Share

Singa yang bertemu lawan

Author: THANISA
last update Last Updated: 2025-03-05 14:46:22

Elera duduk di atas ranjang empuk dengan tangan terlipat di dada, mata tajam menatap pintu kamar yang tertutup rapat.

Safe house? Tempat ini lebih mirip hotel bintang lima daripada tempat persembunyian. Tetapi tetap saja, ia merasa seperti tahanan.

Ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa hidupnya berubah drastis dalam semalam. Dari seorang dokter trauma yang sibuk di rumah sakit, kini ia menjadi ‘tamu’ dalam dunia seorang pria berbahaya.

Leon Santiago.

Memikirkan nama itu saja sudah cukup membuatnya mendengus kesal.

"Astaga, kenapa aku bisa terjebak dalam kekacauan ini?" gumamnya sambil memijat pelipisnya.

Di luar, suara langkah kaki mendekat.

Elera langsung menegang. Pintu terbuka tanpa ketukan, dan pria yang ada dalam pikirannya kini berdiri di hadapannya.

Leon.

Ia masih mengenakan kemeja hitamnya yang sedikit berantakan, luka di tubuhnya masih terlihat, tetapi auranya tetap tajam dan mendominasi.

"Kau tidak bisa terus mengunci diri di sini," ucapnya santai, seolah-olah ia sedang membahas cuaca.

Elera menatapnya tajam. "Oh? Aku tidak tahu kalau aku punya pilihan lain."

Leon melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya. "Aku ingin bicara denganmu."

Elera langsung bangkit dari ranjang, sikapnya waspada. "Kalau ini soal kau melarangku pergi, jangan repot-repot. Aku tidak setuju!"

Leon menatapnya tanpa terganggu. "Itu bukan negosiasi."

Elera nyaris ingin melempar bantal ke wajahnya. "Kau tidak bisa menahanku di sini selamanya!"

Leon berjalan lebih dekat, gerakannya lambat tetapi berbahaya. "Aku tidak ingin ada darahmu di tanganku, Dokter. Keluar dari tempat ini sekarang hanya akan membuatmu menjadi target."

Elera menelan ludah. "Jadi maksudmu, aku dalam bahaya?"

Leon hanya menaikkan satu alis. "Tadi malam sudah cukup membuktikan itu, bukan?"

Elera mengalihkan pandangan, ingin menyangkal tetapi tahu Leon benar. Ia memang melihat sendiri baku tembak itu, bagaimana pria ini nyaris terbunuh.

"Tetap saja," gumamnya. "Aku tidak bisa tinggal di sini. Aku punya pekerjaan, pasien yang harus kutangani."

Leon menghela napas pelan, seolah sudah menduga jawaban itu. "Kalau begitu, kita perlu kesepakatan."

Elera mengerutkan kening. "Kesepakatan?"

Leon bersandar di meja di sudut kamar, tatapannya tidak pernah lepas dari Elera. "Kau ingin bebas, dan aku ingin memastikan kau tetap hidup. Jadi, kita cari solusi."

Elera tidak menyukai nada suaranya. "Solusi seperti apa?"

Leon tersenyum tipis, senyum khas seorang pria yang sudah menyusun strategi di kepalanya.

"Tunggu dan lihat saja," katanya tenang. "Tapi aku yakin, kau tidak akan menolak tawaranku nanti."

Dan tanpa memberi Elera kesempatan untuk bertanya lebih lanjut, Leon berbalik dan keluar dari kamar.

