"Mood Bapak udah baikan?” sindir Purple seraya menutup rancangan gambar yang masih harus direvisi lagi. Morgan memilih bungkam.
Semilir angin berembus dari air conditioner yang mengarah ke tempat duduk mereka membuat suasana makin canggung dan kaku. Sesekali tercium wangi lavender dari pengharum ruangan yang tergantung pada alat pengatur suhu ruangan itu.
Melihat Morgan yang tetap bungkam, Purple memiringkan kepala, menatap lekat-lekat pria itu. Memerhatikan dengan saksama setiap sentuhan Tuhan pada makhluk yang sangat tampan itu. Semua masih sama seperti dulu. Mata almond yang membuat lawan bicaranya bertekuk lutut serasi dengan alis tebal di atasnya. Dan jika diperhatikan dalam-dalam, hidung buttonnya selalu menjadi bagian paling manis di antara bagian lainnya.
“Kenapa?” Purple menggeleng.
“Bibir Bapak seksi.”
Deg!
“Ehem ….” Sungguh sebuah kalimat di luar dugaan. Entah sejak kapan wanita yang dulu dikenal kalem jadi sevulgar ini. Apa karena dia sudah menikah jadi bebas bicara hal-hal seperti itu tanpa memikirkan lawan bicaranya? Morgan coba merilekskan diri dengan melonggarkan dasinya dan menatap ke arah lain.
“Bapak marah sama saya? Kalau memang pekerjaan saya kurang memuaskan, Bapak bisa ….”
“Bukan soal pekerjaan.”
“Lantas?”
“Saya cuma nggak suka pembohong.”
“Pembohong? Saya? Memang saya bohong soal apa? Jika Bapak tanya semua hal tentang saya bahkan jika itu hal pribadi, saya akan menjawabnya dengan jujur, kok.”
“Padahal tanpa kamu memalsukan status aku udah tahu kamu sudah menikah. Buat apa di CV kamu tulis masih single?”
“Maksudnya?”
“Kalau memang sudah menikah bilang menikah gak usah….”
Drrtt … drrtt … drrrtt. Morgan merogoh kantong jas tempat dia meletakkan ponselnya yang baru saja bergetar.
“Bos …. Laporan dari tim lapangan bilang kalau bu Purple belum pernah menikah sekalipun, baik itu pernikahan sah atau pernikahan siri. Perjodohan pernikahan sebelumnya batal karena bu Purple kabur pas hari-H.” Morgan melotot tak percaya membaca pesan Alfa lalu menatap wanita di sampingnya. Jadi dia gagal menikah? Artinya dia …. Wajah yang sejak tadi muram berubah sumringah tanpa Purple tahu apa yang sedang dipikirkan pria itu.
“Menikah? Ah … Kamu masih berpikir bahwa aku ninggalin kamu demi duda kaya itu? Kalau memang gak percaya ucapanku kamu bisa lihat KTP ku. Nih!” Purple menunjukkan foto KTP yang dia simpan di galeri gawainya.
“Bisa aja, kan kalian nikah siri jadi nggak terdaftar di KUA.”
“Astaga …. Ayo kita ketemu sama duda itu buat mastiin.” Purple menarik tangan Morgan agar pria itu berdiri.
“Dia aja udah punya istri baru abis nggak bisa nikah sama aku. Gimana aku bisa nikah siri sama dia? Emang aku semenyedihkan itu hingga mengemis status istri pada seorang duda?” Purple kembali duduk tanpa melepaskan genggaman tangannya pada Morgan.
“Aku mesti gimana biar kamu percaya? Hmmm?” Purple mengeratkan genggaman tangannya seraya berkata,“Kamu tuh cinta terakhirku. Aku nggak bisa jatuh cinta sama pria lain lagi. Dan kamu tahu selama 5 tahun ini aku terus menunggu kamu yang tanpa kabar seperti orang gila.”
