Share

Bab 4 Dibuat mabuk

Author: Risya Petrova
last update Last Updated: 2025-05-18 06:35:52

Sarah dan Meri sedikit lelah, mereka berjalan ke arah sofa dan duduk santai di sana.

Meri menyandarkan tubuhnya ke sofa dengan lega, menarik napas panjang setelah menghabiskan waktu di lantai dansa. Sarah, yang duduk di sebelahnya, masih tersenyum, meski peluh kecil terlihat di dahinya.

Ada kesan lega yang terpancar di wajahnya, seakan beban hidup yang selalu menyertainya untuk sesaat lenyap.

"Aku lihat malam ini kamu beda banget," Meri membuka percakapan. Dia melirik Sarah dengan tatapan penuh selidik. "Serius deh, kamu bersinar. Kamu kelihatan lebih bahagia. Mungkin kamu udah lama banget nggak seneng-seneng kayak gini, ya?"

Sarah hanya mengangguk pelan sambil menyeka keringat dari lehernya. "Iya, sih ... mungkin aku emang butuh ini. Kadang aku lupa gimana rasanya bebas kayak gini."

Meri mengeluarkan suara tawa kecil. "Bukan cuma itu, Sarah ... Kamu tahu apa yang bisa bikin hidup kamu lebih berwarna lagi?"

Sarah mengerutkan kening, menatap Meri dengan penuh tanya. "Maksud kamu apa?"

Meri mencondongkan tubuhnya, mendekat ke Sarah seakan hendak membisikkan rahasia besar. "Berondong!"

Sarah tertawa kecil, tak yakin apakah Meri sedang bercanda atau serius. "Berondong? Ya ampun, Mer. Ngaco aja kamu!"

Meri menggeleng-gelengkan kepalanya, tak sedikit pun terganggu oleh tawa Sarah. "Nggak ngaco aku, Sar. Serius, kamu nggak tahu ya? Aku punya penelitian pribadi tentang ini." Dia menegakkan badannya, menekankan kata-katanya.

"Cowok-cowok muda itu beda, Sar. Mereka energik, bikin lo merasa muda lagi. Kamu bakalan bisa lupain masalah kamu. Sebentar aja, nikmatin hidup. Apa salahnya?"

Sarah masih tertawa, meski kini sedikit lebih gugup. "Kamu bercanda aja ...."

“Eh, eh Sarah ... Ada cowok ganteng, kayanya umurnya di bawah kita, ngeliatin kamu dari tadi,” ujar Meri setengah berbisik.

Sarah yang sebelumnya menunduk langsung menegakkan pandangannya. Ia menatap ke arah netra Meri melihat.

Dari banyaknya laki-laki yang datang ke pesta ini, tapi entah kenapa tanpa sadar sepasang mata Sarah hanya menangkap sosok Adit yang berseragam pramusaji dan sejak tadi memegang nampan kosong dan kemudian berisi. Lalu kosong lagi, sambil hilir mudik bersama beberapa rekan kerjanya.

Adit tidak sedang menatapnya. Pemuda itu sibuk dengan pekerjaannya.

“Dia ke mari ...,” bisik Meri sembari menyenggol siku Sarah.

Sarah langsung tersadar dari dunianya sendiri yang sedang mengamati Adit. Ia menoleh, “Hah?”

“Hah, hah ... Itu ... cowok ganteng nyamperin. Keknya dia masih umuran 25 an, Sar ...,” pekik Meri lirih. "Masuk kategori berondong yang aku bilang berusan sama kamu ...!"

“Yang mana?”

“Mangkanya liat!” seru Meri bernada rendah.

“Hai ... boleh aku duduk di sini?” Seorang pria tampan berusia 26 tahunan, berkulit bersih, tinggi dan juga berkemeja rapi langsung mengulurkan tangannya, mengajak berkenalan.

“Hai ... tentu boleh dong,” jawab Meri.

Meri langsung menyalami. Menyerobot antrian yang sebetulnya arah jabatan tangan pemuda itu terarah pada Sarah.

“Aku, Meri.”

“Jordan.”

“Oh ... Pasti mamanya dulu fansnya Micheal Jordan.” Meri sedikit melucu.

Jordan tertawa renyah. “Dan kamu ... siapa?”

Sarah menyodorkan tangannya. Berjabat tangan. “Sarah.”

Mereka berdua berjabat tangan sedikit lama dengan tatapan dalam dari Jordan.

Meri menatap Jordan dan Sarah bergantian. Lalu ia berinisiatif untuk meninggalkan mereka hanya berdua. Berencana agar Sarah mendapatkan teman kencan malam ini.