Meninggalkannya dengan seribu pertanyaan yang berputar di kepalanya.

~~~~~

Suara langkah kaki Elera terdengar pelan saat ia menuruni tangga menuju ruang makan. Setiap langkah terasa berat, bukan karena tubuhnya lelah, tetapi karena pikirannya masih dipenuhi kemarahan.

Ia tidak suka dikurung.

Ia tidak suka diperlakukan seperti tahanan.

Dan yang paling ia benci, ia tidak suka merasa tidak punya kendali atas hidupnya sendiri.

Begitu melewati ambang pintu, matanya langsung menangkap sosok Leon yang duduk dengan tenang di ujung meja makan panjang.

Pria itu masih dalam balutan kemeja hitam yang bagian atasnya sedikit terbuka, menciptakan kesan santai tetapi tetap dominan. Luka-luka di tubuhnya masih ada, tetapi tidak sedikit pun membuatnya tampak lebih lemah.

Di sampingnya, seorang pria lain sedang sibuk memotong makanannya dengan tenang. Kai Armand.

Dokter pribadi Leon yang tampaknya lebih tertarik menjadi pengamat ketimbang bekerja.

Elera menghela napas panjang dan menarik kursi, duduk di seberang mereka tanpa sepatah kata.

Tatapan Kai langsung tertuju padanya, senyumnya terangkat seolah ini adalah hiburan pagi yang sudah ia tunggu.

"Ah, akhirnya kau keluar juga," katanya dengan nada ceria. "Aku hampir mengira Leon benar-benar menyekapmu di dalam."

Elera mengambil sendok tanpa melihatnya. "Kau bisa menganggapnya begitu."

Kai terkekeh pelan. "Jangan terlalu keras. Leon jarang membawa wanita ke safe house-nya, kau tahu?"

Elera mendongak, menatapnya tajam. "Oh? Haruskah aku merasa tersanjung?"

Kai mengangkat bahu dengan ekspresi penuh arti. "Yah, aku hanya berpikir kau mungkin… spesial."

Elera mendecak. "Lucu sekali, aku merasa seperti tawanan, bukan tamu."

Leon akhirnya mengangkat wajahnya, menatapnya dengan mata abu-abu yang tajam.

"Kau masih ingin pergi?"

Nada suaranya rendah, nyaris terdengar seperti bisikan.

Elera menghentikan gerakannya, lalu meletakkan sendok di piring dengan sedikit lebih keras dari yang seharusnya.

"Apakah itu pertanyaan retoris?" tanyanya, suara sarkastiknya begitu jelas.

Leon meletakkan garpunya dan menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Aku hanya ingin tahu apakah kau masih keras kepala."

Elera mengerucutkan bibirnya dan menyandarkan diri ke kursi. "Dan aku hanya ingin tahu kapan kau akan sadar bahwa aku bukan seseorang yang bisa dikurung begitu saja."

Kai bersiul pelan, matanya berbinar dengan minat yang jelas. "Astaga, ini lebih menarik dari yang kuduga."

Elera menoleh ke arahnya dengan tatapan malas. "Apa maksudmu?"

Kai meletakkan pisau dan garpunya, lalu menyandarkan diri ke kursi dengan ekspresi puas.

"Biasanya, wanita yang berhadapan dengan Leon akan membeku ketakutan. Bukan berdebat dengannya saat sarapan."

Elera mendengus. "Jadi, aku seharusnya tunduk seperti semua orang?"

Leon tersenyum tipis, senyum khasnya yang lebih mirip ancaman daripada kelembutan.

"Aku tidak ingin kau tunduk," katanya, tatapannya tidak bergeming sedikit pun. "Aku hanya ingin kau mendengar tawaranku."

Elera menajamkan tatapannya. "Tawaran?"

Kai mengangkat cangkir kopinya dengan santai. "Nah, ini bagian yang menarik."

Leon mengambil napas panjang sebelum akhirnya menatapnya dalam-dalam.

"Kau bukan hanya seorang dokter biasa lagi, Elera." Suaranya tenang tetapi tegas. "Kau melihat sesuatu yang tidak seharusnya kau lihat. Dan sekarang, kau adalah tanggung jawabku."

Elera mengetukkan jarinya ke meja, berusaha meredam emosinya.

"Lucu sekali, karena dari sudut pandangku, aku adalah korban yang terjebak dalam kekacauanmu."

Leon tetap diam, matanya tetap tajam menelisik ekspresinya.

Elera merasa darahnya mendidih. Pria ini benar-benar menganggap semuanya seolah hanya permainan catur yang bisa ia kendalikan.

"Kau ingin aku tetap di sini selamanya?" tanyanya dingin.

