Keesokan harinya, pukul delapan pagi di sebuah restoran, Yesha memesan ruang pribadi untuk mereka. Ia tidak ingin pembicaraan mereka dicuri dengar oleh orang lain. Pasalnya berita mengenai Tuan Rahandika yang menjual perusahaannya pun sudah berada di televisi dan juga media cetak. Mengalahkan pemberitaan mengenai Dhimani yang diketahui memalsukan surat-surat kepemilikan perusahaan. Bagaimanapun para wartawan itu masih sedikit meragukan alasan Tuan Rahandika menjual perusahaan. Mereka meyakini bahwa pasti ada alasan lain yang membuat Tuan Rahandika sampai harus menjual perusahaan. “Ya, aku yang melakukannya.” Alfan mengakui. “Anggap saja ini hadiah untuk ayah dan bunda.” “Jangan bilang kalau sejak awal kamu memang sudah menargetkan mereka.” “Untuk membeli perusahaan, aku tidak merencanakannya. Itu muncul ketika Tuan Rahandika mengumumkan akan menjual perusahannya. Tapi sebelumnya aku memang sudah menargetkan mereka, lebih tepatnya aku menargetkan Arian.” Alfan pun menceritakan semu
Rivania dan Gevarel tidak terbiasa menjalani kehidupan sederhana yang jauh dari kemewahan. Karena itulah mereka menyewa rumah yang lumayan bagus dengan biaya sewa lima belas juta pertahun. Untuk biaya hidup, Gevarel mencoba untuk melamar pekerjaan, tetapi karena pemberitaan mengenai keluarganya, membuat namanya pun ikut terseret. Beberapa artikel menulis tentang keburukannya selama ini. Hal itu benar-benar berdampak besar pada citranya, membuat Gevarel kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Pada akhirnya ia hanya bisa bekerja sebagai kasir di sebuah mini market kecil. Sementara Rivania sendiri mencoba menemui beberapa kenalan lamanya dulu, berharap mereka mau membantunya. Bagaimanapun dirinya sudah tidak memungkinkan untuk bekerja di perusahaan. Dan untuk pekerjaan kasar, dirinya belum pernah melakukannya. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Elivia. Wanita itu menyewa seseorang untuk membuntuti Rivania dan memotretnya, dan mengirimkannya kepada Dhimani. Tentu saja pria itu sangat marah
Yesha membuka mata secara perlahan ketika indra pendengarannya menangkap banyak suara di ruang rawat inapnya. Untuk sesaat pandangannya pudar sebelum berubah menjadi jelas. Betapa terkejutnya ia ketika netranya menatap sosok keluarga Altezza tengah mengelilingi boks di mana putrinya berada. “Papa! Mama!” pekik Yesha dengan suara parau. Dengan sedikit kesulitan Yesha mencoba untuk mengubah posisinya menjadi duduk. Mereka semua mengalihkan perhatian dari boks ke arah Yesha. Trisa dengan tanggap menghampiri Yesha dan membantunya untuk duduk. “Pelan-pelan.” “Mama.” Yesha menggenggam lengan Trisa dengan kuat, takut bahwa apa yang dilihatnya saat ini hanyalah halusinasinya saja karena dirinya yang sangat merindukan mereka. Trisa tersenyum lebar. Dibawanya Yesha ke dalam pelukan. “Iya, ini mama, Sayang.” Trisa mengelus lembut kepala putrinya yang hampir tiga bulan tidak bertemu. Yesha memeluk erat. Air mata mengalir membasahi wajahnya. “Jangan tinggalkan aku lagi, Ma.” “Kami tidak akan
“Kau sudah sadar?” suara dingin dan juga sinis menyapa indra pendengaran Yesha ketika memasuki ruang makan. “Kau sudah pulang?” bukannya menjawab, Yesha justru bertanya balik. Yesha benar-benar terkejut dengan keberadaan sosok Rezvan di ruang makan. Berdasarkan ingatan dari pemilik tubuh, Rezvan seharusnya berada di luar kota hingga dua hari ke depan. Ya, Yesha telah bertransmigrasi atau dilahirkan kembali ke tubuh seorang wanita bersuami duda dengan tiga orang anak beberapa jam yang lalu. Yesha menghampiri meja makan dan duduk di samping Ravindra—anak bungsu Rezvan. “Bukankah kau masih pulang besok lusa?” “Apakah ucapanku yang terakhir merupakan candaan untukmu?” Rezvan mengabaikan ucapan Yesha dan kembali mengingatkan wanita itu mengenai apa yang sudah ia katakan sebelumnya kepada Yesha. Tujuannya pulang dengan cepat bukan karena mengkhawatirkan wanita itu, tetapi untuk memastikan wanita itu tidak mati di rumahnya. Ia tidak ingin rumahnya dijadikan tempat untuk bunuh diri. “Ma
