Dengan jawaban acuh tak acuh itu, akhirnya Arya lanjut mengemudi hingga mereka tiba di sebuah restoran yang lagi-lagi masuk dalam kategori elit.
Sama seperti restoran sejenisnya, pengunjung yang datang tidak terlalu ramai namun kaum mendang-mending langsung terintimidasi begitu sampai di ambang pintu.Dua resepsionis menyambut ramah lalu menuntun mereka ke meja yang belum di reservasi."Berhubung dadakan, kita nggak sempat reservasi dulu." Arya menukas waktu mereka sudah duduk berhadapan.Putri cuma tersenyum kecil tetapi batinnya meringis. Dia bingung bagaimana cara mengatakan pada Arya bahwa makan dalam suasana hening mencekam sama sekali bukan hal yang menyenangkan.Mungkin saja, pria berwajah menawan itu tak pernah antri demi menikmati seporsi junkfood, mustahil menikmati makanan sembari tertawa keras, atau menguping obrolan pengunjung lain yang suaranya berisik saat bersantap di rumah makan Padang.Pendek kata, merekaSepulang dari mengantar Putri, Arya bergegas menuju apartemen. Tubuhnya penat sebab belum sempat istirahat seharian ini. Namun niat untuk merebahkan diri jadi buyar karena kehadiran Andini yang tak terduga di kediamannya. "Kamu ngapain kemari?" selidiknya sebal"Lah, bukannya kakak yang bilang kita bicara.""Ya nggak sekarang juga, kali."Meski sebal, Arya tetap duduk pada salah satu sofa di depan adiknya. Mengabaikan Andini tak pernah jadi keahliannya terlepas dari seberapa menyebalkan sikap sang adik terkadang. "Kak, tolong bilang kamu nggak serius jalan dengan Putri," tembak Andini sebelum Arya sempat menarik nafas. "Aku nggak suka kamu mempermainkan gadis itu."Ujaran adiknya sukses bikin Arya bungkam. Sejak mengantar Putri pulang tadi pun, hatinya sudah gelisah. Sebab itulah perjalanan mereka diwarnai keheningan hingga dia sampai di depan mulut gang menuju kediaman Putri. "Kenapa kamu pikir aku memperma
Beberapa hari berlalu setelah makan malam dengan Arya, dan Putri tak pernah lagi mendengar kabar dari atasan yang menyebalkan itu. Tak mau ambil pusing, dia memutuskan berangkat lebih awal ke kantor Arda Pictures. Para artis yang dapat nominasi untuk penghargaan malam ini diminta untuk berkumpul agar mudah memilih busana yang tepat. Tentu saja aturan ini tak berlaku untuk artis top. Mereka sudah memiliki tim sendiri untuk mengurusi hal-hal remeh. Biasanya, para sponsor juga sudah mengirimkan item yang akan mereka pakai jauh-jauh hari sebelum acara, terlebih bila sang bintang adalah brand ambassador. Putri sedang bersiap, ketika pintu kamarnya diketuk perlahan. Setengah hati, dia membuka pintu kayu itu ketika wajah pemilik kontrakan langsung muncul di ambang pintu. "Nduk, barusan ada paket untuk kamu. Kok tumben, ya?" sapa bu Ratih seraya menyerahkan kotak besar yang agak berat. "Eh? Dari siapa ya, Bu? Ada nama pengirimnya?"
Putri nyaris mengiyakan sebelum dia ingat situasi gaun-gaun yang tersisa dalam wardrobe. "Maaf Kak, saya bisa pakai gaun sendiri?" ujarnya lirih. "Memangnya kamu punya?"Rasa skeptis ini bukan tanpa alasan. Banyak artis muda yang terjun ke dunia hiburan dengan modal dengkul, terlebih mereka yang berasal dari keluarga pas-pasan. "Ada Kak, saya simpan di loker.""Hmm, coba ambil biar saya cek dulu." Setelah memberi instruksi, Mira menyibukkan diri dengan asistennya. Selain harus mengurus keperluan Putri, mereka juga mesti menolong Davinka dan salah satu artis senior lain yang juga dibawah manajemen Mira. Karenanya, Putri benar-benar tak bisa mengharapkan perhatian ekstra. Selang beberapa menit, Putri kembali dan meletakkan kotak besar itu di depan Mira. "Ini perlengkapan yang saya bawa, Kak. Silakan diperiksa dulu."Sikap acuh tak acuh sang manajer langsung berubah tatkala melihat semua perlengkapan yang ada di dalam.