Ia merasa Sarah tidak bahagia karena Damar. Jadi sahabatnya itu pantas mendapatkan kebahagiaan malam ini.

Meri melihat kesempatan sempurna dan, tanpa berpamitan, dia diam-diam meninggalkan Sarah dan Jordan berdua.

Niatnya sebetulnya baik, ia ingin malam ini sahabat pantas bersenang-senang dan melupakan tekanan batin untuk sesaat. Meri melangkah menjauh, senyum penuh arti mengembang di wajahnya, berharap Sarah akan terlepas dari beban-beban hidupnya, bahkan jika hanya untuk semalam.

Sementara itu, Jordan mulai mendekatkan diri ke Sarah, duduk lebih dekat di sofa.

Sarah, yang masih dalam suasana hati yang santai dan sedikit terpengaruh alkohol, tersenyum tipis saat Jordan berbicara dengannya.

Mereka mulai bertukar cerita ringan, Jordan memuji kecantikan Sarah dan menawarkan segelas minuman lain, yang Sarah terima tanpa curiga.

"Ah, coba ini, enak banget kok," Jordan menyodorkan gelas penuh minuman beralkohol dengan senyum ramah.

Sarah ragu sejenak, namun akhirnya ia menyesap minuman itu, mencoba menikmati suasana pesta.

Jordan terus menawarkan minuman demi minuman, hingga akhirnya Sarah kebanyakan minum minuman beralkohol dan mulai merasa pusing. Matanya terasa berat, dan kepalanya berputar. Dia mencoba fokus pada percakapan, tapi kata-kata Jordan mulai terdengar kabur.

Di seberang ruangan, Adit yang sedang mengantar minuman mulai tak bisa mengabaikan pemandangan Sarah dan Jordan di sofa sudut.

Ia memperhatikan Jordan yang terus menjejalkan minuman ke tangan Sarah. Ada sesuatu yang tidak beres. Hatinya tiba-tiba berdebar, terutama saat Sarah tampak semakin tak terkendali, tubuhnya goyah, dan gelas-gelas kosong di sekitar mereka menumpuk.

Jordan, dengan tatapan yang berubah dari ramah menjadi lebih intens dan sebelah tangannya merangkul bahu Sarah disisipi usapan lembut menggoda. Wajahnya semakin mendekat dan membisikkan sesuatu di telinga.

Sarah, yang kini hampir sepenuhnya tak sadarkan diri, hanya bisa mengangguk lemah, tidak sepenuhnya paham dengan apa yang sedang terjadi.

Adit semakin resah. Ia mulai tidak fokus dengan pekerjaannya. Langkahnya terhenti. Mengabaikan tugasnya untuk memperhatikan tamu-tamu agar tetap aman dalam stok makanan, minuman dan camilan.

Ketika dia melihat Jordan mulai berdiri dan membopong Sarah, perasaan was-was semakin menguasainya. Adit melihat Jordan membawa Sarah keluar dari ruang pesta dan menuju tangga menuju lantai atas. Ada kamar-kamar di sana, dan Adit tahu ini tidak benar!

“Sarah ...,” pekiknya lirih. Tatapannya tak beralih dari punggung Sarah. Rasanya ia ingin menarik tangan Jordan yang melingkar di atas pinggul Sarah, merangkulnya mesra.

Adit tahu sepertinya pria yang bersama Sarah berniat tidak baik.

Dengan cepat, Adit meletakkan nampan di dekatnya dan mulai mengikuti mereka. Dia tidak peduli lagi dengan pekerjaannya malam ini. Fokus utamanya hanya menyelamatkan Sarah dari apa pun yang sedang direncanakan Jordan.

Saat sampai di tangga, Adit melihat Jordan yang hampir sampai di atas sambil menggendong Sarah yang semakin tak berdaya. Adit mengepalkan tangan, berlari menaiki tangga tanpa ragu. Di pikirannya hanya satu hal: menghentikan ini sebelum terlambat!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Bab 8 Jejak mabuk dan seuntai kebohongan

    Silvi mengendarai mobilnya dengan cepat, pandangannya fokus pada jalan di depan, namun pikirannya berputar-putar, tidak tenang.Rasa cemas terus membayangi dirinya sepanjang perjalanan pulang. Hatinya berkecamuk, penuh dengan perasaan takut dan malu yang tak tertahankan."Aku mabok di depan Adit," gumamnya pelan, seakan berbicara pada dirinya sendiri. "Kalau dia cerita ke Hardian ... Apa yang akan anak aku pikir tentang Mamanya ini? Apa lagi kalau sampai Adit cerita ... aku hampir aja ditidurin sama laki-laki lain?!”Bayangan Hardian, putra satu-satunya, muncul jelas di benaknya. Sebagai seorang ibu, Sarah tahu bahwa dia tidak sempurna. Ada banyak kesalahan yang ia perbuat, tapi dia selalu berusaha agar Sarah tidak melihat kekurangannya secara langsung.Ia hanya ingin menjadi contoh yang baik, walau kenyataan ia sendiri masih jauh dari kata sempurna.Hardian adalah segalanya bagi Sarah, dan membayangkan anaknya mengetahui sisi lemahnya membuatnya takut dan merasa bersalah.Setiap deti

