area sensitifnya, namun tidak ingin Aldi mengetahuinya.Ternyata Serena salah, Aldi menaikkan satu alisnya kemudian matanya tertuju pada bagian bawah Serena, hal itu sontak membuat Serena menaruh tangannya di atas selimut."Aku tahu, kamu pasti kesakitan, maaf! Aku terlalu bersemangat sampai melakukannya dua kali. Aku lupa kalau ini pasti malam kedua buatmu, maaf!"Astaga!Lancar sekali Aldi bicara sedangkan Serena menunduk malu tak berani menatap wajah Aldi. Lalu dengan cepat dia mengangkat tubuh istrinya itu ke dalam gendongan sampai suara pintu terdengar.Ceklek"Kakak!"Kepulangan Himawan dipercepat guna memberikan keleluasaan pada Aldi dan Serena di Bali. Ia sengaja membawa Ranu cucunya agar tidak mengganggu.Himawan ingim cucu yang banyak sebelum ajal memanggilnya. Hari ini dia ingin mengecheck keadaan salah satu hotel yang kebetulan dipimpin oleh menantunya, tapi melihat Billy dan mendengar pengakuan ibunya membuat Himawan terkejut."Ayah, maaf tidak mengabari sebelumnya." Aneska muncul dari balik pohon. Sungguh ia sangat takut jika Himawan akan membongkar siapa dirinya saat ini."Ini kebetulan sekali," seru Dewi senang, "kata Aneska Pak Himawan sedang liburan ternyata sudah pulang." Dewi tersenyum sangat ramah tapi berbeda dengan Billy yang tampak datar lalu Aneska yang wajahnya tampak tidak nyaman. "Ya, saya juga ingin mendengar cerita tentang mereka berdua." Himawan menyambut ucapan Dewi. Ia pun mengajak mereka ke rumahnya, termasuk Aneska juga. Sampai di sana Dewi takjub melihat rumah Himawan yang besar. Impiannya punya besan kaya sudah t
Entah sudah berapa lama Aneska berdiam diri di dalam toilet, memikirkan apa yang harus ia lakukan. Ibu Billy ingin bertamu ke rumah mereka.Rumah Himawan tepatnya.Aneska tak mungkin membawanya. Dia jadi terjebak oleh rencana Jane sahabatnya."Bil, coba kamu panggil," ucap Dewi yang merasa ini tidak wajar."Biarin aja, Bu. Mungkin lagi ngeden," jawab Billy santai. Dia memang tidak peduli pada wanita itu.Ck"Lama!" Dewi berdecak. Ia mulai merasakan kecurigaan dari sikap Aneska. Aneska memasang senyum palsu begitu keluar dari toilet. Dia pun mengajak keduanya turun untuk makan di bawah, "Tante dan Billy menginap saja di sini, aku sudah pesankan kamar.""Loh, kamu tidak ada rencana membawa kami ke rumah orang tuamu?" Dewi mengeryit heran. Aneska memalingkan wajah, menggigit bibir bawahnya. Membawanya ke rumah Susi bukanlah pilihan yang tepat. Bisa-bisa ibunya itu akan bikin ulah dan malu. "Ayah sedang liburan, Tan. Mungkin lusa baru pulang." Aneska beralasan meskipun benar adanya
Aldi merencanakan liburan untuk mereka. Ada Himawan dan juga Ranu. Meninggalkan sejenak kesibukan di dunia kerja.Pagi ini pesawat yang membawa mereka telah tiba di Bali. Aldi membawa mereka ke sebuah rumah yang bagian belakangnya menghadap ke pantai."Kamu nyewa rumah, Mas. Kan cuma tiga hari saja?" Serena merasa ini terlalu berlebihan mengingat mereka hanya enam orang saja.Belum lagi Aldi menjawab, Serena sudah terpukau oleh gambar besar yang ruangannya baru saja ia masuki, "I-ini rumah Mas Aldi?"Pria itu menjawab dengan pelukan di pinggang sang istri. Dagunya jatuh tepat di bahu Serena, "Ini milikmu sayang. Hadiah pernikahan tujuh tahun yang lalu. Mas baru sempat menunjukkannya setelah selesai di renovasi.Serena terharu, ternyata suaminya sudah menyiapkannya rumah sejak dulu, pantas saja ada foto menikah mereka di atas tempat tidur king size."Sayang, ini bukan sekedar liburan untuk kita. Mas Aldi ingin kita memiliki anak lagi, kamu mau kan?" Kini mereka berhadapan saling m
"Jangan melamun, seharusnya kamu manfaatin ini dengan baik. Kalau aku jadi kamu inilah kesempatan buat balas sakit hati kakak iparmu itu." Jane terus membisikkan semangat untuk Aneska.Jane diam saat melihat sosok Dewi datang mendekati merekam"Anes, sudah saatnya kita pergi dan kamu, siapa namamu?" Dewi begitu ramah memperlakukan Aneska berbeda dengan Jane."Siap, saya Jane," jawab Jane cepat."Kamu tidak perlu ikut," ucap Dewi sedikit ketus."Saya juga tidak mau ke sana, tugas saya hanya memastikan kalau adik saya sudah di nikahi. Itu saja." Jane tidak begitu menyukai Dewi yang cepat berubah pikiran. Terlihat mata duitan. Dia membayangkan kalau Dewi tau Anes sudah didepak dari keluarga Himawan pastilah dia akan membenci Aneska. Setelahnya ia pun pamit pada Aneska, tak lupa mengucapkan selamat dengan tawa."Sudah, ayo pulang!" Billy mengajak keduanya. Ia terlalu lelah dan pusing dengan apa yang sudah terjadi.Di rumah Aneska di antar ke kamar, sedangkan Billy menyusul ibunya k
Susi masuk ke dalam, ia meminta handphone dengan menengadahkan tangannya, "Berikan cepat!" perintahnya.Dodi menyembunyikan di balik tubuh kurusnya, "Nggak mau, ini privasiku, Bu," tolaknya."Privasi-privasi? Emangnya kamu siapa pakai privasian segala. Makanmu saja masih ibu yang tanggung sok segala privasi." Susi mengomel sambil melotot, "cepat sini!""Nggak, nanti ibu ambil semua." Dodi tetap bersikeras memegangnya. Susi geram dan akhirnya maju lalu merebutnya dengan paksa."Bu!" protes Dodi saat benda pipih yang menyimpan rahasia m bankingnya sudah beralih ke tangan ibunya."Udah diem!" Susi menggulirnya dan menemukan pesan m banking senilai sepuluh juta rupiah, "Apa yang kamu jual ha? Ini uang dari mana?" Susi marah dan menatap kakak dari Aneska itu."Sembarangan ibu tuduh aku menjual, yang ada ibu tuh yang sudah jual sofa sama lemari. Terpaksa duduk di lantai kita," gerutu Dodi tak terima."Ibu jual juga biar kita bisa makan, kau pikir sekarang mau dapat duit dari mana, Ane
"Bu, jangan menangis, bisa saja ini akal-akalan mereka. Kita pulang saja sekarang!" Sudah satu jam sejak Dewi bangun dari pingsannya.Billy menenangkannya, tapi ibunya menolak untuk pulang, "Jangan mudah tertipu dengan orang yang tidak kita kenal," katanya lagi agar ibunya segera menurut."Kamu nggak kenal dia? Apa kamu mau lepas dari tanggung jawab? Nih, nih, lihat wajahnya baik-baik, kalian pernah ketemu kan di forum bisnis?" Jane mengangkat dagu Aneska agar wajah itu terlihat jelas oleh Billy.Billy terkejut, sekarang dia melihatnya dengan jelas, tadi saat di tempat tidur dia hanya melihatnya dari samping."Kau!" ucapnya pelan. Billy meneguk ludahnya. Bertanggung jawab dengan perempuan jahat yang pernah mencelakai Serena, mustahil baginya.Billy tak akan lupa dengan perbuatannya yang turut andil dalam perpisahan Serena dulu.Dewi berdiri, ia mendatangi gadis yang sudah tidur dengan anak kesayangannya, ia menatap Aneska dari ujung kaki hingga kepala.Kulitnya bersih, sepertinya
