Pisau yang berusaha dia pegang dengan susah payah jatuh begitu saja ke lantai setelah Maya sendiri terjatuh dengan keras. Nafas gadis itu sedikit tidak beraturan, saat kepalanya berdenyut semakin kencang dan ingatan-ingatan tidak dikenal mulai muncul di pikirannya.
Awalnya ingatan-ingatan itu tampak samar dan buram seakan tengah ditutupi oleh sesuatu. Tapi seiring berjalannya waktu, suara itu terdengar semakin jelas sampai Maya merasa dirinya tengah melihat potongan film saat ini. Seorang gadis malang tengah menangis di hadapan kuburan dalam ingatan pertamanya, sebelum adegan berganti saat seorang pria membawanya ke rumah besar yang berisi banyak sekali pelayan yang menyambut kedatangan pria tersebut.
Adegan kembali berganti saat gadis yang berpikir bahwa dia akan hidup nyaman mulai saat itu, malah mendapatkan neraka hidup dalam rumah besar itu. Walaupun dia merupakan anak dari pemilik rumah besar itu, gadis itu terus saja diperlakukan lebih buruk dari seorang pelayan. Ayahnya sendiri tidak lagi mau peduli padanya. Sedangkan ibu dan kakak tirinya selalu mencari cara untuk menyiksanya.
Maya dalam hati berpikir, kehidupan malang itu rasanya tidak jauh berbeda dari dongeng-dongeng yang dia baca di masa lalu. Protagonis yang tertindas, serta adanya ibu dan kakak tiri yang selalu menekannya. Maya tidak tahu apakah dia harus sedih atau malah marah, ketika dia melihat sikap pengecut yang ditujukan oleh gadis tersebut sepanjang hidupnya.
Sayangnya, kisah akhir gadis itu tidak semanis dongeng-dongeng yang dulu pernah Maya baca. Gadis itu tidak pernah mendapatkan pangeran yang membantunya keluar dari neraka hidup tersebut. Atau keajaiban yang membuatnya menjadi anak cemerlang yang berhasil sukses dan melakukan balas dendam pada orang-orang yang menyakitinya di masa lalu. Gadis itu mengakhiri kisahnya dengan percobaan bunuh diri, yang berhasil digagalkan setelah seorang pelayan memergoki perbuatan nekatnya.
Dan gadis itu bernama Finola. Nama yang sama dengan nama yang disebutkan ibu tiri gadis itu pada Maya ketika dia menodongkan pisau pada orang asing sebelumnya.
Maya mendorong siapa pun yang berusaha membantunya saat gadis itu berlari dengan susah payah untuk mencari cermin atau apa pun yang bisa memantulkan wajahnya saat ini. Matanya sedikit buram sementara pikirannya kacau, ketika dia akhirnya berhasil menemukan cermin di kamar mandi kecil yang terhubung dengan ruangan tempat dia bangun pertama kali.
Gadis yang terpantul di cermin tampak pucat dan lemah, dengan rambut hitam yang agak panjang, dan sebuah poni yang menutupi bagian alisnya. Di bawah poni terdapat sepasang mata biru muda yang terlihat bersinar dan membawa fitur kelembutan. Wajah semacam itu benar-benar kualitas nomor satu di dunia asalnya dulu. Dengan rambut hitam dan kulitnya yang putih, gadis yang berada dalam pantulan mungkin bisa digambarkan sebagai snow shite nyata dalam kehidupan sebelumnya.
Ketika Maya mencoba memverifikasi gadis itu memang dia dengan mengangkat tangannya untuk menyingkap poninya. Gadis muda yang ada di cermin melakukan hal yang sama dengan yang Maya lakukan saat ini. Maya akhirnya menghela nafas panjang. Sepertinya dia memang benar-benar terlahir kembali di tubuh orang lain saat ini. Matanya dengan rumit menatap pantulan cantik yang dia miliki. Tidak salah lagi, dia memang benar-benar berbeda dari tubuh aslinya sebelum ini.
