Beranda / Romansa / Terjerat Pesona Kakak Ipar / Bayang-bayang Masa Lalu

Share

Bayang-bayang Masa Lalu

Penulis: Arsyla Adiba
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-14 02:12:11

Pov Liam

Suara mobil yang terdengar dari luar jendela membangunkan aku dari lamunan. Aku mendekat ke jendela kamar dan melihat Gavin baru saja tiba, tampak lelah namun tetap sigap dengan pekerjaannya. Aku menggelengkan kepala, tak heran dengan sikapnya yang selalu gila kerja. Berbeda denganku, yang lebih memilih menikmati hidup dan waktu yang ada.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu kamar tertutup. Aku tahu, Gavin pasti sudah masuk ke kamar bersama Alexa. Sesaat, aku merasa canggung, entah mengapa, meski aku tak tahu harus merasa apa. Bagaimana pun juga, aku adalah kakak ipar, dan Alexa adalah istrinya.

Aku menghela napas pelan dan berbalik dari jendela. Jika sudah seperti ini, mungkin lebih baik aku keluar untuk mencari udara segar. Aku turun ke lantai bawah, berusaha mengusir ketegangan yang ada di tubuhku. Aku ingin membuat secangkir teh atau kopi, sesuatu yang bisa menenangkan pikiranku.

Malam ini aku tidak bisa tidur, mungkin karena di pesawat tadi aku sudah tertidur cukup lelap. Atau mungkin karena otakku terus terjaga oleh berbagai perasaan yang muncul begitu saja sejak aku kembali ke rumah ini. Perasaan yang tidak mudah untuk dijelaskan, apalagi dengan kehadiran Alexa di sekitarku.

Aku berdiri di dapur, merenung sejenak. Entah mengapa, perasaan cemas dan gelisah tiba-tiba muncul begitu saja. Ada sesuatu yang mulai terasa berbeda, terutama dengan Alexa.

Saat aku melihat Alexa, entah mengapa hatiku tiba-tiba berdebar. Dia benar-benar cantik, lebih dari yang aku kira. Matanya yang penuh ekspresi, kulitnya yang halus, dan senyumnya yang manis… semuanya membuat aku terpesona. Senyumnya yang ringan, penuh kelembutan, itu yang membuatku merasa canggung sekaligus tertarik.

Aku tahu aku harus menjaga jarak, bahwa dia adalah istri dari Gavin, adikku. Tetapi entah mengapa, ada sesuatu dalam diriku yang sulit untuk dipahami. Setiap kali dia tersenyum atau berbicara, seolah dunia sekitar kami hilang begitu saja. Aku merasa tertarik, lebih dari sekadar rasa simpati yang seharusnya aku miliki sebagai kakak ipar.

Aku meneguk kopi yang baru saja kuredam, mencoba mengalihkan perhatian dari perasaan yang tiba-tiba muncul. Aku tahu ini salah. Aku tidak bisa membiarkan perasaan ini berkembang lebih jauh. Dia adalah bagian dari hidup Gavin, dan aku harus menghormati itu.

sedang asyik memikirkan Alexa, terlarut dalam kebingunganku sendiri, ketika tiba-tiba mataku tertuju padanya. Ia turun dari tangga, mengenakan pakaian yang, sejujurnya, membuatku merasa tergoda. Seketika, pikiranku terhenti. Apa dia sudah lupa kalau ada lelaki asing, selain suaminya, yang tinggal di sini sekarang?

Aku merasa tidak nyaman dengan perasaan ini, namun tubuhku seakan tidak bisa mengabaikan penampilannya. Pakaian yang dia kenakan terasa begitu ringan dan tak terduga, mengungkapkan sisi dirinya yang lebih memikat. Rambutnya yang tergerai, tubuhnya yang ramping, dan tatapan matanya yang penuh ketenangan, semuanya hanya membuat diriku semakin gelisah.

Seketika itu juga aku menyadari betapa sulitnya mengendalikan perasaanku, terutama ketika Alexa ada di dekatku. Aku tahu ini salah, sangat salah. Tetapi, aku tidak bisa menutup mata dari kenyataan bahwa setiap gerakannya selalu menarik perhatian. Aku mencoba menahan diri dan berpikir rasional, tapi perasaan yang muncul begitu kuat, hampir memaksaku untuk melangkah lebih jauh.

