Share

Istana yang Sepi

Veronica terdiam sepanjang perjalanan. Mimpi bahwa ia akan dijemput oleh pangeran berkuda pupuslah sudah. Yang terjadi kini ia duduk sendiri di kursi tengah mobil, hanya bertiga bersama Carol dan supir alih-alih duduk bersanding bersama calon suami. Jangankan obrolan ringan, tatap matanya itu selalu menusuk ke dalam hatinya.

"Nona Veronica?" Panggilan seseorang membuat perempuan itu terbangun dari lamunan. Dipandangnya Carol yang ternyata sudah memanggilnya beberapa kali tadi. "Kita sudah sampai." Ucapnya.

Veronica menghapus bekas air mata di pipinya kemudian mengintip ke luar jendela. Di depan sana, terdapat pagar raksasa yang menjulang tinggi bagaikan sebuah benteng perlindungan. Tidak ada yang bisa dilihat dari luar sebelum akhirnya gerbang ganda besar dibuka perlahan. Kedua mata cantik Veronica tidak bisa berkedip menyaksikan bangunan megah yang berdiri di tengah luasnya halaman. Sungguh lebarnya taman berkali lipat dari Padang rumput di desanya. Belum berhenti ia terpana, pandangan Veronica terus berlanjut dibuat terpesona oleh kolam besar di kanan dan kiri jalan masuk. Tanpa sadar bibirnya terbuka melihat kolam bening yang berderet hingga membawa mereka semakin dekat dengan istana sesungguhnya.

Rumah megah itu perlahan nampak jelas. Veronica yang masih terpaku oleh apa yang ia lihat tidak menyadari mobil berhenti dan bahkan pintu di sisinya sudah dibuka lebar. Carol memanggilnya pelan. "Nona.."

"...!" Veronica terperanjat. Gadis itu kemudian dengan kikuk keluar dari mobil. Berdiri sembari membenarkan gaun merah mudanya yang sedikit kusut karena duduk terlalu lama. Setelah di rasa nona muda siap, Carol mengajaknya berjalan. "Selamat datang di Villa Magistra, nona Veronica. Disini adalah tempat kediaman tuan Arliando Magistra."

Veronica berjalan pelan sembari menumpukan mata pada setiap sudut yang ada. Pilar besar menyangga lorong yang ia tapaki kini. Berdiri di kanan kiri bersama kolam bening berisi ikan-ikan cantik di terasnya. Berpindah ke sisi kanan, matanya disajikan oleh taman berisi bunga dan tempat duduk yang apik. Sungguh, dia tidak pernah membayangkan akan berada disini sebelumnya. Bahkan seiring dengan kakinya berjalan, lantai marmer yang begitu mengkilap ini terasa sayang ia pijak. Tak ia pungkiri terdapat rasa tidak percaya diri saat Veronica bertandang kemari.

Carol masih setia menemani. Dari awal dia memang sudah ditugaskan untuk menjaga calon istri tuan Magistra. Tapi dia tak menyangka gadis ini akan menjadi nyonya besarnya nanti. Sangat jauh dari bayangannya, di antara para gadis bangsawan sang tuan malah memilih atau lebih tepatnya membeli gadis yatim piatu di pinggir kota. Teka teki yang begitu besar.

"Apakah keluarga tuan Arliando tinggal disini?" Veronica bertanya pelan. Dadanya berdebar kuat ingin segera memastikan. Tapi Carol menggelengkan kepala. "Tidak, nona. Keluarga besar dari tuan tidak tinggal bersama beliau. Mereka menempati castil utama yang diperuntukan khusus untuk keluarga, dan tuan Arliando memang sudah lama tinggal sendiri disini.

Apakah mereka tidak berhubungan baik? Veronica penasaran akan itu. Ia berharap bisa bertemu dengan mereka, karena bagaimanapun ia akan menjadi bagian dari keluarga. "Apakah mereka akan hadir ke pernikahan kami nanti?" Bibir itu berbisik sangat pelan. Carol yang masih bisa mendengar hanya bisa terdiam. Sesungguhnya ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu dengan pasti. Ia sendiri baru beberapa kali bertemu langsung dengan keluarga Magistra. Sang tuan benar-benar tertutup rapat.

Sampai di depan lorong utama, Carol berhenti. Veronica turut memandang wanita itu penasaran. "Nona, aku akan menemanimu sampai sini. Untuk seterusnya pelayan pribadi anda yang akan menemani. Permisi," Tapi sebelum pengawal wanita itu pergi, Veronica menyempatkan diri untuk segera bertanya sesuatu yang sudah ia pendam sedari tadi.

"Carol, tuan Arliando.. dia kemana?" Mobilnya tidak terlihat. Salahnya melamun sedari tadi, Veronica sampai tidak menyadari jika calon suaminya tidak berada disini sekarang. Carol menjawab pelan, "Maafkan aku nona, tapi tuan Arliando sedang memiliki pekerjaan yang belum usai. Kemungkinan untuk hari ini, atau mungkin beberapa hari yang belum ditentukan beliau belum bisa menemui anda lagi." Veronica terdiam. Dia mencoba memahami jika Arliando adalah orang penting, dan tentunya hal itu membuatnya sibuk oleh pekerjaan. Dia harus mengerti, itulah yang harus ia lakukan ketika telah menjadi istrinya nanti.