Wajah cantik yang tampak polos tersebut benar-benar berbeda dengan wajah tegas dan kusam yang biasanya dimiliki oleh Maya. Tubuhnya juga memang benar-benar banyak menyusut saat ini. Maya telah berubah dari seorang wanita kuat menjadi gadis cantik yang terlihat lemah layaknya boneka kaca. Wanita itu merasa semakin kacau saat dia secara sadar sudah tahu wajah siapa yang dia ambil saat ini.
Ah tidak. Maya sudah sadar, telah menjadi siapa dia pada saat ini.
"Nola? Apa yang terjadi padamu Nak? Kamu... Ya Tuhan... Apakah luka di kepalamu itu telah mengacaukan pikiranmu?"
Maya segera menatap tajam wanita yang baru saja mengikutinya ke kamar mandi sampai wanita itu akhirnya membeku dan bergegas menutup mulutnya. Tanpa perlu diberi tahu, Maya sudah mengenal siapa wanita itu saat ini. Sarah, dia adalah ibu tiri dari Finola dan salah satu orang yang selalu berusaha mencari kesempatan untuk menyiksa gadis itu. Jika tidak berada dalam situasi khusus, Maya yakin Sarah bahkan tidak akan mau repot-reoot menunjukan kekhawatiran palsunya pada Finola seperti ini. Maya menduga wanita itu berpura-pura hanya karena dua pria asing yang ikut masuk bersamanya saat ini. Atau lebih tepatnya, Sarah hanya ingin terlihat seperti ibu yang baik di hadapan calon menantunya saat ini.
Berjalan keluar, Maya bisa melihat pria yang duduk di kursi roda tengah diperiksa oleh pria yang masuk bersama rombongan itu sebelum ini. Wajah mereka tidak baik saat Maya akhirnya keluar dari kamar mandi. Sikap mereka tentu saja dapat diterima. Lagipula, siapa yang tidak marah jika calon istri mereka sendiri sudah berusaha untuk membunuhnya di pertemuan pertama mereka?
Ezkiel Evan Orlando, pria yang duduk di kursi roda merupakan calon suami Finola sekaligus alasan mengapa gadis itu ingin bunuh diri sebelum ini. Evan merupakan seorang milyarder hebat sebelum kecelakaan besar merengut semua yang dia miliki sebelumnya. Kecelakaan itu menewaskan seluruh keluarganya, kecuali Evan yang secara ajaib selamat walaupun harus bergantung pada kursi roda untuk seumur hidupnya. Kekayaan keluarganya yang melimpah mulai direngut satu per satu dari pria itu semenjak mereka mengatas namakan sakitnya Evan untuk mengambil alih beberapa kekayaan pria itu. Hidupnya meredup, hingga sekarang pria itu lebih memilih hidup hanya ditemani sahabatnya di rumah besar yang jauh dari keramaian.
Belum lama ini, Finola tampaknya telah dipaksa bertunangan dengan pria itu dengan tujuan agar Finola dapat merebut semua harta Evan yang tersisa ketika pria itu meninggal di kemudian hari. Awalnya yang hendak bertunangan merupakan saudari tirinya, Grace. Namun gadis itu menolak tawaran itu mentah-mentah karena rumor yang beredar mengatakan bahwa bukan hanya sekedar lumpuh, pria itu juga tidak segan-segan bertindak kasar pada orang-orang yang telah membuatnya kesal. Evan juga terkenal sebagai pribadi membosankan yang sangat tertutup. Bagi Grace yang selalu hidup dengan perhatian orang-orang yang terarah padanya, menikah dengan Evan hanya akan membuatnya sengsara di kemudian hari.
Satu-satunya pilihan yang masih tersisa adalah menjodohkan si lugu Finola pada pria pemarah itu. Akan tetapi, rumor buruk yang beredar di sekitar orang-orang tampaknya telah mempengaruhi pikiran gadis itu juga. Finola pada akhirnya lebih memilih untuk berusaha mengakhiri hidupnya, setelah sang ayah terus memaksa agar Finola mau bertunangan dengan Evan demi 'kebaikan' keluarga mereka.
Maya tanpa sadar mencibir dalam hati. Bodoh, ucapnya pelan pada Finola yang dulu. Gadis itu malah memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri hanya karena sebuah rumor tidak berdasar. Sementara dia, Maya harus bertarung demi hidupnya sendiri di setiap hembusan nafas yang dia hirup di kehidupan sebelumnya.