Leon tidak langsung menjawab.

Tetapi senyum tipisnya yang nyaris tidak terlihat membuat Elera semakin kesal.

"Kita lihat saja nanti," jawabnya santai.

Elera menggertakkan giginya. "Kau tidak bisa mengatur hidupku, Leon."

Kai tertawa kecil dan menepuk meja. "Astaga, ini lebih seru dari yang kuduga. Biasanya, semua orang tunduk pada Leon, tapi kau? Kau malah berani membentaknya."

Elera melipat tangan di dada. "Aku bukan anak buahnya."

"Tidak," Leon akhirnya berbicara lagi, suaranya dalam dan mengancam. "Tapi sekarang, kau adalah urusanku."

Elera terdiam, rahangnya mengeras.

Ia tahu pria ini tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Tetapi, ia juga tidak akan menyerah dengan mudah.

Kai masih terkekeh, mengusap dagunya dengan ekspresi penuh hiburan.

"Kau tahu, Leon," katanya. "Wanita ini sangat berbeda dari yang lain."

Leon menyipitkan mata, tetapi tidak berkata apa pun.

Elera tidak menyadari bagaimana ekspresi Leon berubah sejenak.

Untuk pertama kalinya, pria itu tidak bisa membaca lawannya.

Dan itu adalah sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   kakak

    Malam itu turun perlahan di atas mansion Santiago. Langit berwarna ungu tua dengan semburat jingga terakhir tergantung di ujung cakrawala. Di salah satu kamar yang tenang, Elera duduk bersandar di headboard tempat tidur, mengenakan daster hangat sambil menyusui salah satu bayi mereka yang mulai mengantuk. Bayi satunya sudah tertidur di ranjang kecil di sebelah tempat tidur mereka, napasnya teratur dan tenang.Pintu kamar terbuka pelan. Leon masuk dengan langkah berat, seakan beban dunia tergantung di pundaknya. Matanya sembab meski ia mencoba menyembunyikannya, rambutnya sedikit acak-acakan, dan ia masih mengenakan kemeja tanpa dikancingkan penuh, seolah bergegas keluar beberapa jam lalu dan tak sempat merapikan diri.Elera menatapnya pelan. “Sayang… sudah pulang?”Leon tidak menjawab. Ia hanya berjalan menuju ranjang, duduk di tepi, dan menunduk—bahunya turun naik menahan napas yang berat.Elera segera memindahkan si kecil yang sudah mengantuk ke boks, lalu meraih Leon. Ia menggengga

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Gerakan Pertama

    Suasana di kamar Kai masih tenang seperti biasanya, hanya ditemani suara detak alat pemantau dan bisikan lembut angin dari jendela yang sedikit terbuka. Tirai bergoyang pelan, menciptakan bayangan samar di dinding, seolah waktu sendiri tengah menanti.Di sisi ranjang, Rachele duduk dengan tubuh sedikit condong ke depan, dagunya bertumpu pada tangan yang disilangkan di atas lutut. Rambutnya diikat asal, jaket medis dilipat rapi di kursi belakangnya. Sudah berapa lama dia duduk di sana? Entahlah. Tapi setiap kali ada waktu luang—dan kadang bahkan saat seharusnya dia tidak punya waktu—Rachele akan kembali ke ruangan ini.Memandangi Kai."Sudah cukup tidur, Dokter Sok Jenius…" gumamnya pelan. “Kalau kau terus begini, aku yang akan jadi gila.”Jari-jarinya menggenggam ringan tangan Kai yang dingin. Rachele menghela napas dan memejamkan mata sejenak, mencoba mengusir rasa letih dan… takut. Tapi saat ia hampir menarik tangannya kembali, tiba-tiba jari Kai bergerak.Sedikit. Hampir tak kentara

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Waktu untuk Membalas