Aku mengikuti Alexa dari belakang, menikmati setiap inci tubuhnya, semakin dekat kini aku tepat berdiri di belakangnya.

"Kamu belum tidur Alexa?" Tanya Ku sambil melihat Alexa yang terkejut, mataku tak lepas dari tubuhnya meskipun aku mencoba mengontrol tapi tubuh Alexa seperti candu yang ingin aku pandangi.

"Ah aku cuman mau ambil air," jawab Alex terdengar bergetar, sambil merapikan rambutnya yang terlihat lucu di mataku.

Aku mengganguk pelan,tapi mataku tak.lepas dari tubuhnya "Kamu tahu malam ini terasa dingin,"ucapku sambil menahan hasrat pada diriku.

"Aku baik-baik saja,"jawabnya.

"Kamu baik-baik saja, sepertinya ada yang mengganggu pikiran mu?" Ucap ku pelan dan tenang terus memperhatikan Alexa yang salah tingkah karena tatapan ku.

Alexa terdiam sejenak, "Aku hanya lelah dan kesal," jawab alexa ragu.

"Kamu tahu," kata ku lagi, lebih lembut sekarang, "Kamu nggak perlu menahan semuanya sendiri, Alexa. Terkadang, berbicara tentang itu bisa membantu."

Alexa tanpak gusar, ia melihat ku dengan tatapn tak nyaman,"Kak Liam mau apa ke dapur?"

Aku sedikit terkejut, mendengar pertanyaan dari Alexa yang sengaja mengubah topik pembicaraan, aku tersenyum tipis ke arah nya "Oh, aku cuma lewat saja. Tidak ada yang spesial," jawab ku.

"Kalau begitu, aku kembali ke kamar dulu," kata Alexa.

Aku mengangguk, memberikan senyum terbaik ku padanya." Kamu istirahat saja Alexa jangan memikirkan hal-hal yang bikin pusing" ucapku sedikit memberi perhatian padanya.

Aku memperhatikan Alexa menaiki tangga dengan langkah pelan. Gerakannya memancarkan sesuatu yang tak terdefinisikan—mungkin anggun, mungkin sederhana. Dari sudut ini, aku bisa melihatnya dengan jelas, tapi aku memutuskan untuk tidak berlama-lama. Kuletakkan cangkir kopi di meja, membiarkan aromanya menguar, lalu beranjak kembali ke kamar.

Sampai di tangga, langkahku terhenti sejenak saat melihat pintu ruang kerja Gavin terbuka. Dari dalam, Gavin keluar perlahan, dengan raut wajah yang memancarkan kelelahan. Lingkaran gelap di bawah matanya dan postur tubuhnya yang sedikit membungkuk menceritakan semuanya—ia jelas sudah menghabiskan terlalu banyak waktu di balik layar komputernya.

Dia menyadari kehadiranku dan menatap sekilas, sebelum menghela napas panjang. "Kamu belum tidur?" tanyanya dengan suara serak, sambil menyandarkan tubuhnya di kusen pintu.

"Aku baru saja mau kembali tidur,"

"Jangan terlalu gila kerja, Vin. Tubuhmu juga butuh istirahat," ucapku, suaraku lebih lembut dari biasanya.

Gavin mengangguk pelan, seolah mengerti tapi tetap tak sepenuhnya yakin. "Iya, baiklah, Kak," jawabnya sambil menegakkan tubuh. "Aku sekarang akan tidur."

Gavin berjalan perlahan menuju kamarnya, bahunya tampak sedikit merosot, mungkin karena kelelahan. Aku memperhatikannya sampai pintu kamarnya tertutup rapat, suara kecil dari engsel pintu bergema di lorong yang sepi.

Setelah memastikan dia masuk, aku berbalik dan melangkah menuju kamarku sendiri yang berada di ujung lorong. Langkahku terdengar pelan di atas lantai.

