Share

7

Wanita itu langsung mengusap air yang berjatuhkan dari kelopak mata. Ia bangkit dan melangkah untuk memandang pantulan dirinya di cermin retak. Masih terasa pipi yang basah akibat dia menangis.

"Ngapain kamu nangisin cowok brengsek itu, Maira! Bodoh banget sih," omelnya.

Tangan wanita itu menjitak kening setelah mengomel pada dirinya sendiri.

"Ayo semangat Maira." Monolognya.

Wanita itu memegang perut karena merasakam mulas. Ia berlari ke kamar mandi lalu menggedornya.

"Siapa di dalam? Ayo cepat keluar! Udah gak tahan nih," teriak Maira.

David yang mendengar itu langsung membuka pintu setelah memakai handuk. Sedangkan Maira dengan cepat menarik lengan lelaki tersebut lalu lekas mentup pintu.

"Bang, itu anduk baru punya Abang bukan? Kalau iya buat aku ya," teriak Maira.

David yang mendengar itu mengiyakan. Maira langsung mengusir sang Kakak untuk pergi menjauh dari bilik mandi.

"Udah sono pergi! Nanti bom Abang pingsan lagi," usir Maira.

David berdecak kesal mendengar usiran adiknya. Tetapi bergegas pergi saat mendengar suara sesuatu yang membuatnya mual.

Setelah membuang hajat, Maira langsung membersihkan dirinya. Lalu bergegas keluar dengan langkah cepat dan masuk ke kamar untuk memakai pakaian. Setelah itu pergi lagi ke dapur untuk membantu Ibunya.

"Bu, lagi buat gorengan ya? Sini Maira bantu. Sekalian Maira juga yang jual, Maira mau ke pasar soalnya," seru wanita itu.

Wanita yang berstatus Ibu Maira itu menoleh memandang sang anak. Ia langsung mengangguk sebagai jawaban, karena kalau dilarang pun putrinya akan memaksa membantu.

"Kamu potong bahan aja, nanti Ibu yang bikin adonan," perintah Dewi.

Maira menganggukan kepala untuk mengiyakan ucapan sang Ibu. Ia mulai sibuk memotong bahan untuk membuat gorengan.

"Ibu, ini kok ada jengkol? Ini buat apa, Bu?" tanya Maira.

Dewi yang mendengar anaknya bertanya langsung menoleh.

"Buat gorengan atuh, Nduk. Malahan itu yang lagi laris lho, enak dimakan sama nasi," sahut Dewi.

Maira hanya mengangguk paham, ia memandang wanita yang telah melahirkannya. Dia merasa sedih karena belum membahagiakan mereka.

"Bu, aku mau nyoba jual makanan mateng. Untuk sekarang keliling pake sepeda dulu, ada kan sepedanya ya?"

Dewi menoleh mendengar keinginan anaknya. Ia langsung mendekat dan memegang bahu Maira.

"Ibu melihat di koper isinya semua pakaianmu, sebenernya apa yang terjadi?" tanya Dewi.

"Mas Reyhan selalu merendahkanku, Bu. Bahkan dia berkhianat dan memiliki hubungan dengan sahabatku," ungkap Maira.

Suara wanita itu bergetar, Dewi yang mendengar hal tersebut langsung mendekap anaknya. Terlihat Maira menumpahkan tangisan membuat dia merasakan sakit hati.

"Mereka bermain di belakangku, Bu. Bahkan mereka sudah menikah tanpa sepengetahuanku, Thania dia hamil Bu," lanjut Maira.

Dewi sangat terkejut dengan cerita Maira, bahkan David yang menguping sejak tadi mencengkram botol yang ditangan sampai semua air keluar dari sana.

"Bahkan dia berani menamparku di depan Thania," tutur Maira.

"Apa! Dia berani menamparmu, berani menyakiti adikku. Bener-bener biadap," geram David.

David langsung membuang botol itu lalu mendekati Maira untuk mendekap sang adik.

"Abang bakal bales kelakuannya, enak aja nyakitin adikku!"

Lelaki itu di tahan Maira, saat hendak pergi. Ia menggeleng membuat sang kakak mengembuskan napas kesal.

"Kamu ini, udah diperlakukan begitu apa kamu enggak marah, apa kamu masih mencintainya" omel David.

Maira yang mendengar itu hanya menghela napas. David yang tidak mendapatkan jawaban menyugarkan rambut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status