    Pagi itu di mansion Santiago, udara terasa lebih tenang. Tidak ada lagi suara tangis yang menyesakkan, tak ada langkah tergesa yang menggema di lorong. Namun di balik ketenangan itu, dua pria yang pernah hampir kehilangan segalanya tengah menyusun langkah balasan.Leon duduk tegak di ruang kendali, mengenakan kemeja hitam yang kontras dengan kulitnya yang belum sepenuhnya pulih. Meski tubuhnya masih menyimpan bekas luka, sorot matanya kembali tajam—penuh kendali, penuh rencana.Dante berdiri di sebelahnya, dikelilingi layar-layar besar yang menampilkan data, peta digital, rekaman tersembunyi, dan catatan lama yang telah dibongkar kembali. Tangannya lincah mengetik di atas keyboard, sementara matanya menyisir jejak yang tertinggal dari pergerakan Sergio.“Tiga jalur pengiriman terakhir milik mereka sudah kukaji,” ucap Dante tanpa melepaskan pandangan dari layar. “Dua palsu. Tapi yang satu ini—” ia mengetuk titik merah yang berkedip di peta, “—mengarah ke gudang tempat kau ditahan. Jeja

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Dua Minggu Tanpa Kai

    Sudah lebih dari dua minggu sejak mereka kembali ke mansion Santiago.Leon kini pulih hampir sepenuhnya. Bekas luka di tubuhnya masih membekas, tapi jiwanya telah bangkit. Tak ada waktu untuk terbaring lebih lama. Setiap malam ia berdiri di ruang kendali bersama Dante dan Rafael, memeriksa rekaman, melacak jejak, menyusun ulang peta kekuatan, mencari titik kelemahan musuh.“Tak mungkin Sergio bergerak sendiri. Ada jaringan baru di bawah tanah yang kita belum tahu,” gumam Leon saat berdiri di depan papan besar penuh peta dan kabel penghubung antar-foto.Rafael mengangguk. “Kemungkinan mereka menyusup ke salah satu jalur lama yang dulu sempat ditutup ayahmu. Aku akan ke medan. Cek langsung.”Leon mengangguk pelan. “Hati-hati.”Namun tak peduli seberapa dalam dia menyelam ke perang rahasia ini, tak peduli seberapa sering dia mengulang-ulang briefing dan menggeledah dokumen lama...Satu hal tetap mengganggu pikirannya.Kai. Masih belum bangun.Setiap malam, Leon menyempatkan diri masuk ke

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Saatnya Pulang

    Pagi itu langit cerah di atas pangkalan militer yang selama beberapa hari terakhir menjadi saksi perjuangan antara hidup dan mati. Suasana perlahan mulai melunak, ketegangan yang sempat menggantung kini tergantikan oleh kesibukan persiapan kepulangan.Leon duduk di kursi roda, wajahnya lebih segar meski bekas luka masih tampak jelas di sisi pelipis dan lengan. Di sisinya berdiri Dante dan Rafael, sibuk mengatur dokumen dan keamanan untuk perjalanan udara.“Jangan pakai kursi roda,” gerutu Leon pelan, meski tak ada tenaga untuk benar-benar bangkit. “Ini memalukan.”Dante menyeringai. “Coba kau jalan sendiri, baru bisa protes. Dan lagi, kau tetap kelihatan berbahaya meski duduk, percaya saja.”Di sisi lain ruangan, Maya memeriksa berkas medis dan mengangguk pada petugas medis militer yang akan mendampingi mereka selama penerbangan. “Leon bisa terbang. Kondisinya stabil. Hanya butuh perawatan lanjutan di rumah, dan sedikit—banyak—istirahat,” katanya sambil menatap tajam ke arah Leon.Leo

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Nafas yang Kembali

    Di dalam ruang operasi yang disinari cahaya putih terang, hiruk pikuk ketegangan berubah menjadi irama sunyi yang teratur.Hanya suara mesin monitor, detak pelan ventilator, dan instruksi-instruksi tajam namun tenang dari dua dokter perempuan terdengar bergema.Maya dan Elera bekerja seperti dua sisi mata pisau.Lincah. Presisi. Tajam dalam pengambilan keputusan.Tubuh Kai terbujur dengan luka terbuka di sisi perutnya, ginjal kirinya sudah sebagian ditambal dan diperkuat. Tapi pembuluh darah halus di sekitarnya masih rapuh—salah sedikit saja, Kai bisa kehilangan fungsi ginjal sepenuhnya.“Ler, aku tahan arteri ini. Fokus pada tambalan jaringan. Jangan sampai bocor sedikit pun,” kata Maya tanpa perlu menatap Elera.Elera mengangguk, tangannya tetap bergerak cepat. “Kau pikir aku lupa siapa gurunya kita berdua?”Maya menyeringai tipis. “Oh, dia akan sangat sombong kalau sadar nanti. Mungkin bilang dia pingsan hanya untuk nguji kemampuan kita.”Elera tertawa kecil, meski wajahnya tetap f

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status