Carol kemudian kembali pamit setelah dikiranya nona muda tidak memiliki pertanyaan lagi. Tak lama setelah Carol pergi, satu demi satu pelayan nampak keluar dari sebuah ruangan. Veronica sedikit kebingungan dengan hadirnya mereka secara tiba-tiba, namun pada akhirnya seorang perempuan yang nampak berpakaian lebih rapih daripada yang lain maju mendekatinya. "Selamat datang, nona. Aku adalah pelayan pribadimu, Elisa."

Elisa menunduk dalam, diikuti para pelayan lain yang turut memberi hormat pada sang nona. Sedangkan Veronica sendiri nampak kikuk dan tidak tahu bagaimana harus menanggapi, hanya menunduk dalam sebagai balasan untuk mereka. "Anda pasti lelah, nona. Kami akan mengantar anda ke kamar untuk beristirahat." Veronica mengangguk pelan.

Mereka berjalan melewati ruang utama yang luas. Lampu gantung dari kaca menggantung indah ditengahnya. Veronica merasa begitu kecil disini. Apalagi saat mereka sampai di sebuah kamar yang begitu luas, apakah itu kamar untuknya? Veronica senang sekaligus terpesona. Kamar yang cantik dengan nuansa merah muda, emas dan putih itu benar-benar seperti kamar dalam dongeng. Tunggu, apakah dia akan bersanding bersama tuan mudanya disini? Pipinya bersemu merah membayangkannya. "Apa ini kamar untuk kami berdua?"

Elisa tersenyum samar. Calon suami tuan mereka itu polos sekali. "Bukan, nona. Ini adalah kamar pribadi yang diperuntukan untuk calon istri tuan Magistra. Dalam artian, ini adalah kamar pribadi anda." Ah, benar. Veronica belum menjadi istri sahnya. Bagaimana bisa dia sudah membayangkan akan tidur berdua di samping lelaki itu malam ini? Lamunannya dipecah oleh ucapan Elisa. "Nona, silahkan anda mandi dahulu sebelum beristirahat. Kami sudah menyiapkan air hangat dan juga pakaian yang akan anda kenakan."

"Umm, terimakasih Elisa."

******

Di dalam bathtub itu, Veronica merenung. Lututnya yang bertelanjang baju bersemu merah karena air hangat. Rambutnya basah, dengan isi kepala yang dipenuhi oleh cerita dari hidupnya sendiri. Tentang kedua orang tua angkatnya yang dengan tega menjual dirinya, sampai hadirnya pangeran dingin secara tiba-tiba. Lelaki itu bermulut kejam. Bahkan tanpa pamit dia pergi meninggalkan dia sendirian disini. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Veronica meringkuk dengan gusar memeluk tubuhnya sendiri.

"Dimana dia?" Seruan seorang lelaki dari luar membuat Veronica tersentak. "Nona sedang mandi, tuan."

"Cepat suruh dia keluar, aku mau bicara." Suara itu, Veronica mengenalinya. "T-tapi tuan,"

"Berisik, aku tidak punya waktu." Tak lama suara tapak kaki mendekat ke arah Veronica. Gadis itu beringsut mundur ke pojok bathub. Hingga akhirnya tirai kecil yang menutupi ruangnya mandi terbuka secara tiba-tiba. Menampakkan sesosok lelaki yang baru saja ia temui pagi lalu.

"KYAAAA!!!" Alih-alih segera keluar, Arliando malah berdecih sembari menyipitkan mata melihat wanita yang menenggelamkan tubuhnya di air itu menjerit-jerit tidak karuan. "Hei,"

"Keluar! Keluar dari sini!" Veronica semakin panik saat Arliando berjongkok di depannya. "Diam, aku tidak akan menyentuhmu saat ini wanita gila." Membuat Veronica bungkam namun masih dengan pandangan menuduh yang sangat kentara. Nafasnya memburu di depan wajah tuan muda yang malah mendengus kesal melihat tingkah lakunya. Wanita itu naif sekali. "Malam ini pendeta akan datang. Persiapkan dirimu dengan cantik karena kita akan menikah malam ini juga."

Apa? Malam ini juga? Melihat kebingungan Veronica, Arliando nampak tidak peduli dan memilih berdiri. Sampai akhirnya Veronica berani berbicara saat ia sudah memunggunginya. "A-apakah keluargamu akan datang?" Tapi lelaki itu tidak mengeluarkan jawaban. Tubuhnya kaku membelakangi Veronica tanpa berniat berbalik sekalipun. "Tidak." Hanya kata singkat itu dan Arliando pergi meninggalkan Veronica tercenung di kamar mandi.

Kenapa keluarganya tidak datang? Bukankah Arliando merupakan orang penting? Pikiran itu terus menyedot kesadarannya, bahkan saat para pelayan selesai mendadaninya dengan gaun dan riasan cantik pun Veronica masih setia termenung. Kedua orang tuaku sangat kuharapkan kehadirannya, tapi aku tidak yakin mereka akan datang. Lalu keluarga Arliando yang akan menjadi orang tua baruku, apakah mereka juga tidak akan datang?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status