Home / Romansa / Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya / Dokter Keras Kepala vs Pasien Mafia

Share

Dokter Keras Kepala vs Pasien Mafia

Author: THANISA
last update Last Updated: 2025-03-05 14:32:04

Di sudut ruangan, Dante hanya bisa tersenyum lebar. Sepertinya, untuk pertama kalinya, ada seseorang yang benar-benar bisa menantang bosnya tanpa takut kehilangan nyawa.

Dan jujur saja, dia cukup menikmati melihatnya.

Elera melepas sarung tangannya dan membereskan peralatan medis seadanya yang baru saja digunakan untuk menangani luka Leon. Tangannya masih sedikit gemetar, bukan karena takut, melainkan karena frustrasi.

"Baiklah, aku sudah melakukan tugasku." Ia menatap Leon yang kini duduk bersandar di sofa dengan mata tertutup. "Sekarang aku akan pulang."

Leon membuka matanya, menatapnya sekilas sebelum dengan santai menjawab, "Tidak."

Elera mengerutkan kening. "Apa maksudmu tidak?"

Leon menghembuskan napas pelan, lalu duduk lebih tegak. "Kau tidak bisa pergi sekarang. Itu terlalu berbahaya."

Elera mendengus. "Bahaya? Aku bukan bagian dari ini semua. Aku hanya kebetulan lewat, menyelamatkanmu, dan sekarang tugasku sudah selesai. Aku harus pulang, Leon."

Dante yang berdiri di sudut ruangan tertawa kecil, sementara Leon hanya menatapnya dengan ekspresi datar. "Kau pikir setelah semua yang terjadi malam ini, mereka akan membiarkanmu pergi begitu saja?"

"Apa maksudmu?" Elera menyipitkan matanya, tidak suka dengan nada suara Leon.

Leon menyandarkan dirinya ke sofa dengan santai, meskipun jelas masih menahan nyeri di perutnya. "Sergio Serrano tahu bahwa ada seseorang yang menolongku malam ini. Kau sudah terlihat, Elera. Jika mereka menemukan identitasmu, kau akan jadi target mereka."

Jantung Elera mencelos. "Jadi maksudmu… aku bisa dibunuh?"

Leon mengangguk. "Kau cukup pintar untuk memahami situasinya."

Elera terdiam, otaknya berusaha mencerna semua informasi ini. Ini terlalu cepat, terlalu kacau. Ia hanya ingin menjalani hidupnya sebagai dokter, bukan terlibat dalam perang mafia.

Namun, sebelum ia bisa menjawab, suara langkah kaki terdengar mendekat.

"Hah, ini benar-benar kejutan."

Suara familiar itu membuat Elera menoleh, dan matanya membelalak saat melihat sosok pria yang baru saja masuk ke dalam ruangan. "Kai?!"

"Jadi benar kau, Elera." Kai, pria dengan jas putih yang menunjukkan statusnya sebagai seorang dokter, menyeringai lebar. "Aku pikir mataku salah lihat saat mendapat laporan tentang seorang dokter wanita yang menangani si singa liar ini."

Elera mengerjap, masih belum bisa memproses fakta bahwa Kai Armand, seniornya di universitas dulu, kini berdiri di depan matanya—dan ternyata dokter pribadi Leon.

"Tunggu… kau?" Elera menatapnya dengan bingung.

Kai mengangguk santai. "Yap. Aku dokter pribadi pria ini." Ia melirik Leon dengan ekspresi geli. "Tapi ternyata aku datang terlambat karena dia sudah menemukan pengganti yang cukup berbakat."

Leon mendengus. "Terlambat adalah hal yang sudah biasa darimu."

Kai terkekeh. "Ya, ya. Aku memang tidak pernah buru-buru, apalagi kalau aku tahu pasienku ini masih bisa bertahan hidup."

Elera menatapnya tak percaya. "Kau dokter pribadi macam apa yang tidak segera tiba saat tuannya sekarat?"

Kai tersenyum miring, lalu duduk di kursi di seberang Leon. "Karena aku tahu dia tidak akan mati. Lagipula…"Kai menatap Leon dengan tatapan menggoda. "Aku juga tahu dia sudah menemukan seseorang yang bisa menghadapinya."