Hidup di dunia itu membuat Maya menyadari seberapa berharga sebuah kehidupan itu sebenarnya. Dia telah mati demi seseorang setelah lima tahun dia berusaha tetap bertahan hidup di kehidupan sebelumnya. Kali ini, Maya tidak akan dengan mudah menyia-nyiakan hidupnya hanya karena dia dipaksa untuk menikah dengan pria sakit-sakitan yang duduk di kursi roda.
Apalagi jika dilihat dari wajahnya, Evan itu masuk golongan tampan yang bisa memikat para wanita hanya dengan tatapannya saja. Di bawah rambut hitamnya terdapat alis yang tajam seperti pedang, sepasang mata hitam pekat, serta hidung tinggi dan bibir tipis yang menggoda. Walaupun pria itu hanya bisa duduk saat ini, Maya memperkirakan bahwa tinggi pria itu seharusnya tidak kurang dari 190 cm. Tampan dan bergaya... Secara keseluruhan Evan itu hampir sempurna, jika saja dia tidak harus duduk di kursi roda sepanjang waktu dan dirumorkan akan meninggal dalam beberapa tahun.
Maya mengambil nafas panjang, saat dia mendekat untuk menyapa Evan dan pria lain yang secara refleks memasang badan melindungi pria itu saat Maya perlahan berjalan mendekat.
Yang tadi itu merupakan kesalahpahaman. Walaupun saat ini Maya masih belum tahu apakah dia hanya kembali ke masa lalu dengan tubuh baru atau dia telah berpindah dunia, tetapi setidaknya Maya tahu bahwa bermusuhan dengan Evan hanya akan membuatnya kesulitan di masa depan. Mereka akan menjadi sepasang suami istri nantinya. Bagi Maya, akan lebih baik jika mereka bisa berteman dari awal lagi mulai saat ini.
Dunia dengan zombie merupakan dunia yang buruk untuk manusia. Kekacauan telah memberi kesempatan bagi manusia untuk menunjukan sifat buruk mereka tanpa kenal takut. Maya tidak memiliki siapa-siapa di masa lalu. Jika kali ini dia bisa membuat Evan menjadi temannya, Maya berpikir mungkin kehidupannya di masa depan tidak akan berakhir terlalu kesepian seperti sebelumnya.
Dia telah hidup seorang diri terlalu lama sebelum zombie merenggut nyawanya. Belum lagi, Maya juga selalu memiliki titik lemah untuk orang-orang seperti Evan. Uang saja tidak cukup untuk menyelamatkan pria itu jika zombie sampai menyerang mereka suatu saat nanti. Maya di masa lalu telah menyaksikan banyak pria seperti Evan mati karena tubuhnya tidak berdaya untuk melawan serangan zombie. Evan juga telah mengingatkannya pada sang adik. Mengingatkannya pada pembantaian massal bagi orang-orang cacat seperti Evan saat ini.
"Maaf, aku tidak berpikir dengan jernih sebelumnya. Apa kamu baik-baik saja?"
Baik Evan maupun temannya terlihat sedikit terkejut saat gadis berbahaya yang sebelumnya hampir saja membunuh seseorang tiba-tiba bersikap patuh dan jinak saat ini. Gadis tersebut dengan sopan menundukan badannya. Sebelum karena kepalanya masih pusing, Maya mencoba bersender pada dinding saat tangannya memijat hidungnya sendiri dengan ekspresi frustasi.
"Kepalaku sakit dan aku baru saja mendapatkan mimpi yang sangat buruk tadi. Aku... Aku tidak bisa mengenali siapa pun yang masuk sebelumnya. Tolong maafkan aku. Aku harap aku tidak menyinggung kalian dengan tindakanku sebelumnya."
Ya, mimpi yang sangat buruk sampai terasa begitu nyata ketika aku mati. Tambah Maya di dalam hatinya. Gadis itu sama sekali tidak sadar bahwa Evan tengah menatapinya sedari tadi. Pria itu mendengus, saat Evan membalikan kursi rodanya setelah dia puas melihat keadaan Maya dengan matanya sendiri.
"Aku akan datang lagi nanti."
