Maira terdiam mendengar pertanyaan Bapaknya, ia menarik nafas dan menghembuskannya dengan kasar.
"Bapak udah minum obat belum?" tanya Maira.Wanita itu mengelak tidak menjawab pertanyaan Bapaknya. Membuat lelaki tersebut menghela napas lalu memilih untuk tidak bertanya lagi."Allhamdulillah udah, lagian Bapak udah agak enakan, nanti kalau udah pagi mau berangkat nguli," ucap lelaki itu.Semua langsung terkejut mendengar ucapan lelaki itu mereka dengan kelompok menggeleng."Jangan kerja dulu lah, Pak! Nunggu sehat aja, jangan maksain," seru Maira."Iya benar apa kata Maira, Mas. Mendingan kamu izin dulu," lontar sang istri.Terlihat lelaki itu menghela nafas."Kalau nanti Bapak gak kerja kita makan apa, Bu! Sedangkan David cuma ngadelin duit ngojek," lirih lelaki itu.Maira yang mendengar itu memegang lengan cinta pertamanya. Senyuman kecil terlukis di bibir wanita tersebut."Tenang aja kalau cuma buat makan, mah, Pak. Kami akan usahakan cari uang, sekarang Bapak cukup fokus ke kesehatan," seru Maira.David yang mendengar itu mengangguk."Iya, Pak. Lagian sekarang David gak ngojek dulu, ada temen yang minta David bantuin jadi kuli bangunan," timpal lelaki itu.Lelaki itu mengangguk mengiyakan kalau mendengar ucapan kedua anaknya."Maafin Bapak yang ngerepotin kalian ya," kata lelaki itu dengan suara pelan.Kedua orang itu langsung membela yang mendengar ucapan sang Bapak."Bapak ini bilang apa sih, masa ngerepotin kami! Enggak lah," omel David.Maira mengangguk setuju ucapan sang Kakak."Iya ini Bapak ngomong ngawur aja. Masa ngerepotin kami, kita itu keluarga. Gak ada kata ngerepotin saat membantu," timpal Maira.Lelaki itu memandang terharu ke arah kedua anaknya. Sedangkan istri pria tersebut tersenyum melihat kekompakan buah hati mereka."Makasih, Dav, Ra," cicit sang Ibu.Mendengar ucapan Ibu mereka, Maira langsung memeluk wanita itu. Sedangkan David ikut mendekap bapaknya."Ya udah, kamu istirahat gih!"Maira mengangguk, wanita itu melangkah pergi ke kamarnya. Sedangkan David tidak keluar dari ruangan tersebut."Bu, sepertinya anak kita ada masalah dengan suaminya ya," celetuk lelaki yang terbaring di ranjang.Sedangkan sang istri yang mendengar celetukan suaminya hanya diam. Ia bingung harus menyahuti gimana, karena dia pun tidak tau tentang hal tersebut."Gak tau, Pak. Ibu juga bingung, tapi hati Ibu tidak tenang memikirkan Maira, apalagi dia datang bukan dengan suaminya," seru wanita itu.Kini David yang dipandang wanita itu. Karena saat membuka pintu dia ada bersama sang adik."Kenapa ngeliatin David kaya gitu, David juga gak tau, Bu. Dia tiba-tiba nelepon minta di jemput, saat nelepon David menebak kalau dia nangis, Bu," ucap David.Mereka langsung menghela napas mendengar itu. David mengingat-ingat percakapannya saat di motor tadi."Eh iya, David pernah nanya sama dia soal suaminya. Dia malah jawab gini, udahlah, Bang. Gak usah ngomong dia, cowok brengsek!" jelas David.Lelaki itu meniru gaya Maira saat menjawab pertanyaan. Membuat kedua orang tua tersebut kini saling pandang, memikirkan keadaan putrinya."Kayanya Reyhan buat anak kita kecewa, tapi gak tau soal apa," seru wanita yang melahirkan Maira.Anak lelaki dan suaminya itu mengangguk mengiyakan seruan wanita tersebut."Ya sudah, nanti kalau dia udah tenang kita tanya pelan-pelan," lontarnya lagi.Kedua lelaki itu mengangguk, lalu David pamit untuk pergi membersihkan diri. Sedangkan di kamar Maira, ia kini menangis meratapi nasibnya.Wanita itu langsung mengusap air yang berjatuhkan dari kelopak mata. Ia bangkit dan melangkah untuk memandang pantulan dirinya di cermin retak. Masih terasa pipi yang basah akibat dia menangis."Ngapain kamu nangisin cowok brengsek itu, Maira! Bodoh banget sih," omelnya.Tangan wanita itu menjitak kening setelah mengomel pada dirinya sendiri. "Ayo semangat