Share

Gambar dari Langit

Penulis: THANISA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-06 21:42:28

Cahaya matahari menyusup malu-malu dari celah tirai kamar. Aroma lembut embun pagi dan sedikit aroma kopi dari dapur bawah mulai merambat ke seluruh sudut rumah. Di ranjang besar itu, Leon dan Elera masih dalam posisi saling berpelukan. Entah siapa yang terbangun lebih dulu, tapi mereka tak berniat beranjak. Hanya diam, menikmati kehangatan yang lama mereka rindukan.

Lalu pintu kamar terbuka pelan.

Langkah kecil terdengar masuk, dan suara lembut penuh semangat menyusul.

"Mama... Papa..."

Alva berdiri di sisi ranjang dengan sebuah kertas gambar di tangannya. Wajahnya masih ada sisa kantuk, rambutnya sedikit acak-acakan, tapi matanya berbinar. Dia memeluk gambar itu seolah itu harta paling berharga.

Leon bangkit perlahan dan mengangkat Alva ke atas tempat tidur. Anak itu langsung memeluk kedua orang tuanya, menempel erat di dada Elera.

"Lihat!" Alva mengacungkan kertasnya. "Aku gambar kita... Mama, Papa, Alva... dan ini adik di langit!"

Elera memandangi gambar itu. Gambar sederhana khas
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Menyapa Adik Bintang

    Malam semakin larut, namun suasana di rumah terasa hangat dan ceria. Alva yang terbuai dengan mainan barunya, terus berlari-lari kecil di sekitar ruang keluarga, sesekali berhenti untuk menembak sasaran yang ada. Elera dan Leon duduk di sofa, menikmati kehadiran mereka yang kembali menjadi utuh.Maya, yang sedang duduk di dekat jendela, memandang bintang di langit malam, dengan senyum lembut. Tanpa ragu, dia bangkit dari kursinya dan memanggil Alva."Alva, ayo sini sebentar. Tante mau ajak kamu melakukan sesuatu yang spesial."Alva langsung menghentikan kegiatannya, berlari kecil menghampiri Maya. "Apa itu, Tante Maya?" tanya Alva dengan mata berbinar penuh rasa ingin tahu."Tante mau ajak kamu menyapa adik bintang," jawab Maya sambil mengajak Alva menuju ke jendela. Di luar sana, langit malam begitu terang, dihiasi oleh kilauan bintang-bintang yang bersinar.Elera, yang kini duduk lebih santai di samping Leon, memandang mereka dengan tatapan penuh haru. "Menyapa adik bintang, ya? Itu

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Jejak Bayangan

    Hujan rintik membasahi atap gudang tua di pinggiran kota. Suasana dalam ruang gelap itu hanya diterangi cahaya monitor dan pantulan layar peta digital yang terpampang besar di hadapan Leon, Dante, dan Rafael. Mereka sedang memeriksa kembali footage dari hari penyerangan Elera dan Alva.Leon, berdiri dengan tangan bersilang, rahangnya mengeras. Mata tajamnya menatap monitor tanpa berkedip. Di belakangnya, Dante menyisir rekaman dengan teliti."Lihat yang ini," kata Dante sambil memperbesar salah satu frame dari CCTV.Sebuah motor besar terekam berhenti beberapa detik sebelum penyerangan terjadi. Helm yang menutup penuh wajah pengendara, plat yang sudah dicopot—semuanya menunjukkan kesengajaan. Tapi bukan itu yang membuat Leon membeku."Gerakan tangan kirinya... dia bukan sekadar penyerang bayaran biasa," gumamnya pelan.Rafael, yang mengamati dari sisi lain, mengangguk. "Postur tubuh, kecepatan reaksi, bahkan cara dia menyeimbangkan motor… dia punya pelatihan."Leon mengepalkan tangann