“Andai saja kamu tahu kalau aku sangat senang bisa bekerja di sini dan lihat kamu setiap hari. Walau aku bertindak seperti orang gila yang mengemis cinta, semua akan aku lakukan agar kamu maafin aku. Rasa bersalah itu menghantui hidupku. Aku sampai berpikir mungkin aku akan jadi perawan tua karena nggak bisa menikah sama pria lain. Cintaku sudah habis di kamu, Morgan ….” Tes. Cairan bening tak terasa mengalir di pipinya.
Melihat kesedihan wanita di hadapannya, Morgan mengangkat tangan kirinya, bermaksud mengelus rambut wanita mungil itu. Namun, dia urungkan saat mengingat kembali kejadian semalam yang membuatnya jadi alcoholic lagi. Jika memang dia belum bersuami lantas pria itu siapa? Bohong sekali nggak bisa jatuh cinta lagi tapi bisa boncengan mesra sama pria lain. Tangan Morgan mengepal. Hatinya kembali memanas.
“Sudah terlambat. Kamu tadi dengar sendiri saat kekasihku menelepon. Dia merindukanku dan akan segera ke Indonesia.”
“Begitu, ya ….” Purple melepaskan genggaman tangannya, lalu meraih tissue di atas meja.
“Ternyata sudah sangat terlambat.” Srot.
“Memang waktu 5 tahun bukanlah sebentar. Kita tak berkabar sama sekali dan tiba-tiba aku muncul kembali seperti ini. Pasti kamu merasa tak nyaman. Jika kamu memang tak nyaman bekerja denganku aku bisa merekomendasikan arsitektur lain yang pekerjaannya hampir sama denganku. Dia …”
“Gak perlu. Saya profesional dalam bekerja, tak melibatkan perasaan pribadi, atau masa lalu.”
“Kamu mungkin bisa, tapi aku gak bisa. Jika memang tak ada harapan lagi aku ingin segera menutup kisah lama kita dan melanjutkan hidupku sendiri. Lagipula aku sudah melihatmu hidup dengan baik. Tak ada lagi yang perlu aku cemaskan. Besok aku akan serah terima pada ….”
“Katanya takut jadi perawan tua, tapi begini aja udah nyerah,” gumam Morgan.
“Apa? Apa kamu bilang?” Purple yang semula sudah berdiri kembali duduk mendengar komentar Morgan yang menyakitkan itu.
“Segini aja katamu? Udah 5 tahun aku nunggu terus sekarang kamu udah punya pasangan lain, terus aku mesti gimana? Jadi orang ketiga dalam hubungan kalian?”
“Nunggu 5 tahun? Gak bisa nikah sama pria lain? Bullshit!” Morgan berjalan menuju mejanya kembali, mengabaikan keberadaan Purple yang juga sama sedang marah.
“Tunggu! Jelasin dulu maksud kamu apa? Aku udah bilang kan kalau aku nggak jadi nikah sama duda itu.”
“Iya kamu emang nggak jadi nikah sama dia, tapi kamu bisa mesra-mesraan dengan pria lain lagi. Itu yang kamu bilang setia? Kamu di sini genit padaku lalu di luar kamu mesra sama pria lain.”
“Siapa, sih yang kamu maksud? Memang aku mesra sama siapa? Kamu lihat aku di mana? Sama siapa?”
“Mana aku tahu dia siapa? Yang jelas pria kaya yang punya motor gede dan rela hujan-hujanan demi jemput pacarnya yang kedinginan di pinggir jalan.” Morgan kembali duduk di bangkunya, sementara Purple masih terus berpikir siapa yang pria itu maksud.
“Ah, aku inget sekarang. Rudra kalau aja lo tahu pertengkaran panjang ini cuma gara-gara lo, lo pasti bakal ketawa puas. Emang kemarin gue ada peluk-peluk dia pas bonceng? Perasaan gak, deh. Emang keliatan mesra? Mesra darimananya? Kita aja berantem terus udah kaya anjing sama kucing, emang di mata orang kayak gitu keliatan mesra?