Dante tertawa kecil. "Haha! Jadi kau juga menyadarinya, Kai?"

Kai mengangguk, lalu menatap Elera dengan ekspresi penuh nostalgia. "Kau tahu, Leon, aku sudah lama mengenal wanita ini. Dan kalau kau pikir dia hanya dokter biasa, kau salah besar."

Leon menatap Kai malas. "Aku yakin kau akan mengatakan sesuatu yang menggangguku."

Kai tertawa pelan. "Elera adalah wanita paling keras kepala di universitas kami. Bahkan para profesor pun kewalahan berdebat dengannya."

Elera hanya mendesah dan menyilangkan tangan. "Aku tidak sekeras kepala itu."

Kai menoleh padanya dengan alis terangkat. "Oh ya? Kau ingat saat kau menantang dekan karena dia bilang wanita lebih baik jadi dokter anak daripada ahli bedah trauma?"

Elera memutar matanya. "Aku hanya mengatakan bahwa kompetensi tidak ditentukan oleh gender."

Kai menyeringai. "Dan kau ingat saat kau pergi ke Sudan untuk jadi relawan di zona perang selama enam bulan tanpa memberi tahu keluargamu?"

Elera menghela napas panjang. "Itu adalah kesempatan langka, dan aku ingin membantu."

Kai menoleh ke Leon dengan ekspresi penuh kemenangan. "Lihat? Dia ini tidak punya rasa takut, Leon. Bahkan medan perang pun tidak bisa membuatnya mundur. Aku rasa kau akhirnya menemukan lawan yang sepadan."

Leon mengamati Elera dengan tatapan baru, seolah menilai ulang wanita di depannya. Ia sudah menduga bahwa Elera bukan wanita biasa, tetapi fakta bahwa dia pernah berada di zona perang? Itu membuatnya semakin menarik.

Elera menatap Kai dengan kesal. "Kau bisa berhenti memberikan ceramah tentang masa laluku?"

Kai hanya terkekeh. "Aku hanya ingin Leon tahu bahwa dia tidak bisa menakutimu dengan cara biasa."

Leon hanya tersenyum tipis. "Aku tidak berencana menakutinya. Tapi aku juga tidak akan membiarkannya pergi."

Elera mendelik. "Aku tidak akan tinggal di sini, Leon."

Leon menyandarkan diri ke sofa, ekspresinya kembali dingin. "Kalau begitu, kau bebas pergi. Tapi jangan salahkan aku kalau nanti kau ditemukan mati di selokan besok pagi."

Elera mengepalkan tangannya. "Kau mengancamku?"

Leon menatapnya lama, lalu mengangkat bahu santai. "Bukan ancaman, hanya kenyataan. Musuhku sekarang tahu kau terlibat. Jika kau pergi, aku tidak akan repot-repot menyelamatkanmu lagi."

Dante bersiul pelan. "Sial, bos. Itu terdengar manis dan kejam dalam satu kalimat."

Kai tertawa kecil. "Selamat, Elera. Sepertinya kau resmi menjadi bagian dari kekacauan ini."

Elera menutup wajahnya dengan tangan, berusaha meredam keinginannya untuk berteriak. "Aku benci kalian semua."

Dante menepuk pundaknya dengan ekspresi terhibur. "Selamat datang di dunia kami, Dokter."

Leon menatap Elera yang masih sibuk menggerutu sambil merapikan peralatan medisnya. Nada suaranya tajam, ekspresinya penuh ketegasan, dan gerakannya cekatan. Ia bukan tipe wanita yang gentar menghadapi situasi sulit—dan itu membuatnya terasa… familiar.

Ada sesuatu tentang wanita ini. Caranya berbicara tanpa rasa takut, sorot matanya yang penuh determinasi, bahkan cara ia menatapnya seolah enggan tunduk di bawah kendali siapa pun. Leon merasa pernah melihat tatapan itu sebelumnya.

Pikirannya kembali ke lima tahun lalu—masa yang sudah lama ia kubur. Waktu itu, ia berada di ambang kehancuran, dikepung oleh musuh-musuh yang menginginkannya mati. Namun, seseorang datang di saat genting, memberikan bantuan tak terduga yang membuatnya bisa bertahan. Seorang kepala polisi… pria yang cukup berani untuk menentang sistem demi keadilan.