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Pagi Ceria

    Keesokan paginya, sinar matahari menerobos masuk lewat celah-celah gorden, membelai lembut wajah Elera yang masih tertidur di sisi Leon. Leon sudah bangun lebih dulu, namun tak beranjak, hanya menatap wajah istrinya yang damai—lebih damai dari hari-hari sebelumnya.Tiba-tiba, terdengar suara ribut kecil dari luar kamar."Ssst... jangan keras-keras, nanti Papa bangun!""Tapi aku mau cepet kasih ke Mama dan Papa!" suara Alva terdengar penuh semangat.Leon tersenyum kecil. Dia bangkit perlahan, membuka pintu kamar sedikit—dan mendapati Maya berdiri di depan kamar dengan tangan berusaha menahan Alva yang membawa nampan kecil berisi dua cangkir susu hangat dan roti panggang berbentuk hati yang, walau tidak sempurna, jelas dibuat dengan sepenuh hati."Papa!" seru Alva begitu melihat Leon. "Aku bikin sarapan buat Mama juga! Hari ini aku yang jaga Mama, Papa boleh istirahat!"Maya tertawa pelan."Dia bangun pagi-pagi dan langsung nyulik aku ke dapur. Nggak bisa dilarang."Leon membungkuk, mer

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Jejak Dalam Bayang

    agi itu, Elera bangun lebih awal dari biasanya. Untuk pertama kalinya sejak kejadian tragis itu, dia menyiapkan sarapan sederhana untuk Alva—hanya roti panggang, irisan apel, dan sedikit kehangatan yang belum sempat ia berikan selama berminggu-minggu. Dari jendela dapur, suara kicauan burung dan tawa anak-anak dari taman dekat mansion terdengar seperti melodi pelan yang mengisi kekosongan hatinya.Sementara itu, Leon sudah berada di ruang kerjanya yang tersembunyi sejak subuh. Pundaknya tegang, matanya terfokus pada layar-layar besar yang memutar ulang rekaman serangan terhadap istri dan anaknya. Dante berdiri di dekat rak, sementara Kai duduk dengan tangan menyilang, menyaksikan sahabat mereka kembali masuk ke mode ‘berburu.’“Lo yakin kuat ngadepin ini sekarang, Leon?” Kai bertanya pelan. Suaranya datar, tapi sorot matanya penuh kekhawatiran.“Lo sendiri belum sepenuhnya pulih, bro.”Leon tak menjawab langsung. Dia hanya menekan jeda pada video, memperbesar bagian saat motor menyere

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Obrolan yang Tak Selalu Ringan

    Suasana lounge dokter sore itu cukup sepi. Di balik jendela kaca besar, langit berwarna jingga keemasan menggantung di atas rumah sakit. Maya duduk di sofa dengan dua gelas kopi panas, sedangkan Kai sibuk mengobrak-abrik vending machine yang lagi mogok.Elera masuk dengan jas dokter menggantung di bahunya, wajahnya masih pucat, tapi tatapan matanya mulai hidup lagi.“Kalau vending machine itu kau banting, Kai, jangan harap aku mau pasang infusmu nanti,” gumam Maya tanpa menoleh.“Hah. Kau kira aku butuh infus? Aku sehat jiwa dan raga,” Kai menyeringai, lalu menoleh ke Elera, “Dan akhirnya sang ibu negara kembali bertugas.”Elera tersenyum kecil, duduk perlahan di sebelah Maya. “Jangan panggil aku begitu, Kai.”“Kenapa? Itu gelar resmi. Direktur rumah sakit. Istri pemilik. Cantik. Penuh luka batin. Kombinasi klasik novel drama kriminal.”Maya melempar tisu ke wajah Kai. “Dia baru pulih, jangan diganggu dulu.”Elera menghela napas pelan. “Enggak apa-apa, aku butuh diganggu. Kalau enggak

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Gambar dari Langit

    Cahaya matahari menyusup malu-malu dari celah tirai kamar. Aroma lembut embun pagi dan sedikit aroma kopi dari dapur bawah mulai merambat ke seluruh sudut rumah. Di ranjang besar itu, Leon dan Elera masih dalam posisi saling berpelukan. Entah siapa yang terbangun lebih dulu, tapi mereka tak berniat beranjak. Hanya diam, menikmati kehangatan yang lama mereka rindukan.Lalu pintu kamar terbuka pelan.Langkah kecil terdengar masuk, dan suara lembut penuh semangat menyusul."Mama... Papa..."Alva berdiri di sisi ranjang dengan sebuah kertas gambar di tangannya. Wajahnya masih ada sisa kantuk, rambutnya sedikit acak-acakan, tapi matanya berbinar. Dia memeluk gambar itu seolah itu harta paling berharga.Leon bangkit perlahan dan mengangkat Alva ke atas tempat tidur. Anak itu langsung memeluk kedua orang tuanya, menempel erat di dada Elera."Lihat!" Alva mengacungkan kertasnya. "Aku gambar kita... Mama, Papa, Alva... dan ini adik di langit!"Elera memandangi gambar itu. Gambar sederhana khas