Maira." Monolognya. Wanita itu memegang perut karena merasakam mulas. Ia berlari ke kamar mandi lalu menggedornya. "Siapa di dalam? Ayo cepat keluar! Udah gak tahan nih," teriak Maira. David yang mendengar itu langsung membuka pintu setelah memakai handuk. Sedangkan Maira dengan cepat menarik lengan lelaki tersebut lalu lekas mentup pintu."Bang, itu anduk baru punya Abang bukan? Kalau iya buat aku ya," teriak Maira. David yang mendengar itu mengiyakan. Maira langsung mengusir sang Kakak untuk pergi menjauh dari bilik mandi. "Udah sono pergi! Nanti bom Abang pingsan lagi," usir Maira.David berdecak kesal mendengar usiran adi
"Ya! Pokoknya kamu harus cerai," seru David.Lelaki itu melangkah pergi setelah mengatakan demikian. Sangat terlihat, jika dia sangat kesal. Sedangkan Dewi memandang putrinya dan langsung menarik Maira dalam dekapan. "Udah, jangan mikirin itu dulu. Mendingan sekarang bantu Ibu, nanti kita jualan bareng," tutur Dewi. Mendengar perkataan Dewi membuat Maira mengulas senyum kecil. Dia menganggukkan kepala lalu mulai melakukan pekerjaan lagi. Beberapa menit berlalu, akuirnya mereka selesai memasak. "Akhirnya selesai juga, Bu." Maira mengatakan itu seraya merenggangkan otot. Pegal karena lumayan lama bergelut di dapur. Wanita tersebut melihat Dewi yang memijat tangan."Sini, Bu! Biar aku aja yang mijit," seru Maira. Wanita itu langsung menarik Dewi agar ikut duduk lesehan di lantai. Maira dengan telaten memijat Ibunya. "Pasti Ibu pegel banget ya, ngaduk adonan yang lumayan banyak. Sini biar Maira pijat pake kekuatan cinta, biar gak pegel lagi," seloroh Maira. Dewi yang mendengar pu
"Bu ... jangan, nanti aja kalau Bapak udah sehat," pinta Maira.Mendengar perkataan anaknya, Dewi menggeleng sebagai jawaban. "Lebih bagus sekarang, Ra. Dari pada nanti, Bapak bakal bingung. Apalagi kita harus cari uang buat nanti kamu ke pengadilan," seru David. Lelaki yang dipanggil Bapak itu menoleh. Melirik David lalu memandang putrinya yang tengah memilih baju. "Apa yang kalian kata, kenapa segala bawa pengadilan. Ayo cepat jelaskan!" tuntut lelaki itu. Maira yang melihat sang Bapak kebingungan hanya menuduk. Semakin meremas pakaiannya, ia menarik napas dan mengembuskan perlahan. Lalu mendongak memandang wajah lelaki itu. "Pak, Maira mau cerai dengan Mas Reyhan," lontar wanita itu. Wanita itu terus menatap wajah Bapaknya, tatapan penuh keyakinan, sedih dan marah bersatu."Apa masalah kalian begitu besar, Nak. Sampai mau cerai dengan Reyhan?" tanya lelaki itu. Saat hendak mengucapkan pertanyaan itu. Lelaki tersebut menghela napas panjang. Maira yang mendengar perkataan Bapa
"Cinta dan benci itu bersatu, Bu. Tapi lebih dominan benci, kalau hilangin rasa cinta itu butuh waktu bukan, karna aku udah lumayan lama bersamanya," sahut Maira pelan. Dewi mengangguk paham sedangkan David yang hendak protes langsung dicubit sang Ibu membuat lelaki itu mengaduh. Maira menoleh mengeryitkan alis memandang Kakaknya yang memekik."Kamu tuh ngapain sih, Bang! Ngejerit gitu," seru Maira. "Kamu ini kenapa sih, Bang! Suasana begini malah teriak, apa biar makin heboh," cibir Maira kesal. Mendengar perkataan David, ia menatap wajah adiknya."Nah gitu, mendingan kamu marah dari pada nampakin wajah sedih gitu. Kamu jadi jelek tau," kelakar David.Maira yang mendengar itu melotot lalu bangkit dan mulai menyerang David dengan gelitikan. Orang tua mereka memandang anaknya, lalu saling menatap dan mengulas senyum."Kalian ini, ayo makan! Nanti keburu dingin lho," tegur Dewi. Mendengar ucapan Dewi, mereka langsung berhenti lalu saling sikut menyalahkan. Lelaki yang menyandang st