Hanya itu. Pria itu hanya berkata sesingkat itu sebelum pergi lagi bersama pria lainnya. Karena tindakan tidak sopan Maya sebelumnya, pria yang ikut dengan Evan itu juga enggan berpamitan pada Maya saat pria itu hanya berbalik mengikuti Evan tanpa mengatakan apa pun lagi. Maya membuang nafas panjang setelah melihat reaksi dingin itu. Yah, bagi Maya, setidaknya Evan akan datang menjenguknya lagi di masa depan.
Hal itu hanya berarti bahwa Evan sendiri tidak ada keinginan untuk membatalkan pertunangan mereka dalam waktu dekat. Maya bisa sedikit lega sekarang. Karena bagi gadis itu, hidup bersama Evan masih jauh lebih baik daripada hidup terkurung bersama keluarga aslinya saat ini.
Begitu sembuh, Maya sudah bertekad bahwa dia harus memastikan terlebih dahulu kebenaran dunia baru ini. Maya harus bisa benar-benar memastikan, apakah dia hanya terlahir kembali dalam tubuh yang berbeda atau pindah ke dunia yang benar-benar baru saat ini. Ada banyak sekali hal yang harus Maya lakukan di masa depan. Dan gadis itu yakin dia tidak akan bisa melakukan semuanya jika dia masih terus tinggal bersama keluarga sampahnya ini. Maya benar-benar menantikan pertunangannya saat ini. Karena hanya pada saat itu, dia akhirnya bisa sedikit lebih bebas berkeliaran daripada situasinya saat ini.
"Bagus sekali... Sepertinya percobaan bodohmu itu telah benar-benar merusak otakmu bukan? Menodongkan pisau buah pada calon suamimu sendiri. Apa kamu sekarang merasa bahwa kamu itu semacam pembunuh bayaran yang tidak kenal takut Nola?!"Maya benar-benar enggan untuk menatap mata Sarah ketika wanita itu akhirnya berani memarahinya lagi setelah Evan dan temannya sudah benar-benar pergi kali ini. Wanita itu benar-benar melukai kuping Maya dengan segala caciannya. Maya mengerutkan keningnya dengan jelas. Dia tidak percaya, Finola benar-benar bisa menahan semua cacian itu sepanjang hari di masa lalunya. Mungkin itu salah satu kelebihan gadis itu di antara segala kekurangannya. Ketika gadis itu mendengarkan Sarah terus bicara omong kosong, Maya benar-benar tengah mencoba menahan tangannya untuk tidak menyayat wanita itu dengan pisau buah yang sama saat ini. "Maya! Apa kamu mendengarkan aku?!""Lalu kamu ingin aku bagaimana?"Sarah menatap tidak percaya
Begitu semua orang telah ke luar, Maya segera menyeret selang infusnya agar dia bisa mencapai laci yang dimaksud perawat itu sebelumnya. Matanya berbinar saat dia melihat remote yang benar-benar ada di dalam laci tersebut. Ekspresi halusnya sama sekali tidak bisa menyembunyikan wajah seriusnya, ketika Maya menyalakan televisi dengan alis yang sedikit berkerut.Dalam keheningan, Maya terus mencari siaran yang kira-kira tengah menyiarkan berita terbaru. Walaupun sudah lima tahun berlalu semenjak meteor jatuh dan mengubah tatanan dunia, Maya masih ingat dengan jelas tanggal berapa meteor itu jatuh dan berbagai peristiwa penting dari kehidupannya sebelum ini. Maya mencoba mencari informasi sekecil apa pun dari lingkungan sekitarnya kini. Dia harus tahu dia berada di mana, tahun berapa sekarang ini, dan apakah dunia ini benar-benar sama atau tidak dengan dunia yang sebelumnya dia tempati.Karena jika Maya memang hanya mengulang waktu dengan tubuh yang berbeda, Maya jelas ha