Aku membuka pintu kamar dengan lelah, membiarkan udara dingin malam menyambutku. Tubuhku langsung kurebahkan di atas ranjang, berharap rasa kantuk segera membawaku pergi. Namun, suara ponsel yang berdering tiba-tiba memecah keheningan, membuat kepalaku berdenyut karena kesal.

Mataku melirik layar yang bersinar, dan nama "Merry" terpampang di sana. Aku menghela napas panjang, terlalu lelah untuk meladeni apa pun yang ingin dia katakan malam ini. Tanpa berpikir panjang, aku membalikkan ponsel tersebut dan menyimpannya agak jauh di meja samping ranjang.

Aku menarik selimut, mencoba menutup mata dan membiarkan dunia luar memudar, setidaknya untuk beberapa jam ke depan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Malam bersama Liam

    Pov AlexaSetelah menerima pesan dari Gavin, Alexa hanya bisa termenung di kamar. Pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan yang tak terjawab.“Padahal sekarang hari libur,” gumamnya pelan sambil menatap layar ponsel di tangannya. “Pekerjaan apa sih, Vin, sampai kamu nggak pulang malam ini?”Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Suara pintu kamar yang terbuka pelan membuat Alexa tersentak dari lamunannya. Ia segera menoleh, mengira Gavin sudah pulang. Namun, yang muncul di ambang pintu justru Liam.“Kak Liam?” tanya Alexa. “Gavin belum pulang?” tanya Liam, memecah keheningan malam.Alexa mengangguk sambil menghela napas. “Iya, Kak. Katanya ada pekerjaan mendadak,” jawabnya pelan, nada suaranya terdengar lelah dan sedikit ragu.“Kalian kan sekantor. Apa Kak Liam tahu pekerjaan apa yang dimaksud Gavin?” tanyanya.Alexa menatap Liam, seolah berharap menemukan jawaban yang bisa menenangkan hatinya. Namun, Liam hanya menggeleng pelan. “Aku nggak tahu, Lex,” ucapnya dengan na

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Rahasia Gavin

    Pov GavinGavin duduk di dalam mobil, matanya menatap jalanan yang berlalu begitu cepat di depannya. Ia merasakan kegelisahan yang terus menghantui sejak pagi tadi. Dengan tergesa-gesa, ia menghentikan mobilnya di depan rumah dan segera keluar.Pintu rumah dibuka dengan cepat, langkah Gavin terdengar berat namun penuh kecemasan. “Amara! Di mana Zain?” serunya, suaranya penuh kekhawatiran.Amara muncul dari ruang tengah, wajahnya terlihat lelah dan cemas. “Zain di sini, Gavin. Dia masih panas,” jawabnya sambil menggendong bayi mereka yang baru berusia satu bulan.Gavin mendekat, melihat Zain yang terbaring lemah di pelukan ibunya. Wajah kecil itu terlihat pucat, matanya setengah tertutup. Gavin perlahan mengulurkan tangan, membelai kepala Zain dengan lembut.“Zain…” panggilnya pelan, seolah tak ingin mengganggu kenyamanan anaknya. Ia mencoba menenangkan dirinya sendiri, meski hatinya terasa mencelos melihat kondisi putranya.Amara memandang Gavin, lalu berkata, “Kita harus segera bawa

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Ikatan yang tak terucap

    Inara, Baskara, Gavin, Liam, dan Alexa berkumpul di ruang tamu. Di sudut ruangan, koper milik Inara dan Baskara sudah siap untuk dibawa. Suasana terasa sedikit hening, seakan semua orang merasa berat untuk berpisah.“Ibu sama Ayah pamit pulang ya, Alexa,” ujar Inara dengan nada lembut. Ia mendekati Alexa, menunduk, lalu menyentuh perut menantunya dengan penuh kasih. “Nenek pamit dulu, ya. Nanti nenek kapan-kapan ke sini lagi.”Alexa tersenyum tipis, matanya mulai berkaca-kaca. “Padahal Alexa senang banget ada Ibu sama Ayah di sini. Jadi ada teman ngobrol dan nggak kesepian.”Inara melirik tajam ke arah Gavin, matanya menyorotkan teguran. “Tuh, denger ucapan istri kamu, Gavin. Dia itu kesepian di rumah sendirian. Apa kamu nggak kasihan?”Gavin menghela napas panjang, mencoba membela diri. “Kan aku kerja, Bu. Bukannya sengaja ninggalin Alexa sendirian.”Inara mendesah, mengangkat alisnya dengan ekspresi penuh sindiran. “Alasan terus. Kalau kamu memang sibuk kerja, setidaknya pikirin jug