Nasihat serius Mira jadi penutup episode hidup Putri sore itu. Malamnya, dia bersama rombongan dari Arda Pictures bergerak menuju venue acara yang merupakan gedung pertemuan milik keluarga Angkasa, Premiere Hall. Acara malam ini merupakan surganya insan perfilman. Sejak di pintu masuk, sudah banyak wartawan mengabadikan momen bersejarah para aktris maupun aktor yang wajahnya kerap menghiasi layar kaca. "Harap tampil dengan anggun dan berkelas. Kalau tidak jago berpose, setidaknya buatlah pose standar red carpet untuk sesi pemotretan sebelum masuk." Mira mewanti-wanti pada artis muda asuhannya. Pose standar yang dimaksud tentu saja gaya berfoto para aktris. Berkacak pinggang dengan satu tangan sementara tangan yang lain memegang clutch bag atau diletakkan dengan anggun di bagian depan paha.Jika Putri dan rekan seangkatannya mendapat arahan, artis senior macam Dewi Amor sudah melenggang masuk lebih dulu. Hamparan red carpet yang memben
Putri mengerling ke arah Davinka. Ketika rekan satu agensinya ini sedang dalam mode 'malaikat' dia jadi agak risih. "Iya, Kakak benar. Beliau memang luar biasa," sahut Putri demi ikut antusiasme rekannya. Setelah kemeriahan akibat kemenangan Dewi berakhir, mereka kembali mengikuti rangkaian acara hingga tiba saatnya nominasi untuk web series. "Pemeran utama wanita terbaik untuk kategori web series adalah... ."Kedua pemandu acara saling tatap dengan gaya dramatis, seolah hasil kemenangan punya hubungan dengan hidup-mati mereka. Sementara itu, layar raksasa tadi kembali menampilkan sederet nama beserta web series yang mereka bintangi. Hati Putri melonjak ketika Marion tampil sebagai salah satu nomine. Pada kategori film layar lebar, nama Marion juga masuk dalam daftar namun berhasil disingkirkan Dewi Amor. Sebab itu, kategori terakhir ini jadi penentu bagi pihak manajemen. Pasalnya, mereka bakal malu berat bila tak berhasil m
Putri langsung menoleh pada gadis di sisinya, bersiap memberi dukungan jika perlu.Di luar dugaan, Davinka malah menatapnya balik dengan raut bahagia memenuhi wajah. Tangannya bahkan sampai menutupi mulut, seolah nominasi yang didapatnya barusan adalah suatu pencapaian. Putri kehabisan kata-kata, terlebih saat melihat Davinka melangkah penuh percaya diri menuju panggung megah di depan sana. Rupanya, dunia ini dipenuhi bermacam-macam jenis manusia. "Terima kasih atas penghargaannya, saya harap ini bisa jadi motivasi yang baik buat kita semua untuk menegakkan kebenaran."Sontak gelak tawa memenuhi aula. Sebagian selebritis yang lebih berani sampai bersuit.Entah ini hanya gimmick atau mekanisme perlindungan diri, yang jelas Davinka sudah berhasil menorehkan cerita baru. Besok, pasti kata-katanya bakal jadi kutipan atau bahkan viral jadi meme. "Kamu tak perlu sedih, Putri. Besok-besok mungkin giliranmu yang dapat award,
"Putri gimana? Pulang sendiri atau diantar saja?"Mira, yang entah sejak kapan sudah berdiri di sisinya, berhasil menarik Putri dari angan semu. Sementara itu, Davinka yang sekejap tadi masih duduk di sisinya, sudah merangsek maju, mendekati Dirga. "Eh, kalau bisa diantar aja Kak. Saya belum punya kendaraan soalnya," Putri menyahu dengan senyum malu-malu. Mendapat tanggapan serupa itu, Mira segera meminta salah satu asistennya untuk mengantar selebritis asuhannnya. Niat Putri untuk berganti wardrobe sebelum pulang jadi urung lantaran banyaknya manusia yang antri di ruang ganti. Selain itu, selebritis yang mendapat prioritas tentu saja mereka yang populer dan senior."Kita pulang saja Kak," ujar Putri pada asisten Mira yang nampak tak sabar menunggu. Perjalanan ke rumah mereka lalui dalam diam. Selain karena sang asisten bukan tipe manusia yang suka bicara, Putri juga sedang tidak mood bercerita. Hatinya masih sibuk
Usai perbincangan dengan Heru malam itu, Putri makin sering berkomunikasi dengan sang komting, bahkan di sela kesibukan pagi ini, dia menyempatkan diri menjenguk ibunda Heru di rumah sakit. Wanita tua itu nampak tegar meski berbagai peralatan medis menempel di tubuhnya. Bahkan rambut yang kata Heru dulunya tebal hitam, kini tak lagi bersisa. "Kamu temannya Heru, Nak? Dia sering cerita soal kamu sama Ibu," wanita tua itu berucap lemah waktu hanya mereka berdua yang tinggal dalam kamar. "Iya, Bu. Dia koordinator tingkat di kelas kami."Putri menjelaskan singkat sebab takut terjadi salah paham. Tak mau ibunda Heru mengira dirinya punya hubungan khusus dengan sang anak. Bagaimanapun, dia merasa belum siap bersanding dengan laki-laki mapan saat ini. "Begitukah? Kalau dari cerita Heru, kalian sepertinya sangat dekat. Dia sungguh kagum ... sama kamu."Seolah belum cukup mengagetkan, ibunda Heru memegang telapak tangan Putri dan meng