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Bab 7 Setelah gelap, datang malu

    Esok harinya, sinar matahari pagi masuk dengan lembut melalui celah-celah tirai, menyelimuti kamar dengan cahaya yang hangat. Sarah terbangun perlahan, merasakan berat di kepalanya yang berdenyut nyeri, sisa dari malam yang penuh alkohol membuat kepalanya agak sakit.Ia mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan pandangannya dengan cahaya yang masuk. Rasa pusing yang menghantamnya membuat tubuhnya enggan untuk bergerak, tapi instingnya memberitahu bahwa ada sesuatu yang aneh.Kamar ini tidak terlihat familiar. Sarah menatap sekelilingnya, memperhatikan detail ruangan yang tampak mewah namun asing.Perabotan mahal, lukisan-lukisan di dinding, dan aroma bunga yang segar memenuhi udara. Ini bukan kamarnya. Dia mencoba bangun, meskipun kepalanya masih berdenyut, berusaha mengingat apa yang terjadi semalam. Fragmen-fragmen ingatan mulai kembali, tapi semuanya kabur. Tidak teringat dengan jelas.Ia mengingat pesta, tamu-tamu yang datang, dan gelas demi gelas minuman yang ia teguk. Sarah

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Bab 6 Di ambang hasrat dan hormat

    Jordan mendengus, masih marah, tapi ia tahu dirinya terpojok.“Aku bisa laporin ke Nyonya Jesica sekarang dan telepon polisi,” ancam Tigar dengan raut muka garang.“Pergi dari sini! Dan jangan deket-deket Sarah lagi!” Tanpa sadar Radit menyebut nama mama sahabat karibnya itu dengan panggilan nama saja.Dengan satu gerakan kasar, dia meraih kemejanya yang setengah terbuka, lalu melangkah keluar dari kamar, mendorong Jordan ke samping dengan kasar. "Cepat pergi! Jauh-jauh dari Sarah!""Kamu beruntung aku nggak bikin ribut," kata Jordan dengan suara rendah sebelum pergi dan sepasang netra membola berpancar amarah, meninggalkan Adit, Tigar, dan Sarah di kamar itu.Adit menghela napas panjang, merasa lega namun tetap cemas. Dia berjalan mendekati Sarah yang masih terbaring di tempat tidur. "Sarah, kamu baik-baik aja?" tanyanya dengan lembut, meski ia tahu Sarah tidak benar-benar sadar untuk menjawab.Tigar, yang kini berdiri di samping Adit, menepuk pundaknya dengan lembut. "Kamu barusan n

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Bab 5 Perang batin

    Adit berlari menaiki tangga, hatinya dipenuhi perasaan cemas dan marah yang semakin memuncak. Ia tak peduli dengan orang-orang yang sibuk menikmati pesta di bawah, alunan musik, atau gelak tawa tamu-tamu yang asyik dengan dunianya masing-masing. Fokusnya hanya tertuju pada satu hal: menyelamatkan Sarah sebelum terlambat.Saat mencapai puncak tangga, Adit melihat Jordan sudah beberapa langkah di depan, membopong tubuh Sarah yang tak lagi berdaya. Sarah terlihat semakin tak sadar, kepalanya terkulai lemah di bahu Jordan. Dia terlihat pasrah.Jelas sekali bahwa Jordan berniat membawa Sarah ke salah satu kamar di lantai atas, jauh dari keramaian. Pemandangan itu memicu amarah Adit."Hei berhenti!" seru Adit dengan suara lantang, namun musik yang masih berdentum membuat suaranya hampir tak terdengar.Jordan menoleh sekilas, seolah tidak peduli, lalu terus berjalan menuju pintu kamar terdekat. Adit semakin panik.Dia tahu, jika dia tidak segera bertindak, sesuatu yang buruk bisa terjadi. Ta