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Retak Tapi Tidak Runtuh

    Setelah insiden di taman, malam itu terasa sunyi. Tak ada percakapan di meja makan, hanya suara sendok yang menyentuh piring, langkah kaki Alva yang lari-lari kecil ke kamarnya, dan desahan napas yang terasa lebih berat dari biasanya.Leon menatap Elera yang masih diam di sofa ruang keluarga. Tatapannya kosong, tapi air matanya sudah tak lagi jatuh. Di dadanya, ada beban yang belum bisa ia uraikan, rasa bersalah yang nyaris menggerogoti jiwanya.Leon tahu dia sudah kelewatan tadi siang. Dan Alva… anak kecil mereka yang selalu ceria… bahkan harus jadi penengah. Itu menohoknya dalam.Maya datang malam itu. Bersama Kai. Mereka tidak banyak bicara, hanya membawa makanan hangat dan duduk di ruang keluarga. Kehadiran mereka seperti jangkar yang tak terdengar tapi sangat terasa.Di dapur, Kai menarik Leon bicara.“Dia butuh waktu,” ucap Kai sambil menyandarkan punggung ke meja. “Dan kamu juga.”Leon menyandarkan dahinya di telapak tangan. “Aku hampir kehilangan dia… dua kali…”Kai menatap sa

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Masih Berusaha Sembuh

    Beberapa minggu setelah tragedi itu, Elera masih menjalani hari-harinya dengan tenang dan lambat. Ia belum kembali bekerja, dan belum membuka jas putihnya lagi. Tapi setidaknya, sekarang ia bisa tertawa kecil saat Alva merengek ingin memakai stetoskop mainan dan memeriksa bonekanya. “Bonekanya sakit kepala, Ma,” katanya polos.Leon selalu ada di dekatnya. Ia tak pernah memburu waktu. Ia menyiapkan sarapan, duduk bersamanya di taman, dan setiap malam, memastikan Elera tidur dengan tenang. Tak ada tekanan. Hanya kehadiran yang tak tergantikan.“Kalau kamu lelah, kamu boleh ke kantor. Aku bukan kaca,” gumam Elera suatu pagi.Leon tersenyum, mencium keningnya. “Kaca pun bisa memantulkan cahaya, Sayang. Tapi kamu? Kamu pusat semestaku.”Elera mendengus kecil, tapi tak menyangkal.Hari itu juga, Maya datang membawa kantong besar berisi makanan favorit Elera. “Kami tahu kamu belum lapar, tapi lihat wajah Kai—kalau makanan ini nggak habis, dia bakal drama.”Kai hanya mendecak. “Aku masak sete

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Diantara Bintang

    Malam pun turun perlahan di atas kota, langit tampak bersih, dipenuhi bintang-bintang yang berkedip lembut. Di balkon rumah sakit yang kecil namun cukup nyaman, Maya duduk di atas kursi lipat dengan Alva di pangkuannya, dibungkus selimut hangat.Leon berdiri di belakang mereka, satu tangan mengusap lembut kepala Alva, satu lagi menggenggam tangan Elera yang duduk diam di kursi roda. Meski tubuhnya belum pulih benar, Elera meminta untuk ikut, dan tidak ada satu pun yang tega menolak permintaannya.“Lihat, Alva,” bisik Maya lembut, “itu bintang paling terang… mungkin itu adikmu sedang tersenyum dari sana.”Alva menatap langit dengan serius. Lalu ia melambai ke atas, “Halo adik… makasih ya udah mampir sebentar…” suaranya kecil, tapi jelas, “lain kali, jangan buru-buru pergi. Ma sedih, Pa juga. Tapi Alva… Alva janji bakal jaga Mama…”Maya langsung memeluk Alva lebih erat, air matanya jatuh tanpa suara.Elera menutup wajahnya, isak tertahan mengalir kembali dari dadanya. Tapi kali ini, tid

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status