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Pintu yang terkunci

    Malam telah tiba ketika Gavin akhirnya pulang ke rumah, sekitar lima menit setelah Liam tiba lebih dulu. Suasana di ruang makan terlihat sibuk. Inara sedang mengatur hidangan di meja makan, sementara Baskara membantu istrinya dengan membawa piring tambahan.Di dapur, Alexa yang terlihat sedikit lebih segar setelah istirahat turun dari tangga dan langsung menghampiri Inara."Bu, aku bantu, ya?" ujar Alexa lembut, menawarkan diri.Inara menoleh dan menggeleng sambil tersenyum tipis. "Gak usah, Alexa. Kamu masih perlu banyak istirahat. Duduk saja, biar Ibu yang urus semuanya."Alexa ragu sejenak, tapi akhirnya menurut. Ia melangkah pelan ke meja makan dan duduk di kursi yang biasa ia tempati. Liam yang sedang menuangkan air ke gelas menoleh ke arah Alexa.“Kamu udah mendingan, Alexa?” tanyanya penuh perhatian.Alexa mengangguk kecil. "Udah lebih baik, Kak. Makasih." Tak lama kemudian, Gavin masuk ke ruang makan, meletakkan tas kerjanya di sudut ruangan. Matanya sekilas menyapu suasana d

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Kecurigaan Inara

    Liam keluar dari kamar Alexa dengan langkah pelan, memastikan pintu tertutup rapat tanpa suara. Sesaat ia berdiri di depan pintu, menarik napas panjang untuk menenangkan pikirannya yang kalut. Kemudian, ia menuruni tangga menuju dapur, di mana aroma masakan memenuhi udara.Inara terlihat baru saja selesai memasak. Ia menoleh ketika mendengar langkah kaki Liam mendekat. "Gimana Alexa?" tanyanya dengan nada lembut, meski wajahnya jelas memancarkan kekhawatiran.Liam membuka kulkas, mengambil segelas air putih, lalu meneguknya perlahan untuk meredakan tenggorokannya yang terasa kering. "Dia sudah tidur, Bu," jawabnya singkat.Inara mengangguk pelan, tapi ekspresinya berubah menjadi serius. "Seharusnya suaminya yang jaga dia, Liam. Kenapa malah kamu yang repot? Bukannya kamu juga punya kehidupan sendiri?"Liam terdiam sejenak, menggenggam erat gelas yang ada di tangannya. Pandangannya menatap kosong ke arah dapur sebelum akhirnya ia menjawab. "Itu juga gak sengaja, Bu. Aku ketemu Alexa di

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Perhatian Liam

    Alexa dibaringkan di ranjang pemeriksaan, sementara Liam berdiri di sampingnya dengan ekspresi khawatir. Dokter, seorang pria paruh baya dengan kacamata bulat, mulai memeriksa tekanan darah Alexa dengan teliti.“Bagaimana, Dok?” tanya Liam, suaranya terdengar cemas.Dokter menatap Alexa yang tampak pucat sebelum menjawab, “Kondisinya cukup stabil sekarang, tapi tekanan darahnya sedikit rendah. Ibu Alexa, apa Anda sering merasa pusing atau lemas belakangan ini?”Alexa mengangguk pelan. “Iya, Dok. Beberapa hari terakhir, saya sering merasa pusing. Tapi saya pikir itu hanya kelelahan biasa.”Dokter mengangguk, mencatat sesuatu di buku catatannya. “Ini bisa jadi karena tekanan darah rendah yang dipengaruhi oleh stres atau kurangnya asupan nutrisi. Mengingat Anda sedang hamil, hal ini perlu mendapat perhatian khusus. Saya akan memberi resep vitamin tambahan untuk membantu menjaga stamina Anda. Dan, tolong hindari stres, ya.”Liam menyela, “Jadi, tidak ada yang serius, Dok?”“Tidak ada yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status