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Bab 4 Dibuat mabuk

    Sarah dan Meri sedikit lelah, mereka berjalan ke arah sofa dan duduk santai di sana.Meri menyandarkan tubuhnya ke sofa dengan lega, menarik napas panjang setelah menghabiskan waktu di lantai dansa. Sarah, yang duduk di sebelahnya, masih tersenyum, meski peluh kecil terlihat di dahinya.Ada kesan lega yang terpancar di wajahnya, seakan beban hidup yang selalu menyertainya untuk sesaat lenyap."Aku lihat malam ini kamu beda banget," Meri membuka percakapan. Dia melirik Sarah dengan tatapan penuh selidik. "Serius deh, kamu bersinar. Kamu kelihatan lebih bahagia. Mungkin kamu udah lama banget nggak seneng-seneng kayak gini, ya?"Sarah hanya mengangguk pelan sambil menyeka keringat dari lehernya. "Iya, sih ... mungkin aku emang butuh ini. Kadang aku lupa gimana rasanya bebas kayak gini."Meri mengeluarkan suara tawa kecil. "Bukan cuma itu, Sarah ... Kamu tahu apa yang bisa bikin hidup kamu lebih berwarna lagi?"Sarah mengerutkan kening, menatap Meri dengan penuh tanya. "Maksud kamu apa?"

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Bab 3 Rasa terlarang yang mulai tumbuh

    “Kalian saling kenal?” Meri dan Jesica terlihat heran.“Ya, kami saling kenal,” jawab Sarah jujur. Seulas senyuman mengambang ramah di wajahnya.Adit merasa dadanya menghangat mendengar jawaban Sarah yang tidak malu mengakui mengenalnya, padahal saat ini ia mengenakan seragam pramusaji.Bahkan senyuman Sarah yang anggun terpancar seperti biasa.Adit masih berusaha mengendalikan detak jantungnya yang berdebar lebih kencang dari biasanya. Menatap Sarah seraya memandang bidadari."Dia temennya Hardian, anak aku.""Anak?" Jesica terlihat heran."Ya, Sarah udah punya anak bujang. Namanya Hardian." Meri membantu menjelaskan.“Oh, jadi dia temannya Hardian?” Jesica yang berdiri di sebelah Meri tampak terkejut. Ia menatap Sarah dengan takjub, seolah baru saja mengetahui rahasia besar.“Wah, nggak nyangka banget kamu sudah punya anak bujang segede dia, Sar! Kamu awet muda banget!” puji Jesica sambil menatap Sarah dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Kamu kalau ngaku umur 25 tahun juga orang m

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Bab 2 Pesta

    Adit buru-buru mencari cara untuk melarikan diri dari situasi canggung ini. "Ah iya, aku ke kamar mandi dulu ya," katanya cepat, sebelum ada yang sempat menjawab.Tanpa menunggu reaksi dari Hardian atau Sarah, ia langsung melangkah cepat menuju kamar mandi, meninggalkan mereka berdua di belakang.Setelah menutup pintu kamar mandi di belakangnya, Adit bersandar pada pintu, menarik napas panjang. Tubuhnya masih gemetar akibat ketegangan yang tadi terjadi.Suara detak jantungnya terdengar begitu jelas di telinganya. Rasa panik dan bersalah bercampur aduk di dalam dirinya.Dia berjalan ke wastafel, membuka keran, dan menyiramkan air dingin ke wajahnya. Tapi air dingin itu tidak mampu mendinginkan pikirannya yang bergejolak.Bayangan apa yang baru saja dilihatnya—Sarah, mamanya Hardian, tengah meracap dengan dirinya sendiri itu terus menghantui pikirannya.Bayangan itu semakin jelas, seolah-olah baru saja terjadi beberapa detik lalu.'Ini gila,' pikirnya sambil memandangi dirinya sendiri d

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Bab 1 Suara aneh dari dalam kamar

    “Ah ....”Seketika langkah Adit terhenti di depan pintu kamar yang tertutup.Malam ini Adit menginap di rumah Hardian. Ia dan Hardian adalah teman satu jurusan di Universitas yang sama. Beberapa bulan belakangan ini mereka menjadi teman karib karena merasa klop dan cocok satu sama lain.Beberapa kali pula, Adit yang merupakan anak rantau di Jakarta, menginap di rumah Hardian.Dari numpang makan, menghindari omelan ibu kos yang menagih tunggakan.Tapi dari beberapa kali menginap, baru kali ini ia mendengar suara desau aneh yang membuat penasaran. Suara yang ia dengar terdengar manja tapi seperti butuh pertolongan. Susah menjelaskannya.Akhirnya niat ingin pipis di malam hari, malah jadi pengen ngintip.Suara ‘horror’ itu kembali terdengar. Membuat jantung Adit semakin berdebar.Kerongkongan Adit tetiba menjadi kering. Rasa ingin tahunya semakin menggebu.‘Papanya Hardi udah pulang dari luar kota kali ya?’ tanyanya di dalam hati.Adit berdiri terpaku di depan pintu kamar itu, mencoba me

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status