Home / Romansa / Terjerat Pesona Mama Temanku / Bab 3 Rasa terlarang yang mulai tumbuh

Share

Bab 3 Rasa terlarang yang mulai tumbuh

Author: Risya Petrova
last update Last Updated: 2025-05-18 06:35:14

“Kalian saling kenal?” Meri dan Jesica terlihat heran.

“Ya, kami saling kenal,” jawab Sarah jujur. Seulas senyuman mengambang ramah di wajahnya.

Adit merasa dadanya menghangat mendengar jawaban Sarah yang tidak malu mengakui mengenalnya, padahal saat ini ia mengenakan seragam pramusaji.

Bahkan senyuman Sarah yang anggun terpancar seperti biasa.

Adit masih berusaha mengendalikan detak jantungnya yang berdebar lebih kencang dari biasanya. Menatap Sarah seraya memandang bidadari.

"Dia temennya Hardian, anak aku."

"Anak?" Jesica terlihat heran.

"Ya, Sarah udah punya anak bujang. Namanya Hardian." Meri membantu menjelaskan.

“Oh, jadi dia temannya Hardian?” Jesica yang berdiri di sebelah Meri tampak terkejut. Ia menatap Sarah dengan takjub, seolah baru saja mengetahui rahasia besar.

“Wah, nggak nyangka banget kamu sudah punya anak bujang segede dia, Sar! Kamu awet muda banget!” puji Jesica sambil menatap Sarah dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Kamu kalau ngaku umur 25 tahun juga orang masih pada percaya!”

“Bisa aja kamu mujinya ... Tiga tahun lagi aku udah ultah yang ke 40 tahun.”

“Usia hanyalah angka, Sarah. Usia kamu 37 tahun tapi look 20an. Itu anugerah,” ujar Jesica sembari tersenyum.

“Yup, apa yang dia omongin itu bener, Sar. Usia adalah angka. Mangkanya kamu, aku ajak ke sini. Kita bisa have fun! Kita kan tiga cewe lajang, hahahaha!” ucap Meri menimpali.

“Sarah juga janda?” Jesica memastikan.

Sarah buru-buru menggeleng. Namun Meri langsung menyahut, “Dia janda sementara. Suaminya super sibuk. Sering pergi bisnis ke luar Kota, dan dia sedang dilema, galau mikirin lakinya.”

“Mer,” tegur Sarah. Mengingatkannya agar tidak terlalu ember.

Meri segera menutup mulutnya. “Sorry ....”

“Gak apa-apa, Sarah. Kita bisa jadi teman curhat juga. Dulu sebelum aku gugat cerai sama mantan suami, kasusnya sama kaya kamu begitu. Aku ... pikir laki aku tuh kerja beneran. Sering berangkat bisnis ke luar kota lama banget. Eh taunya dia suka selingkuh!

Emang sih soal duit dia royal banget. Lebih dari cukup transfer untuk biaya kehidupan aku, bahkan lebih. Tapi ngapain juga dipertahanin kalau akunya ngebatin.”

Raut muka Sarah langsung berubah datar. Ketakutan dan kegelisahan kembali menyeruak. Fikiran buruk sangka kembali menerpanya tentang apa Damar dan Yuna betul-betul tidak berselingkuh? Hubungan mereka hanya sebatas rekan kerja antara bos dan seketeris saja.

Dan Adit masih berdiri di antara tiga wanita berusia sangat matang itu. Mau tidak mau ia jadi tau karena mendengarkan semua percakapannya.

‘Oh, jadi ... Papanya Hardian jarang banget pulang? Pantes aja semalam itu tante Sarah melakukan ....’

Kerongkongan Adit tiba-tiba mengering. Pikirannya meracau traveling ke mana-mana. Desauan Sarah yang terdengar semalam kembali terngiang di indera pendengarannya. Nyaris membuatnya jadi gila.

Sumpah mati bila di dekat Sarah, jantung di dadanya menjadi berdegup lebih kencang bak genderang mau perang.

Adit berdiri mematung dengan wajah muka pengen.

Ia masih memegang nampan dengan dua gelas wine yang tersisa, sementara percakapan di antara wanita-wanita seksi itu terus berlanjut.

Pujian Jesica kepada Sarah tidaklah mengherankan, karena memang Sarah memiliki pesona yang sulit diabaikan.

