Setelah berkata demikian wanita itu langsung mematikan sambungan telepon, tanpa mendengarkan perkataan sang suami. Sedangkan Hafiz hanya menggelengkan kepala lalu mengetik pesan pada Maira. [Makanan udah mateng, kamu turun makan dulu. Susu juga udah aku buatin,] [Karna kamu gak mau ketemu, aku ke kantor aja kalau gitu ya.]Mata Maira melebar membaca deretan pesan sang suami. Dengan berusaha secepat mungkin ia turun dari ranjang lalu melangkah membuka pintu. Mulutnya baru saja hendak berteriak tetapi, terhenti kala seseorang menarik membuat wanita itu tertarik ke pelukan lalu terhalang perut. "Haha ... untung di depannya bantal, kalau bukan perutku pasti sakit."Lelaki itu ikut terbahak karena ucapan sang istri. Setelah melihat Maira memegang perut, pria tersebut menebak jika Maira merasa sakit akibat tertawa. Ia segera memperintah untuk berhenti."Udah, jangan ketawa mulu. Nanti perutmu sakit, mendingan ayo makan," ajak Hafiz.Dia menganggukan kepala lalu ikut melangkah bersama san
"Mas," panggil wanita itu.Dia tidak menanggapi, lelaki itu melangkah lebar dan mengambil kunci. Maira hendak mengejar tetapi sangat kesulitan. "Jangan tunggu aku! Aku gak bakal pulang," seru lelaki itu. Pria tersebut menutup pintu dengan kencang, Maira menatap nanar adegan di depannya. Lalu berusaha mendekati benda tersebut dan membuka, terlihat kendaraan roda empat milik Hafiz telah melaju."Mas ...."Anggrek segera mendekati menantunya lalu mengusap pundak wanita tersebut. "Sayang, tenangin diri kamu. Jangan begini, kamu lagi hamil lho," seru wanita itu.Maira langsung memeluk sang mertua dan menangis tersedu-sedu. Sedangkan Hana masih syok karena kemarahan Hafiz. Gadis kecil itu bergegas mendekati Maira dan memeluk wanita tersebut. "Mama, jangan nangis. Nanti biar Hana bantuin minta maaf sama Papa," ujar gadis itu.Wanita paling tua dari mereka langsung membelai puncuk kepala Hana. Sedangkan Maira segera memeluk anak sambungnya. Anggrek segera mengajak sang menantu untuk masuk
Terjerat Pria Arogan Setelah Dicampakan"Dasar gak guna! Suami pulang bukannya disambut dengan pemandangan enak, malah kucek dan ... bau dapur lagi," hardik lelaki itu. Dia melangkah dengan sempoyongan, sang istri berusaha membantu memapah tetapi di dorong pria tersebut."Tidur di luar! Mas muak liat muka kamu tiap hari," omel Reyhan.Reyhan melangkah menuju kamar, lalu menutup pintu dengan keras. Sang istri yang mendapatkan perlakuan itu hanya menangis dalam diam."Mas ... aku belum mandi karna menyiapkan semuanya untukmu, aku takut kamu lapar sepulang kerja. Apalagi hari ini anniversy pernikahan kita," lirihnya pelan.Wanita itu memilih berlari ke dapur, melihat meja yang sudah dipenuhi makanan kesukaan sang suami. Tetapi kini tidak tersentuh sedikitpun oleh lelaki itu, bahkan tadi hendak menjawab saja ia sangat sulit. "Mungkin Mas Reyhan hanya kelelahan makanya dia begitu, jadi mendingan makanan ini aku taruh kulkas aja." Ia bermonolog lalu mulai memasukan hidangan ke dalam kulk
Reyhan mendorong istri pertama, ia berjongkok memandang wanita yang sudah dinikahinya dulu. Sebelum menahan Maira, lelaki itu telah memakai boxer. "Lihat! Kenapa kamu gak mengikuti saran Thania?" tanya Reyhan. Maira menatap nyalang sang suami, ia bahkan menunjuk wajah pria tersebut. "Gimana aku bisa bersolek, kalau uang yang kamu berikan gak cukup, Mas!" sentak Maira. Reyhan melotot mendengar Maira yang berkata dengan nada tinggi, bahkan dia menunjuk wajahnya. Membuat Reyhan murka dan menampar sang istri. "Beraninya kamu berkata dengan nada begitu! Menunjuk wajah Mas lagi!" bentak Reyhan. Mata Maira semakin berkaca-kaca, ia memegang pipi yang baru saja ditampar sang suami. "Mas berani menampar Maira di hadapan jalang itu!" geram Maira. Thania membulatkan matanya, dengan kasar melemparkan bantal kepada Maira. "Aku bukan jalang, Ra! Aku istri suamimu," hardik Thania. Maira menoleh memandang teman yang menusuk dari belakang itu. Ia bangkit dan menyerang Thania membuat Reyhan te