Matanya menyipit, menelusuri wajah Elera dengan lebih dalam. Dia tidak bisa mengingatnya dengan pasti, tetapi perasaan itu tetap ada—seakan-akan dia pernah melihat wanita ini di suatu tempat, di masa lalu yang tidak bisa ia sentuh dengan jelas.

Namun, sebelum pikirannya bisa menggali lebih dalam, Elera menoleh dengan tatapan penuh amarah. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Ada yang salah?"

Leon tersenyum kecil, menyembunyikan pikirannya. "Tidak. Hanya merasa kau sedikit terlalu berani untuk seseorang yang baru saja bertemu denganku."

Elera mendengus. "Aku tidak takut padamu, Leon."

Ya. Sama seperti pria itu.

Leon tidak menjawab, tetapi di dalam kepalanya, benih-benih ingatan mulai bersemi. Siapa sebenarnya wanita ini?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Dalam Diam, Bahaya Bernapas

    Matahari pagi menembus sela pepohonan di taman belakang mansion Santiago, menumpahkan cahaya lembut ke atas rerumputan yang masih basah. Udara terasa damai. Seekor burung kecil hinggap di pagar besi, berkicau pelan seolah ikut menikmati keheningan itu.Kai duduk di kursi taman dengan tongkat penyangga di sebelahnya. Kakinya sudah jauh lebih kuat, dan pagi ini dia berusaha berjalan tanpa bantuan.Elera datang membawa cangkir teh, menatapnya dengan senyum lembut.“Kau bandel lagi,” ujarnya sambil meletakkan cangkir di meja.Kai tertawa kecil. “Kalau aku nggak bandel, aku nggak akan pulih secepat ini.”“Kalau jatuh lagi, aku yang repot, Kai,” balasnya sambil mengangkat alis.Leon yang sedang di balkon atas hanya tersenyum melihat keduanya. Ia memandang mereka seperti seorang kepala keluarga yang baru saja menemukan makna damai yang lama hilang. Tapi damai itu... selalu menipis di matanya.Di halaman depan, Alva sedang menggandeng kedua bayi kembar yang mulai bisa berjalan kecil.“Pelan-p

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Bayangan di Balik Nama

    Pagi itu terasa lebih sunyi dari biasanya.Udara di mansion pegunungan masih sejuk, tapi entah kenapa, rasanya seperti ada sesuatu yang menggantung di antara kabut.Leon duduk di ruang makan, segelas kopi hitam mengepul di tangannya.Di ujung meja, Elera sedang menyuapi bayi kembar yang kini mulai berceloteh — suara mereka seperti lagu kecil yang memecah keheningan.Kai duduk di sofa, masih dalam jaket tipis, mencoba menulis sesuatu di catatan medisnya.“Sepertinya paru-paruku akhirnya berhenti protes,” gumamnya sambil tersenyum kecil.“Bagus,” sahut Elera tanpa menoleh. “Berarti kamu bisa mulai kerja ringan — lipat popok bayi, misalnya.”Kai menatapnya, pura-pura terkejut. “Aku dokter trauma bedah, bukan—”“—pahlawan rumah tangga?” potong Elera cepat.Kai mengangkat tangan menyerah. “Oke, kau menang. Tapi aku hanya lipat, bukan cuci.”Leon menatap mereka berdua dengan tatapan hangat. Untuk sejenak, suasana itu membuat pikirannya lupa pada pesan Ramos semalam.Namun tawa kecil dari Al

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Di Balik Senja

    Matahari mulai turun perlahan di balik pegunungan. Cahaya keemasan menyapu jendela besar mansion itu, membuat seluruh ruang keluarga terasa hangat dan damai. Untuk pertama kalinya setelah berhari-hari penuh kewaspadaan, suasana di rumah itu tampak… normal.Kai duduk di teras belakang, selimut menutupi kakinya, sementara Alva duduk di sebelahnya dengan papan strategi kecil di pangkuan. Di hadapan mereka, bayi kembar tertidur pulas di kereta dorong, wajah mereka tenang seperti tak ada dunia di luar sana yang bisa menyentuh.“Kau tahu,” kata Kai sambil tersenyum, “kalau mereka besar nanti, aku yakin mereka akan jadi lebih cerdas dari ayahnya.” Alva terkikik. “Tapi nggak bisa ngalahin Papa main strategi!” Kai mencondongkan tubuh, pura-pura berbisik, “Kalau kau di timku, kita pasti menang.”Alva menatapnya penuh semangat, lalu berlari ke dalam rumah sambil berteriak, “Papa! Paman Kai ngajak latihan perang lagi!”Elera muncul dari dapur, membawa nampan teh. Rambutnya dibiarkan terurai so