Tubuh Yesha kaku seketika. Hatinya memaki tiada henti. Ia benar-benar tidak menyangka akan bertemu dengan orang yang paling tidak ingin ia temui, apalagi dalam waktu dekat. Dengan cepat Yesha menuju pintu pagar rumah untuk menghindari Raefal. Namun, gerakan Raefal lebih cepat. Pemuda itu mencengkeram lengannya dan membawanya ke dalam dekapan pemuda itu. “Lepaskan aku!” ucap Yesha sedikit berteriak dan mencoba melepaskan diri dari dekapan Raefal. Namun, laki-laki itu justru mendekap Yesha dengan lebih erat lagi. Berdasarkan ingatan pemilik tubuh, Raefal adalah adik Rezvan dan juga orang yang dicintai oleh pemilik tubuh. Yesha benar-benar tidak mengerti kenapa mereka bisa berakhir seperti ini jika mereka berdua—pemilik tubuh dan Raefal—saling mencintai. “Aku tidak akan melepaskanmu.” Raefal menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Yesha. Dan itu membuat Yesha semakin berusaha keras untuk melepaskan diri dari Raefal. Yesha tidak ingin orang-orang melihat dirinya dipeluk oleh orang lai
Para pelayan yang ada di dapur menatap kedatangan Yesha dengan terkejut. Pasalnya selama menjadi nyonya rumah, Yesha tidak pernah sekali pun melangkahkan kaki ke dapur. Yesha mengabaikan tatapan tidak percaya para pelayannya. Karena tujuan utamanya ke dapur adalah memasak makan malam untuk suami dan ketiga anak tirinya. “Kalian lakukan saja apa yang menjadi tugas kalian. Mulai saat ini, aku yang akan memasak makan malam untuk suami dan ketiga anakku,” ucap Yesha tegas dan tidak dapat dibantah ketika Hanna mencegah dirinya untuk memasak. “Baik, Nyonya,” jawab para pelayan secara bersamaan. Para pelayan yang berada di dapur segera mengerjakan tugas mereka masing-masing. “Hanna, apakah kamu tahu makanan kesukaan Rezvan dan anak-anak?” tanya Yesha. “Ya. Tuan suka sekali makan masakan kari, tuan muda Raka dan Revan suka rendang dan berbagai macam olahan ayam goreng. Kalau untuk tuan muda Ravindra sendiri, dia tidak pemilih dan memakan apa yang dimasak.” Yesha mengangguk pelan. “Kalau
Wajah marah Rezvan sangat mengerikan. Meskipun begitu Yesha tidak takut dengan tatapan membunuh Rezvan yang diarahkan kepadanya. “Memang apalagi yang dilakukan istri di kamar suaminya kalau tidak tidur bersama?” kata Yesha dengan santai, mencoba untuk mengabaikan tatapan Rezvan yang semakin tajam. “Keluar dari kamarku!” usir Rezvan dengan menahan geram setelah mendapatkan jawaban Yesha. “Aku tidak mau,” tolak Yesha masih dengan santainya. “Kita suami istri, apa salahnya kita tidur bersama?” Yesha menatap wajah Rezvan yang terlihat sangat marah. “Dengar,” ucap Rezvan di sela-sela giginya karena menahan amarah dengan kelancangan Yesha yang sudah berani memasuki kamarnya. “Kau tidak perlu berlagak seperti seorang istri di hadapanku. Sekarang aku minta kau cepat keluar dari kamarku. Sekarang!” “Aku tidak mau!” Yesha pun bersikeras tidak ingin meninggalkan kamar Rezvan. Rezvan sudah tidak bisa menahan emosinya lagi. Ia menatap nyalang Yesha. “Apa kau lupa dengan perjanjian yang sudah
Keesokan paginya, Yesha bangun dengan wajah yang sangat kuyu dan sedikit memiliki mata panda di bawah matanya. Yesha mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja ketika Hanna bertanya dengan nada khawatir. Malam tadi dirinya membaca informasi yang diberikan Zaidan hingga larut malam. Belum lagi foto dan nama Vania Septhana terus menghantui pikirannya, membuatnya sulit untuk tidur. Yesha benar-benar tidak menyangka jika wanita yang sudah berselingkuh dengan kekasihnya di kehidupan sebelumnya adalah adik tiri dari pemilik tubuh. Ia memang pernah melihat wajah wanita itu, tetapi hanya sekilas. Saat itu ia sedang emosi dan langsung pergi ketika memergoki kekasihnya berpelukan dan berciuman dengan wanita lain. Selain itu, ingatan pemilik tubuh sangat kuat terhadap suami, ketiga anak tirinya, Raefal, Febrina dan Hanna. Sehingga ingatan mengenai Vania tidak terlalu kuat dalam ingatan pemilik tubuh. Tidak ada orang di dapur selain dirinya dan Hanna. Pasalnya malam tadi Yesha sudah berpesan kepad