Dan pria ini juga kenapa lucu sekali, marah tanpa mau dengar penjelasan lebih dulu. Tadi dia bilang udah punya cewek lain, tapi masih cemburu lihat aku sama Rudra. Aku jadi ragu yang kemarin telepon itu beneran ceweknya atau bukan. Aku tahu sekali dia bukan tipe pria yang suka menduakan. Jika sudah mencintai satu wanita dia tak akan tarik ulur apalagi sampai marah-marah hanya persoalan aku dibonceng pria.
Ternyata kamu mau tahu seberapa keras usahaku untuk mendapatkanmu kembali? Oke, lihat saja sejauh mana kamu bisa bertahan dengan semua godaanku. Purple tersenyum jahat seraya menatap Morgan yang pura-pura bekerja.
Gemes ya sama pasangan ini apalagi Morgan kalau lagi cemburu begitu, bikin gregetan.
Selangor, Malaysia – 09.00 pagi“Sial!” umpat Morgan setelah mematikan sambungan telepon dari sang kekasih. Walau tadi dia berusaha tenang dan menyembunyikan rasa cemburunya tetap saja dia merasa was-was jika sudah menyangkut sahabat kecil dari kekasihnya itu.Alfa yang berdiri di sampingnya tak berani menanyakan apa yang tengah membuat bosnya mendadak kesal saat meeting akan dimulai beberapa menit lagi.“Al, kita usahakan meeting ini selesai secepat mungkin. Ga usah terlalu banyak basa-basi. Jika pihak mereka banyak permintaan kita cari investor lain.“Baik, Pak.”Ting.Bersamaan dengan itu pintu lift terbuka, keduanya menuju ruangan ujung sebelah kanan, tempat berlangsungnya meeting yang akan menguras banyak waktu.Samarinda, IndonesiaSaat Purple akan membuka pintu mobil hitam yang mengantarkannya sampai depan rumah, Rudra bertanya, “Akankah hubungan kita berubah?”“Kalau udah tahu hubungan kita gak akan sama seperti dulu lagi, bukankah sebaiknya gue ngak perlu tahu gimana perasaan
Chapter 26Tin … tinSuara klakson dari sebuah mobil hitam yang terasa sangat familiar menarik perhatian Purple yang tengah berdiri di pinggir jalan menunggu taksi dengan tangan menenteng sebuah koper. Dia akhirnya memilih pulang sendiri karena Alfa hari ini sakit dan pacarnya mendadak harus ke Malaysia untuk negoisasi harga dengan customer barunya.“Masuk,” perintah laki-laki dari dalam mobil setelah kaca bagian penumpang terbuka. Sebelum memutuskan untuk mengikuti perintah laki-laki itu, Purple mengangkat kopernya. Sebagai kode minta tolong agar supir ganteng itu mau menaruh kopernya di bagasi. Begitu sang supir keluar dari mobil dan mengambil alih koper dari tangan Purple, sang pemilik justru dengan santainya masuk ke dalam mobil.“Lo habis dari mana?” tanya Purple seraya memakai sabuk pengamannya.“Abis service monitorku rusak.”“Oh ….” Setelah mengucapkan sepatah kata itu Purple menyandarkan kepalanya dan perlahan menutup mata.“Lo habis dari mana? Berhari-hari ngak bisa dihubungi
Chapter 25Lebih baik dari perkiraan, ternyata tak sampai seminggu luka Morgan sudah mengering. Lima hari berlalu begitu saja tanpa terasa. Seperti sebelumnya, Purple tetap tekun dengan pekerjaannya. Sama sekali tak goyah dengan rengekan Morgan tiap kali wanita itu ingin berangkat kerja. Dan entah disengaja atau memang benar sibuk, Purple selalu pulang malam. Itulah yang ada di pikiran Morgan tiap kali pacarnya pulang jam 19.00 WITA.Aktivitasnya yang begitu padat membuat rumah Morgan hanya jadi tempat persinggahan untuk tidur. Tiap selesai memberikan obat dan mengganti perban, mereka mengobrol ringan. Kadang Purple tertidur saat obrolan mereka belum berakhir. Dan seperti biasa Morgan hanya dapat menahan hasratnya selama beberapa hari itu dengan amat tersiksa. Apalagi saat wanita itu tertidur di bahunya dengan hanya mengenakan tank top dibalut outer tipis. Outer berbahan satin yang kadang terbuka tanpa sengaja seakan terus mengejek dirinya ya