Tidak berselang lama, suasana pesta semakin ramai. Musik mulai mengentak dengan irama house elektro yang menggema di seluruh kediaman megah ini.

Semua mata tertuju pada panggung mini di sudut ruangan, tempat seorang penyanyi bernama Shahela, yang sedang naik daun, muncul dengan pakaian yang memukau dan penuh energi. Sorak-sorai hadirin memenuhi udara, tanda semua orang antusias dengan penampilan ini.

Mirisnya, penyanyi Shahela malah mulai menyanyikan lagu yang liriknya relate banget dengan keadaan Adit saat ini. Lagu berlirik dengan irama electro :

“Di setiap ada kamu mengapa darahku mengalir ... Mengalir lebih cepat dari ujung kaki ke ujung kepala.

Aku sedang ingin bercinta karena! Mungkin karena ada kamu di sini, aku ingin!

Di setiap ada kamu kenapa jantungku berdetak ... Berdetaknya lebih kencang seperti genderang mau perang!”

Meri, yang sejak tadi tampak gelisah karena musik yang menggoda telinganya, langsung menarik tangan Sarah. “Ayo! Kita ke dance floor!” ajaknya dengan penuh semangat.

Tanpa menunggu jawaban, ia menarik Sarah yang tampak agak ragu untuk ikut bergabung. Sarah tertawa kecil dan segera meletakkan gelas wine yang hanya diminumnya dua tenggak itu kembali ke nampan yang dipegang oleh Adit.

“Sini, Dit,” katanya lembut sebelum beranjak, memberikan gelas itu tanpa menatap terlalu lama ke arah Adit.

Lalu ia mengikuti Meri yang sudah setengah melompat ke lantai dansa. Adit hanya bisa menatap punggung Sarah yang bergerak menjauh dengan langkah ringan, namun pandangannya tetap terpaku padanya yang terlihat begitu berbeda malam ini.

Di lantai dansa, Sarah tampak bersenang-senang. Langkahnya lincah mengikuti irama musik yang menggelegar, tubuhnya bergerak penuh keceriaan, senyum merekah di wajahnya. Meri tidak kalah heboh, menikmati setiap detik pesta ini.

Adit, yang masih memegang nampan, hanya bisa mengamati dari kejauhan. Ada sesuatu yang begitu kontras dengan keceriaan Sarah malam ini dibandingkan ketika ia menginap di rumahnya. Selama ia mengenalnya, Sarah itu terlihat dingin dan angkuh. Seraya jarang senyum dan tidak bahagia.

Di rumah, mama temannya itu juga selalu tampak tenang, kalem, dan sering kali menunjukkan sisi keibuannya yang penuh perhatian.

Namun di sini, dia tampak lepas, seakan beban hidupnya hilang sejenak dalam suasana pesta yang penuh sorak-sorai dan gemerlap cahaya. Keceriaan itu membuat Adit semakin terpesona, tanpa sadar sudut bibirnya menukik sebuah senyuman tipis.

Sambil mengamati Sarah yang bergerak lincah di lantai dansa, Adit merasa perasaannya semakin bercampur aduk. Ada kekaguman, ada hasrat, tapi juga rasa bersalah yang kian menggelayut. “Apa aku aneh kalau berpikir seperti ini?” batinnya bertanya-tanya.

Dia tahu tidak seharusnya dia memikirkan Sarah seperti itu, apalagi dia adalah ibu dari temannya sendiri, Hardian. Namun, Adit tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ada daya tarik yang tak bisa dia jelaskan, sesuatu yang membuatnya semakin sulit berpaling.

Ketika Adit masih tenggelam dalam pikirannya, Tigar tiba-tiba muncul di sampingnya. “Bro, kamu ngeliatin apaan sih?” tanyanya sambil menyikut lengan Adit pelan.

“Kamu ngelamun ngeliatin tante-tante itu joget? Gila, kamu ya ...! Jangan kelihatan bego gitu lah, kerja, kerja!” Tigar mengingatkan dengan nada bercanda, meski ada teguran tersirat di baliknya.

Adit tersadar dari lamunannya. “Eh, nggak, nggak. Aku nggak ngapa-ngapain, kok,” jawabnya gugup, langsung mengalihkan pandangannya dari Sarah. “Ya udah, aku balik kerja dulu,” tambahnya sambil berjalan menjauh, berusaha fokus pada tugasnya sebagai pramusaji.