Maira mengepalkan tangan mendengar itu, ia memilih keluar dan langsung dikejar oleh Reyhan. Lelaki tersebut menarik Maira dan menampar sang mantan istri. "Kamu gila, ha! Main tampar aja. Kita udah gak ada hubungan apapun, ayo cepat antar aku keluar," hardik Maira. Wanita itu mendorong Reyhan tetapi tidak berhasil. Dia pasti kala kuat dengan lelaki tersebut. "Dasar lemah, hanya berani cewek," cibir Maira akhirnya. Reyhan mengepalkan tangan, ia menunjuk-nunjuk wajah Maira. "Kamu ini! Cepat pergi, awas saja kalau nanti nangis-nangis minta di tampung lagi," sentak Reyhan. Maira hanya mencebik lalu melangkah dengan cepat seraya menggeret kopernya. Ia melirik jam di dinding, masih dini hari, menarik napas lalu mendongak agar air mata tidak berjatuhkan. "Ayo cepat! Katamu mau pergi dari rumahku bukan." Reyhan mendorong Maira, beruntung wanita itu tidak terjatuh. Perempuan tersebut menoleh sekilas menatap kesal mantan suaminya lalu melangkah dengan cepat. "Dasar miskin! Gak tau diri
Maira berjalan pelan lalu melirik sekitar. Ia mendongak menatap langit yang masih gelap. Dia menarik dan membuang napas kasar. "Dasar, aku tertipu dengan kebaikannya dulu," gumam Maira.Wanita itu merogoh ponselnya, lalu menelepon seseorang. "Tolong jemput, aku ada di jalan ...," pinta Maira.Seseorang yang masih dalam keadaan setengah sadar itu. Berusaha membuka mata. "Dijalan mana? Kamu yang bener aja Dek. Ini pasti masih malam, Abang ngantuk Dek jangan ganggu," tutur David.Maira menghela napas, bahkan wanita itu masih sesegukan. Membuat David terheran mendengar hal tersebut. "Kenapa kamu begitu? Apa kamu baru saja menangis?" tanya David bertubi-tubi."Abang ... cepat jemput Maira!" Tangisan itu akhirnya keluar lagi. David terkejut ia langsung duduk dan bergegas keluar tanpa mengganti pakaian."Abang akan ke sana, tunggu Abang!" perintah David. Maira mengangguk walau tidak terlihat oleh sang Kakak. Setelah itu ia mematikan ponsel karena baterainya tinggal sedikit lagi. Memel
David yang melihat riak wajah adiknya berubah langsung menarik lengan Maira. Membuat dekapan Ibu dan anak tersebut terlepas. "Kamu tuh apa-apaan sih! Dav, Ibu lagi melepas rindu sama adekmu lho," cecar wanita itu. Wanita itu mengikuti anaknya, sedangkan Maira langsung memandang sang Kakak yang mengulas senyum. Lelaki tersebut menyuruh sang adik untuk duduk di sofa. "Ibu ini, harusnya anak dateng tuh disuguhi dulu ke, takut Maira capek gitu. Ini malah dicecar sama pertanyaan," gerutu David. Ibu mereka langsung berdecak menatap kesal David. Ia memilih duduk di samping Maira, dia memegang tangan putrinya. "Kamu istirahat dulu, setelah merasa lebih baik tolong ceritakan, kali aja kami bisa bantu," ujarnya dengan nada lembut.Maira mengangguk, ia mengulas senyuman. Mendekap sang Ibu lagi dan menangis di pelukan wanita itu. "Nangis sepuasmu, Nduk. Setelah itu jangan sampai air mata berhargamu ini berjatuhan lagi," lontar sang Ibu.Sedangkan David memilih membantu membawakan koper Mair
Maira terdiam mendengar pertanyaan Bapaknya, ia menarik nafas dan menghembuskannya dengan kasar."Bapak udah minum obat belum?" tanya Maira. Wanita itu mengelak tidak menjawab pertanyaan Bapaknya. Membuat lelaki tersebut menghela napas lalu memilih untuk tidak bertanya lagi."Allhamdulillah udah, lagian Bapak udah agak enakan, nanti kalau udah pagi mau berangkat nguli," ucap lelaki itu. Semua langsung terkejut mendengar ucapan lelaki itu mereka dengan kelompok menggeleng."Jangan kerja dulu lah, Pak! Nunggu sehat aja, jangan maksain," seru Maira. "Iya benar apa kata Maira, Mas. Mendingan kamu izin dulu," lontar sang istri. Terlihat lelaki itu menghela nafas."Kalau nanti Bapak gak kerja kita makan apa, Bu! Sedangkan David cuma ngadelin duit ngojek," lirih lelaki itu. Maira yang mendengar itu memegang lengan cinta pertamanya. Senyuman kecil terlukis di bibir wanita tersebut. "Tenang aja kalau cuma buat makan, mah, Pak. Kami akan usahakan cari uang, sekarang Bapak cukup fokus ke k