Maira termangu mendengar ucapan sang pembeli. Memang dia mengenal wanita tersebut, karena mereka bertetangga. Dewi yang mengetahui putrinya tengah bingung lekas mencari ide untuk mengalihkan topik"Eh, Mpok. Si Sinta gimana, dia jadi pindah ke rumah suaminya?" tanya Dewi. Wanita itu menoleh kala Dewi bertanya, ia menganggukan kepala menjawab pertanyaan perempuan tersebut. "Iya nih, Mpok. Lusa mereka bakal pergi," sahutnya lesu.Dewi mendengar jawaban wanita itu, langsung menepuk pundak tetangganya. "Jangan sedih, yang penting anakmu selalu dibuat bahagia bukan," lontar Dewi.Wanita itu mengangguk mendengar perkataan Dewi. Setelah selesai tetangganya selesai membayar. Mereka lekas melangkah pergi untuk berjualan lagi. "Bu, untung Ibu bisa ngalihin topik. Maira bingung harus jawab apa, kalau Maira bilang bakal cerai. Pasti asa gosip yang gak enak," tutur Maira pelan. Dewi menatap anaknya, ia menghela napas panjang. Memikirkan nasib Maira jika menjanda nanti, pasti banyak yang mengg
Kedua wanita itu, memilih memakai angkot untuk pergi ke pasar. Sambil menjajahkan jualan di sana, sesampai di tujuan. Mereka langsung memasuki tempat dimana pedagang berjualan. "Bu, ayo kita belanja dulu. Lagian gorengannya juga mau habis bukan," ajak Maira.Wanita yang dipanggil Ibu itu, mengangguk sebagai jawaban. Ia mengikuti sang anak yang mulai mencari pedagang sayuran. Setelah mendapatkan pejual yang lumayan lengkap jualannya. Maira langsung berbelanja."Bu, kayanya segini udah cukup deh, ayo kita pulang."Dewi melihat anaknya yang riang, mengulas senyum. Ia mengangguk sebagai jawaban. Mereka mulai menunggu angkot lagi, tetapi sebuah mobil berhenti di depan keduanya. "Ampun ... ternyata setelah diceraikan olehku, kamu sangat menyedihkan ya, suruh siapa segala minta cerai!" ledek pria tersebut. Maira yang mendengar suara mantan suaminya hanya memutarkan bola mata malas. Lelaki itu merogoh saku celana dan menyodorkan pada wanita yang berada di samping perempuan tersebut. "Bu,
Setelah angkot berhenti, mereka segera turun dan lekas membayar. Mulai melangkah menuju kediaman yang masih lumayan jauh, karena tempat tinggal sedikit terpencil. "Sini Ibu bantu bawa," seru Dewi. Maira menggeleng sebagai jawaban, membuat wanita itu mengembuskan napas kasar. "Tapikan Ibu gak bawa apa-apa, Ra. Ayolah ... Ibu gak kerepotan kok," ujar Dewi. Perempuan tersebut malah mempercepat langkahnya. Lalu Dewi bergegas mengikuti sang putri. "Iya-iya, Ibu gak bakal minta lagi. Tapi jangan cepet-cepet dong jalannya," tutur Dewi. Maira mengulas senyum melihat Ibunya menyerah. Ia langsung mensejajarkan langkah mereka lagi. Sedangkan Dewi hanya menggelengkan kepala. "Nanti masaknya mau Ibu bantu," kata Dewi. Dia menoleh melirik wanita yang melahirkannya itu. Lalu menggeleng sebagai jawaban. "Gak perlu, Bu. Biar Maira aja, Ibu kan harus buat gorengan untuk jualan, nanti sekalian kita ngider bareng," balas Maira. Mendengar balasan sang anak, Dewi hanya bisa mengangguk menyetujui.
Saat yang memanggil sudah di depan mereka, Maira dan sang Ibu saling memandang. Wanita itu mengeryitkan alis saat melihat perempuan yang ditanya menghela napas panjang."Eum ... bukan, Mpok. Ini mah buat aku jualan, nanti jangan lupa ya beli," balas Maira.Wanita itu mengeryitkan alisnya lalu menatap sinis Maira. "Ish ... kamu ini, lama banget gak hamil, padahal pernikahan kalian udah lama lho. Jangan-jangan kamu mandul lagi," celetuk perempuan itu.Maira menatap kesal wanita yang di depannya itu. Terlihat dia mengatur napas agar tidak mengeluarkan nada tinggi. "Jangan asal nuduh, Mpok. Saya udah periksa dan normal kok subur, jadi jangan ngatain saya mandul. Lagi ya, gak perlu ngurusin hidup orang, emang dapet gaji berapa sih selalu aja nyinyir," sahut Maira.Wanita itu melotot mendengar balasan Maira. Ia menatap kesal, perempuan tersebut lalu menoleh menatap Dewi."Dew, nasehatin tuh anakmu. Gak sopan banget," cecarnya.Sedangkan Dewi menghela napas, ia menatap wanita itu dengan be