Chapter 24Selepas kepergian Desi yang berhasil membuat mood-nya berantakan, Purple membereskan sisa sarapan yang baru dia makan setengah. Dia buang sisanya karena nafsu makannya hilang seketika. Menutup jatah sarapan Morgan dengan tudung saji di atas meja makan, lalu pergi ke kamar mandi.30 menit kemudianKeluar dari kamar mandi Purple merapikan sedikit bagian dapur yang berantakan. Membuang sampah yang berserakan di meja, menaruh beberapa makanan dan minuman ke dalam kulkas, terakhir dia manyapu dan mengepel lantai agar terlihat bersih. Kemudian menuju kamar tidur mengambil shoulder bag-nya. Mengeluarkan beberapa buah peralatan make up yang akan dia gunakan untuk merias diri.Merasa penampilannya sudah sempurna dengan baju kasualnya, Purple menghampiri Morgan yang masih tertidur. Mengecup kening pria itu sambil berkata, “Aku berangkat kerja, ya.” Diikuti senyuman tipis di bibirnya yang berwarna peach.
Samarinda-Sinar baskara yang menerobos gorden putih di kamar tidur Morgan membuat mata Purple terasa silau. Dia mengerjap untuk sesaat. Berusaha menyadarkan diri bahwa ini adalah kali pertama dia tidur di rumah seorang pria yang bahkan tidak pernah terpikir sedikit pun mereka akan bertemu lagi setelah sekian lama. Sebuah takdir yang sulit dipercaya. Di tengah keputus asaannya dulu mencari cinta yang hilang ternyata Tuhan sudah mengatur waktu yang paling tepat bagi mereka untuk bertemu kembali. Entah takdir atau kebetulan, dia tetap merasa bersyukur.Purple memiringkan badannya ke kanan. Mengamati dengan saksama durja rupawan seorang pria yang menemaninya tidur semalam. Setiap pahatan indah dalam diri pria itu seakan tak memiliki cela di dalamnya. Dalam tuturnya yang lembut dan setiap perlakuan terhadap dirinya penuh dengan perhatian serta pertimbangan. Agar tak menyakiti atau melukai. Menggambarkan dengan jelas perasaan takut kehilangan dan ditinggalkan seperti dulu.S
Ruangan yang semula dipenuhi suara erangan Purple mendadak berubah hening karena kepergian dua manusia itu ke tempat yang berbeda. Purple memutuskan untuk membersihkan diri, sementara Morgan memilih untuk menahan gairah yang tadi sempat membara dengan menyulut sebatang tembakau di teras rumah. Hanya itu satu-satunya pelarian yang tersisa mengingat dia sudah bertekad untuk tak menjadi pecandu alkohol lagi dan hidup lebih baik demi wanita yang dicintainya.“Kenapa merokok? Kondisimu kan lagi ngak baik.” Suara lembut wanita yang muncul di belakangnya membuat Morgan kaget. Buru-buru dia membuang rokok yang baru terisap setengah itu dengan asal, lalu menyeka bibirnya agar tidak terlalu bau.“Apa ada hal buruk sampai kamu merokok lagi?” Morgan menggeleng.“Aku hanya sedang melampiaskan hasrat yang tak tersalurkan. Kamu tahu, kan aku ini pria dewasa dengan usia yang tepat untuk menyalurkan hasrat.”Deg!Purple tahu betu