Namun, di saat dia berbalik, bayangan Sarah yang tersenyum dan tertawa bahagia di lantai dansa masih melekat di pikirannya.

Sementara itu, di lantai dansa, Sarah dan Meri terus menikmati malam mereka, tertawa dan bergoyang bersama.

Sarah mungkin sedang melupakan segala beban yang menghantuinya, tapi Adit justru tenggelam dalam beban perasaan yang semakin rumit dan tak terdefinisi.

Dari kejauhan mereka berdua saling mencuri pandang. Menatap dalam diam dan perasaan yang mulai tumbuh namun tak disadari.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Tatapan yang membungkam

    Ban mobil Meri berdecit pelan saat ia menghentikan kendaraan di area parkir belakang rumah sakit Medical Centre. Mesin dimatikan tergesa. Kedua perempuan itu langsung turun, sama-sama diliputi kecemasan.Sarah melirik jam di ponsel. “Kira-kira Damar sekarang ada di mana ya, Mer?”“Kalau aku jadi dia sih udah langsung capcus ke bagian poli kandungan,” jawab Meri sambil membetulkan tali tasnya. “Kan aku tadi bilang ke dia kamu lagi nemenin aku ke dokter kandungan. Logikanya sih ya, dia langsung ke sana.”Sarah menggigit bibir, lalu mengangguk cepat. “Ayo, kita ke poli kandungan. Mudah-mudahan Damar belum sampai. Poli kandungan ada di lantai dua kan?”Meri mengangguk. “Iya, ada di sana.”“Mer, kok aku jadi takut Damar udah sampe duluan ya. Masalahnya kalau aku ketahuan bohong. Aku pasti susah lagi cari alasan keluar.”“Tenang aja napa …,” ujar Meri berusaha menenangkan. “Kamu kan kerja. Di sela-sela waktu kerja kan bisa ketemu Adit.”“Tapi Mer … kamu nggak tau gimana Damar sebenarnya,” u

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Bahaya

    Pintu darurat lantai bawah terbuka. Sarah muncul lebih dulu, tergesa dengan langkah panjang, diikuti Adit yang menarik tudung jaketnya sedikit lebih rapat untuk menyamarkan wajah. Nafas mereka terengah, tapi mata mereka masih saling terpaut.Meri yang sudah berdiri di samping mobilnya langsung melambaikan tangan, menyuruh Sarah cepat masuk. "Sini! Cepet, Sar!"Tapi sebelum benar-benar masuk ke dalam mobil, Sarah mendadak berhenti di depan Adit. Ia memeluk leher pemuda itu, lalu menarik wajahnya mendekat. Tanpa pikir panjang, mereka berciuman lagi.Tapi kali ini di tempat terbuka. Di parkiran. Di bawah langit malam dan tiupan angin kota yang semi kemarau.Ciuman mereka dalam. Cepat namun basah. Kecupan yang penuh arti.Meri mengerjap, lalu menyipitkan mata dari balik kemudi. “Ya ampun … dikira ini California kali,” gumamnya. Lalu membuka jendela mobil dan berteriak, “Eh! Romeo Juliet! Cepetan atuh! Ini bukan film Netflix! Nanti aja lagi cipokannya!”Sarah tersadar. Ia melepaskan ciuman

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   10 menit sebelum terendus

    10 Menit SebelumnyaDi dalam rumah megah berdesain modern, Damar duduk di ruang kerjanya. Lampu meja menyala redup, menerangi setumpuk dokumen yang bahkan belum ia sentuh sejak tadi. Matanya menatap layar ponsel, seolah menimbang sesuatu."Aneh," gumamnya pelan. "Sarah biasanya nggak aneh-aneh kalau urusan kayak begini."Ia menyandarkan tubuh, lalu memutar kursinya perlahan. Kedua tangannya mengusap dagu yang licin tanpa jenggot. Firasatnya tidak enak sejak pagi, tapi ia mencoba menahannya. Namun kini, setelah mendengar Sarah mengaku sedang menemani Meri ke Medical Centre, naluri curiganya melonjak.Damar mengambil ponselnya lagi, lalu membuka kontak.Danu - RS Med CenterIa menekan tombol call. Nadanya tenang, tapi tajam.Tak lama kemudian, telepon tersambung."Halo, Mar?" suara pria paruh baya di seberang menjawab. "Lama gak denger kabar kamu nih. Tumbenan telepon. Ada apa?""Danu, mau minta tolong.""Hm ... iya. Mau minta tolong apa Mar?""Di rumah sakit tempat kamu kerja, sekarang