Aaaa...."Brisik! Jadi cowok kok menjerit," ucap Aneska santai, ia tengah duduk bersandar di headboard sambil meniup-niup kukunya."Tidak, ini tidak mungkin! Ya Tuhan! Apa yang sudah terjadi padaku?" Billy rasanya ingin menangis, dia lebih fokus pada dirinya sendiri dari pada dengan Aneska.Ingatannya kemudian berputar pada kejadian tadi malam, temannya mengajak bertemu di club, tapi Billy tidak minum sampai seorang bartender wanita berkepala plontos mengantarkan jus kepadanya."Tuan, ini jus khusus untuk pengunjung yang tidak suka alkohol." Jane yang menyamar meletakkannya di atas meja. Billy sempat mengucapkan terima kasih.Kedua temannya mengajak bersulang dan Billy pun meminum jus itu perlahan, namun sampai habis tak bersisa."Kasihan, pasti dari tadi kamu haus," komentar temannya.Billy mengangkat bahunya, "Aku bukan peminum seperti kalian," kata Billy, "oh ya, sepertinya aku harus pergi sekarang." Billy kemudian pamit."Ya, silahkan, terima kasih sudah datang ke sini!" ucap
"Sia*lan! Dia memutus pemasukanku, Bu. Dari mana lagi kita akan dapat uang?" Aneska terkejut saat gajian dia hanya menerima yang semestinya sedangkan uang yang selalu ia terima tiap bulan di luar gaji benar-benar di stop oleh Serena.Sudah satu bulan dia memilih diam dan tak mengusik Serena, semua ia lakukan demi mengambil hati ayahnya kembali. Dengan kata lain Aneska ingin di akui kembali oleh Himawan sebagai anak."Lantas kita harus apa? Ibu juga sudah pusing nggak pernah menyimpan uang lagi." Susi ikut menggerutu, "kamu sih Nes, harusnya jangan gegabah!""Ibu kok nyalahin aku? Padahal ibu sendiri yang nggak sabaran sampai melabrak anaknya si Serena. Sekarang semuanya apes. Mana saham yang atas namaku udah ditarik lagi." Aneska ingin mengumpat saja. Punya keluarga tidak ada yang bisa di andalkan. Belum lagi Susi yang hobinya berjudi padahal selalu kalah. "Kenapa nggak rayu lagi ayah angkatmu, jangan nyerah minta maaf. Demi uang apapun harus kau lakukan." Susi memberi saran.
Aneska di pulangkan ke rumah orang tuanya, tapi tidak dengan pekerjaan. Dia masih mengelola salah satu hotel di Jakarta. Himawan kembali menarik saham yang pernah di atasnamakan untuk putri angkatnya itu.Bukan hanya dia saja, Serena juga di berikan kepercayaan yang jelas sudah ia tolak karena merasa tidak perlu. Serena hanya takut Aneska semakin membencinya. "Kamu berpengalaman, ayah akan menjadikanmu pimpinan di atas Aneska agar dia tidak semena-mena lagi." Himawan tetap memaksa. Dia sudah menerima Serena dan juga Ranu cucunya. Kekecewaannya terhadap Aneska sangat dalam. Aldi senang saja mendengarnya. Istrinya sekarang punya saham sendiri dan menjadi pimpinsn di salah satu hotel mereka."Mas, Aneska akan semakin membenciku," protes Serena saat mereka berdua di kamar."Justru dengan kau di atasnya, dia akan takut berbuat jahat. Ayah sudah mengancamnya, kalau dia nekat menyakitimu maka tak ada yang diberikan ayah untuknya. Lagi pula kau sudah memiliki wewenang bila dia melakukan