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Pagi di Udara Dingin

    Udara pegunungan terasa segar pagi itu. Kabut tipis menari di sela pepohonan pinus, dan cahaya matahari menembus lembut jendela besar mansion baru keluarga Santiago.Aroma kopi hangat dan roti panggang memenuhi dapur yang luas.Elera berdiri di meja dapur, rambutnya diikat asal dengan celemek bergambar singa kecil di depan dada. Di kursi bar, Kai duduk santai—atau lebih tepatnya berusaha santai—dengan perban masih melingkari pinggangnya.“Kau tahu, pasien pascaoperasi seharusnya tidak ikut bikin sarapan,” kata Elera tanpa menoleh.Kai meneguk kopinya dengan gaya paling tak berdosa di dunia. “Aku tidak bikin sarapan. Aku cuma mencicipi. Untuk memastikan gizinya seimbang.”“Untuk memastikan gula darahku naik karena kesal, maksudmu.”Elera melemparkan potongan roti ke arahnya. Kai dengan refleks menangkis—dan langsung meringis. Luka di perutnya masih belum sepenuhnya sembuh.Dari ruang tengah, tawa kecil menggema. Alva sedang berlarian dengan pakaian tempur mini, membawa pedang mainan da

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Di Antara Tawa dan Bayangan

    Hari-hari di mansion baru itu terasa seperti kehidupan kedua.Tak ada suara sirene, tak ada langkah tergesa penjaga yang panik—hanya suara tawa anak-anak, deru angin di taman belakang, dan aroma kue yang baru keluar dari oven.Kai sudah mulai berjalan tanpa tongkat sekarang. Setiap pagi, Alva akan menunggunya di teras sambil membawa dua cangkir kecil berisi teh—satu untuk “Paman Kai yang berani,” dan satu untuk dirinya sendiri.“Cepat, Paman, hari ini kita latihan strategi lagi!” seru Alva, wajahnya berseri-seri.Kai terkekeh, duduk di samping bocah itu. “Kau ini calon jenderal atau pengusaha kue, hm?”“Dua-duanya,” jawab Alva dengan bangga. “Papa bilang orang cerdas harus bisa memimpin perang dan pesta ulang tahun.”Kai tertawa sampai matanya menyipit, lalu menepuk kepala Alva pelan. “Leon benar. Tapi jangan lupakan satu hal—pemimpin sejati juga harus tahu kapan harus istirahat.”“Kayak Paman Kai sekarang?”Kai tersenyum. “Persis.”Dari jendela dapur, Elera memperhatikan keduanya den

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Sinyal di Tengah Kabut

    Malam itu, mansion di pegunungan seolah terisolasi dari dunia.Api di perapian berderak lembut, memantulkan cahaya ke wajah Kai yang sedang memangku salah satu bayi di kursi panjang. Alva tertidur di lantai, berselimut tebal, sementara Elera duduk di samping mereka dengan secangkir teh di tangan.“Dia mirip kamu,” kata Elera pelan, menatap bayi yang tertidur di pelukan Kai.Kai terkekeh kecil, matanya hangat. “Kalau mirip aku, artinya dia akan keras kepala.”Elera menatapnya sebentar, lalu tersenyum samar. “Bagus. Dunia ini tidak ramah untuk anak yang penurut.”Keheningan kembali turun. Hanya suara lembut malam, dan angin gunung yang menggesek dedaunan di luar jendela besar.Di ruang kontrol lantai bawah, Leon menatap deretan layar holografik yang menampilkan perimeter keamanan mansion. Matanya yang tajam memantul cahaya biru sistem digitalnya.Semua normal. Hening.Namun sesuatu di dalam dirinya terasa janggal. Terlalu hening.Ia mengetik beberapa perintah, meninjau ulang log keamana

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status