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Damar beneran menyusul

    Ciuman itu melaju seperti badai yang semakin deras. Nafas mereka menyatu. Lidah saling menjelajah, saling mengungkap rindu yang tak sempat terucap. Sarah kini berada di atas Adit, rambutnya yang tergerai jatuh seperti tirai, menutupi wajah mereka berdua dari dunia luar.Adit mengusap pinggang Sarah, menghela napas dalam-dalam saat merasakan tubuh Sarah melekat sempurna di atasnya. Sentuhan mereka tak lagi hanya tentang gairah, tapi juga pengakuan tanpa suara bahwa mereka telah memilih satu sama lain, sepenuhnya.Adit menahan diri sekuat mungkin, tapi tubuhnya sudah bergetar. “Sayang …,” gumamnya, “Aku nggak tahan … jadi pengen lagi ….”Sarah menjawabnya dengan membuka bajunya lagi.Melihat Sarah yang hanya mengenakan bra berwarna cream itu, Adit juga melepaskan kaos yang dikenakannya.Sarah menatap tubuh altetis Adit. Ia mengecup leher pemuda itu, lalu turun ke dada bidang maskulin, menghujaninya dengan ciuman cinta penuh hasrat dan gairah. Menyesap puting Adit dengan lembut. Membuat

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Lembah yang hangat

    Suara pintu darurat yang terbuka membuat udara di lorong lantai delapan mendadak dingin. Derap langkah kaki menyusul tak lama setelahnya, mantap dan tergesa. Dari bunyinya, terdengar seperti sepatu pria. Langkah berat dan berdecit.Sarah menahan napas. Ia memegang lengan Adit erat-erat.“Ini kamar incognito, Dit,” bisiknya cepat. “Seharusnya nggak ada orang yang bisa tahu siapa yang nginep di sini. Identitas tamu gak boleh bocor. Privasinya tinggi banget.”Tapi suara gaduh di luar semakin dekat.Terdengar beberapa suara staf hotel, cemas, menegur, melarang.“Maaf, Tuan! Tidak boleh masuk ke kamar sembarangan!”“Mohon, Tuan! Ini area terbatas!”Adit mendadak menegang. Wajahnya menoleh cepat ke arah pintu kamar mereka yang tidak dikunci. “Sarah … aku lupa ngunci pintunya lagi, waktu kamu masuk tadi,” bisiknya serak.Degup jantung mereka seolah berdetak serentak.Sarah menatapnya cemas. “Apa itu … Damar?”Adit sudah bersiap berdiri, tubuhnya seperti berubah menjadi perisai hidup. Ia berd

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Eksploitasi

    Adit terdiam sesaat. Sorot matanya memudar, seolah terhisap kembali ke masa yang sangat jauh, ke lorong waktu gelap yang jarang ia sentuh, apalagi ia buka untuk siapa pun.Sarah menatapnya dalam diam. Dari wajah Adit yang memucat perlahan, dari napasnya yang mulai pendek-pendek, dari bagaimana matanya berkedip lambat sambil menghindari tatapannya.Sarah tahu. Apa pun itu, pasti sangat berat. Atau bahkan … mungkin sangat menyakitkan.Dengan pelan, Sarah mengangkat tangan dan mengusap rambut Adit yang sedikit gondrong dan berombak lembut, jari-jarinya menyisir helai-helai yang sudah mulai lembap oleh keringat dingin. Wajah Adit adalah perpaduan misterius antara aktor Nicholas Saputra dan El Rumi. Adit terlihat begitu tenang di luar, tapi Sarah tahu, dalamnya bergejolak.“Aku di sini, Dit,” bisiknya. “Kamu gak sendirian.”Adit menghembuskan napas pelan. Suaranya tertahan di tenggorokan. Tapi untuk pertama kalinya malam itu, ia mulai membuka pintu rahasia kelamnya.“Aku … dulu tinggal di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status