"Kamu bilang, anak itu berani mengancam Evan menggunakan pisau ketika pria itu akhirnya mau mengunjungi anak itu?!" Di sebuah kamar, raungan seorang pria terdengar setelah pria itu selesai mendengarkan laporan yang diberikan oleh istrinya. Napas pria itu sedikit terengah-engah, setelah dia baru saja menumpahkan amarahnya secara tiba-tiba di umurnya yang sudah tidak muda lagi. Sang istri dengan perhatian berusaha menenangkan amarah suaminya dengan memeluk lengan pria itu. Wajah cantiknya yang dipoles oleh make up berusaha dibuat sesedih yang dia bisa, saat wanita itu berucap pada suaminya dengan nada yang menyedihkan. "Aku memang berhasil membuatnya berhenti. Namun setelahnya, dia malah melepaskan kemarahannya padaku Sayang. Nola biasanya tidak seperti ini. Aku tidak tahu apa yang salah, sampai dia harus menentang pertunangan ini begitu keras ketika kita hanya mencoba memikirkan kebaikannya."Pria itu dengan cepat meraih tangan istrinya ketika w
Di depan sebuah rumah sakit besar, berdiri seorang gadis yang tampak seperti baru saja mencapai usia remaja. Sosoknya kurus, setengah lengannya terlihat dari kemeja sedikit kebesaran yang kini gadis itu gunakan. Kulitnya benar-benar putih seolah-olah gadis itu tidak memiliki darah. Beberapa helai rambut berantakan yang menutupi wajah cantik gadis itu menambah kesan memikat dari gadis pendiam itu. Satu-satunya yang membuktikan bahwa dia bukan boneka hanyalah mata cerahnya yang menatap ke segalanya arah. Tampaknya tengah berusaha keras, untuk menyembunyikan perasaan tidak sabarnya untuk saat ini. "Nola, kamu akan kedinginan jika kamu hanya memakai pakaian tipis itu. Mengapa kamu tidak memakai jaket pemberian Mama? Kamu baru saja sembuh. Tidak baik bagimu untuk terkena angin ketika kamu baru saja keluar dari rumah sakit begini." Maya melirik Sarah yang berusaha bersikap baik padanya di depan orang-orang saat ini. Padahal sebelum ini, wanita itu tidak mau repot-repot men
Maya kembali terbangun ketika dia mendengar seseorang mencoba untuk membuka pintu kamarnya sendiri. Ketika Maya membuka matanya dan melihat langit-langit putih, dia tertegun sejenak saat dia sendiri tidak percaya dia bisa tidur selelap itu. Butuh beberapa saat baginya untuk bereaksi, sebelum dia dengan malas bangun dari posisi tidurnya. "Kenapa kamu tidak menjawabku jika kamu sudah bangun? Ingin berpura-pura mati lagi setelah Mama menguncimu di dalam kamar?" Maya baru saja duduk di tempat tidur ketika pintu kamarnya didorong terbuka oleh seseorang. Seorang gadis cantik dengan penampilan mewah berjalan ke tempat tidur dan mengerutkan kening padanya. Sosoknya yang cantik, benar-benar tidak cocok dengan temperamen buruknya yang sangat menyebalkan. Gadis itu mendengus saat dia melihat Maya baru saja bangun dari tidurnya. "Berpura-pura mati? Jangan mencoba untuk mati di rumah kami lagi jika kamu memang ingin mati. Kamu telah membuat Mama dan Papa melalui ha
Ya, bagus sekali. Maya mengangguk puas saat dia menatap pantulan dirinya sendiri di cermin yang ada di kamarnya. Walaupun Maya tidak mengerti tren pakaian di dunia ini, gadis itu setidaknya puas Finola memiliki beberapa pakaian pantas di lemari kecilnya itu. Tampilannya saat ini benar-benar tidak terlalu buruk menurut Maya. Maya tahu, dia harus bisa tampil baik jika dia ingin bertemu dengan Evan kali ini. Kesan pertamanya di benak pria itu sudah pasti benar-benar kacau. Maya hanya bisa memperbaiki kesannya di pertemuan kedua ini. Dia tidak boleh mengacau, atau keluarganya yang kacau ini akan benar-benar mencoba mengakhiri hidupnya. Namun untungnya, saat tengah menjelajahi ruangan Finola, Maya menemukan barang bagus yang mungkin bisa dia gunakan untuk melawan keluarga Finola di saat terdesak. Mata Maya memerhatikan benda yang kini ada di tangannya. