Rasa sakit perlahan memudar saat Maya telah kehilangan kesadarannya. Hanya perasaan hangat dan lembut menyambutnya setelah itu. Maya tidak lagi merasakan perasaan sakit saat matanya telah benar-benar terpejam. Dunia mendadak terasa begitu sunyi, sampai Maya merasa bahwa dia berada dalam jurang kehampaan di mana dia bahkan tidak bisa mendengar suara nafasnya sendiri.
Maya selalu berpikir. Bahwa ketika dia mati, mungkin dia akhirnya bisa memiliki kesempatan untuk bertemu keluarganya lagi dan mendapatkan maaf mereka setelah Maya merasa tidak bisa melindungi keluarganya sampai akhir. Maya mungkin bisa melihat adiknya lagi. Dan orang tuanya, yang terpaksa dia bunuh ketika keduanya berubah menjadi zombie dan hampir menyerang adiknya yang tengah sakit.
Maya menunggu sampai keajaiban itu datang. Namun tidak peduli seberapa lama Maya menunggu, kegelapan yang meliputinya tidak juga menghilang. Perlahan perasaan tenang berubah menjadi perasaan gelisah. Karena saat ini, Maya tidak tahu dia berada dalam kondisi mati atau masih hidup.
Tepat ketika kegelisahannya hampir mencapai puncak, samar-samar Maya mulai mendengar suara monoton menganggu yang terasa begitu dekat dengan telinganya. Alis Maya tanpa sadar berkerut. Maya tidak memiliki waktu untuk bingung atau sedih dalam perubahan situasi ini. Dia hanya bisa menunggu dengan waspada, saat tubuhnya tiba-tiba terasa disedot oleh kekuatan tidak kasat mata.
Belum selesai Maya terkejut setelah energi misterius menarik tubuhnya ke tempat lain, Maya samar-samar mulai merasa bahwa dia bisa kembali menggerakan tubuhnya lagi seakan dia tidak lagi dikendalikan oleh naluri zombienya. Wanita itu dengan cepat membuka matanya, hanya untuk melihat bahwa dia berada di ruangan bersih dengan udara segar yang berasal dari jendela besar yang terdapat di ruangan besar tersebut.
Maya tidak bodoh. Wanita itu tahu sekarang dia tengah berada di rumah sakit dari jenis peralatan yang ada di ruangan besar tersebut. Namun di ingatan terakhirnya, Maya jelas ingat bahwa perlahan tubuhnya mulai terbakar menjadi barang sebelum dia akhirnya berakhir menjadi abu. Maya juga merasakan perasaan asing saat dia menggerakan tubuhnya sendiri. Maya merupakan manusia berusia pertengahan dua puluhan. Dia tinggi dan kekar karena dia harus berjuang bertahan hidup di dunia zombie selama lebih dari lima tahun. Badannya sedikit berat karena otot yang terbentuk akibat aktivitas padatnya. Namun tubuhnya yang sekarang, terasa sangat ringan dan lemas seakan Maya telah kehilangan seluruh massa ototnya.
Bukan hanya itu, saat Maya mengangkat tangannya, dia hanya bisa melihat tangan cantik pucat yang terlihat rapuh saat dia menggerakannya. Maya hampir tidak percaya jari lentik itu merupakan bagian dari tubuhnya. Kulitnya juga berubah putih bersih, seakan kulitnya yang sawo matang bisa berubah secepat itu hanya karena dia berbaring di rumah sakit dalam waktu yang tidak bisa dia tentukan.
Maya tidak tahu apa yang terjadi saat ini. Kepalanya berdenyut sakit, saat dia berusaha memikirkan situasinya pada saat ini.
Melihat sekelilingnya, Maya takut dia telah menjadi bagian dari percobaan orang-orang yang ingin tahu telah berubah menjadi apa dia sebenarnya setelah proses pembakaran itu. Maya memang orang yang menyarankan agar Ben merekam proses pembakarannya saat itu. Namun Maya melakukannya karena dia yakin dia akan mati dalam prosesnya. Maya tidak tahu bahwa dia bisa bertahan dan malah berubah menjadi semacam boneka porselen yang rapuh seperti sekarang. Kewaspadaan wanita itu meningkat pesat, saat dia berusaha melepas selang oksigen yang membantu proses pernapasannya selama ini.
Ketika Maya mencoba beralih ke posisi duduk, lagi-lagi dia merasakan perasaan sakit yang menyengat dari kepalanya. Sekarang Maya lebih takut, bahwa seseorang telah mengganti otak zombienya dengan sesuatu yang aneh saat ini.
Maya mencoba mengabaikan rasa sakit di kepalanya saat dia melepas jarum infus yang menempel di punggung tangannya dengan cara sembarangan. Wanita itu dengan terhuyung-huyung mencoba berdiri, sebelum dia mencari senjata apa pun yang bisa dia gunakan untuk melarikan diri dari siapa pun yang menyimpannya di ruangan putih ini saat ini.
Maya tidak tahu apakah orang yang membawanya terlalu percaya diri atau malah bodoh, tapi dia dengan mudah bisa menemukan pisau buah yang tersimpan di dekat buket berisi buah-buahan yang terletak bersebelahan dengan ranjang yang Maya tempati selama ini. Melihat buah-buahan segar itu, Maya sedikit termenung karena rasanya sudah lama sekali sejak dia melihat seseorang memiliki banyak jenis buah seperti itu. Di antara buah yang ada di buket, Maya bahkan bisa melihat jenis buah yang seharusnya sudah bermutasi karena residu meteor lima tahun yang lalu. Maya percaya saat ini dia mungkin telah ditangkap oleh kelompok manusia yang sudah benar-benar maju. Gerakannya berubah semakin berhati-hati, saat dengan berat hati Maya mencoba mengabaikan godaan memakan buah dan mencoba mencari petunjuk lain dari keberadaannya saat ini.
Maya baru saja hendak menuju jendela, saat suara orang-orang terdengar berjalan mendekati ruangannya. Seluruh tubuhnya tegang saat wanita itu dengan terburu-buru berlari untuk bersembunyi di belakang satu-satunya pintu yang ada di ruangan tersebut. Sekali lagi Maya meruntuk saat kondisi tubuhnya yang sepertinya telah menyusut banyak saat ini hampir saja memperlambat gerakannya. Dia biasanya bisa berlari ratusan meter dengan sangat cepat. Tapi dengan kondisinya yang sekarang, dia begitu terseok-seok hanya untuk bersembunyi di belakang pintu ruangan asing yang dia tempati.
Maya memegang pisaunya dalam posisi siap saat dia menunggu siapa pun orang yang kemungkinan akan masuk ke dalam ruangannya. Gadis itu mengambil ancang-ancang, saat pintunya perlahan benar-benar dibuka oleh seseorang.
"Anda bisa tenang, Nyonya. Temanku ini hanya ingin melihat apakah calon istrinya saat ini benar-benar baik-baik saja atau tidak."
Maya bergerak dengan cepat saat dia melompat untuk mencengkram erat leher siapa pun yang terlihat paling lemah dari orang-orang yang baru saja berhasil masuk ke dalam ruangannya. Pisau buah yang ada di tangannya dengan gesit Maya arahkan tipis sekali dari leher pria yang menjadi targetnya saat ini. Mata Maya terlihat menyeramkan dan begitu mengancam, saat dia berteriak pada seorang wanita dan seorang pria yang dengan refleks segera memasang posisi tegang setelah seseorang dengan gesit berhasil menempatkan temannya dalam posisi berbahaya.
"Jangan bergerak atau aku akan membunuh pria ini!" teriak Maya tanpa kenal takut. Melihat Maya yang terlihat tidak tengah main-main, pria yang tidak tertangkap terlihat sedikit linglung saat dia melirik temannya yang kini tengah dijadikan sandera oleh gadis itu. Mereka jelas hanya ingin melihat kondisi terbaru dari calon tunangan temannya itu. Tapi ketika mereka baru saja masuk, mereka kini malah harus dihadapkan dengan situasi yang mengancam nyawa seseorang.
"Ya Tuhan! Nola! Apa yang sebenarnya ingin kamu lakukan?! Turunkan pisau itu! Kita, kita bisa membicarakannya baik-baik Sayang..."
Alis Maya langsung berkerut saat nama Nola itu entah kenapa terasa akrab baginya saat ini. Kepalanya yang berdenyut sejak tadi semakin berulah setelah dia mendengar nama asing itu. Maya perlahan limbung, sampai dia tidak bisa lagi mempertahankan posisi berdiri yang berusaha dia jaga sedari tadi dan malah jatuh ke lantai dengan sangat keras.
Pisau yang berusaha dia pegang dengan susah payah jatuh begitu saja ke lantai setelah Maya sendiri terjatuh dengan keras. Nafas gadis itu sedikit tidak beraturan, saat kepalanya berdenyut semakin kencang dan ingatan-ingatan tidak dikenal mulai muncul di pikirannya.Awalnya ingatan-ingatan itu tampak samar dan buram seakan tengah ditutupi oleh sesuatu. Tapi seiring berjalannya waktu, suara itu terdengar semakin jelas sampai Maya merasa dirinya tengah melihat potongan film saat ini. Seorang gadis malang tengah menangis di hadapan kuburan dalam ingatan pertamanya, sebelum adegan berganti saat seorang pria membawanya ke rumah besar yang berisi banyak sekali pelayan yang menyambut kedatangan pria tersebut.Adegan kembali berganti saat gadis yang berpikir bahwa dia akan hidup nyaman mulai saat itu, malah mendapatkan neraka hidup dalam rumah besar itu. Walaupun dia merupakan anak dari pemilik rumah besar itu, gadis itu terus saja diperlakukan lebih
"Bagus sekali... Sepertinya percobaan bodohmu itu telah benar-benar merusak otakmu bukan? Menodongkan pisau buah pada calon suamimu sendiri. Apa kamu sekarang merasa bahwa kamu itu semacam pembunuh bayaran yang tidak kenal takut Nola?!"Maya benar-benar enggan untuk menatap mata Sarah ketika wanita itu akhirnya berani memarahinya lagi setelah Evan dan temannya sudah benar-benar pergi kali ini. Wanita itu benar-benar melukai kuping Maya dengan segala caciannya. Maya mengerutkan keningnya dengan jelas. Dia tidak percaya, Finola benar-benar bisa menahan semua cacian itu sepanjang hari di masa lalunya. Mungkin itu salah satu kelebihan gadis itu di antara segala kekurangannya. Ketika gadis itu mendengarkan Sarah terus bicara omong kosong, Maya benar-benar tengah mencoba menahan tangannya untuk tidak menyayat wanita itu dengan pisau buah yang sama saat ini. "Maya! Apa kamu mendengarkan aku?!""Lalu kamu ingin aku bagaimana?"Sarah menatap tidak percaya
Begitu semua orang telah ke luar, Maya segera menyeret selang infusnya agar dia bisa mencapai laci yang dimaksud perawat itu sebelumnya. Matanya berbinar saat dia melihat remote yang benar-benar ada di dalam laci tersebut. Ekspresi halusnya sama sekali tidak bisa menyembunyikan wajah seriusnya, ketika Maya menyalakan televisi dengan alis yang sedikit berkerut.Dalam keheningan, Maya terus mencari siaran yang kira-kira tengah menyiarkan berita terbaru. Walaupun sudah lima tahun berlalu semenjak meteor jatuh dan mengubah tatanan dunia, Maya masih ingat dengan jelas tanggal berapa meteor itu jatuh dan berbagai peristiwa penting dari kehidupannya sebelum ini. Maya mencoba mencari informasi sekecil apa pun dari lingkungan sekitarnya kini. Dia harus tahu dia berada di mana, tahun berapa sekarang ini, dan apakah dunia ini benar-benar sama atau tidak dengan dunia yang sebelumnya dia tempati.Karena jika Maya memang hanya mengulang waktu dengan tubuh yang berbeda, Maya jelas ha
"Kamu bilang, anak itu berani mengancam Evan menggunakan pisau ketika pria itu akhirnya mau mengunjungi anak itu?!" Di sebuah kamar, raungan seorang pria terdengar setelah pria itu selesai mendengarkan laporan yang diberikan oleh istrinya. Napas pria itu sedikit terengah-engah, setelah dia baru saja menumpahkan amarahnya secara tiba-tiba di umurnya yang sudah tidak muda lagi. Sang istri dengan perhatian berusaha menenangkan amarah suaminya dengan memeluk lengan pria itu. Wajah cantiknya yang dipoles oleh make up berusaha dibuat sesedih yang dia bisa, saat wanita itu berucap pada suaminya dengan nada yang menyedihkan. "Aku memang berhasil membuatnya berhenti. Namun setelahnya, dia malah melepaskan kemarahannya padaku Sayang. Nola biasanya tidak seperti ini. Aku tidak tahu apa yang salah, sampai dia harus menentang pertunangan ini begitu keras ketika kita hanya mencoba memikirkan kebaikannya."Pria itu dengan cepat meraih tangan istrinya ketika w
Di depan sebuah rumah sakit besar, berdiri seorang gadis yang tampak seperti baru saja mencapai usia remaja. Sosoknya kurus, setengah lengannya terlihat dari kemeja sedikit kebesaran yang kini gadis itu gunakan. Kulitnya benar-benar putih seolah-olah gadis itu tidak memiliki darah. Beberapa helai rambut berantakan yang menutupi wajah cantik gadis itu menambah kesan memikat dari gadis pendiam itu. Satu-satunya yang membuktikan bahwa dia bukan boneka hanyalah mata cerahnya yang menatap ke segalanya arah. Tampaknya tengah berusaha keras, untuk menyembunyikan perasaan tidak sabarnya untuk saat ini. "Nola, kamu akan kedinginan jika kamu hanya memakai pakaian tipis itu. Mengapa kamu tidak memakai jaket pemberian Mama? Kamu baru saja sembuh. Tidak baik bagimu untuk terkena angin ketika kamu baru saja keluar dari rumah sakit begini." Maya melirik Sarah yang berusaha bersikap baik padanya di depan orang-orang saat ini. Padahal sebelum ini, wanita itu tidak mau repot-repot men
Maya kembali terbangun ketika dia mendengar seseorang mencoba untuk membuka pintu kamarnya sendiri. Ketika Maya membuka matanya dan melihat langit-langit putih, dia tertegun sejenak saat dia sendiri tidak percaya dia bisa tidur selelap itu. Butuh beberapa saat baginya untuk bereaksi, sebelum dia dengan malas bangun dari posisi tidurnya. "Kenapa kamu tidak menjawabku jika kamu sudah bangun? Ingin berpura-pura mati lagi setelah Mama menguncimu di dalam kamar?" Maya baru saja duduk di tempat tidur ketika pintu kamarnya didorong terbuka oleh seseorang. Seorang gadis cantik dengan penampilan mewah berjalan ke tempat tidur dan mengerutkan kening padanya. Sosoknya yang cantik, benar-benar tidak cocok dengan temperamen buruknya yang sangat menyebalkan. Gadis itu mendengus saat dia melihat Maya baru saja bangun dari tidurnya. "Berpura-pura mati? Jangan mencoba untuk mati di rumah kami lagi jika kamu memang ingin mati. Kamu telah membuat Mama dan Papa melalui ha
Ya, bagus sekali. Maya mengangguk puas saat dia menatap pantulan dirinya sendiri di cermin yang ada di kamarnya. Walaupun Maya tidak mengerti tren pakaian di dunia ini, gadis itu setidaknya puas Finola memiliki beberapa pakaian pantas di lemari kecilnya itu. Tampilannya saat ini benar-benar tidak terlalu buruk menurut Maya. Maya tahu, dia harus bisa tampil baik jika dia ingin bertemu dengan Evan kali ini. Kesan pertamanya di benak pria itu sudah pasti benar-benar kacau. Maya hanya bisa memperbaiki kesannya di pertemuan kedua ini. Dia tidak boleh mengacau, atau keluarganya yang kacau ini akan benar-benar mencoba mengakhiri hidupnya. Namun untungnya, saat tengah menjelajahi ruangan Finola, Maya menemukan barang bagus yang mungkin bisa dia gunakan untuk melawan keluarga Finola di saat terdesak. Mata Maya memerhatikan benda yang kini ada di tangannya. Dia tersenyum, saat dia menyimpan benda itu di saku pakaiannya yang sekiranya tersembunyi. Tepat setelah
Melihat gadis yang baru saja datang ke rumahnya, Evan kesulitan untuk menentukan siapa di antara mereka yang sebenarnya lebih rapuh. Evan sadar dia mungkin memang sakit-sakitan dan duduk di kursi roda. Namun gadis yang ada di depannya ini memiliki tampilan yang sangat buruk karena kekurangan gizi selama bertahun-tahun. Bahkan dengan pakaian indah yang Maya gunakan, Evan masih bisa melihat tulang-tulang Maya yang terlihat menyedihkan. Dahi Evan sedikit berkerut ketika dia akhirnya bisa menatapi calon istrinya dengan benar. Calon istrinya itu seharusnya anak dari keluarga yang cukup terkemuka di kota mereka. Namun tampilannya, bahkan lebih buruk dari anak yatim piatu yang Evan temukan di salah satu panti asuhan yang pernah dia kunjungi.Walaupun tubuhnya memang kurus dibandingkan anak-anak seumurannya, gadis itu memiliki sepasang mata yang terlalu kontras dengan tampilannya yang menyedihkan. Cerah dan penuh dengan kekuatan. Mata itu terlihat begitu menawan sampai Evan sen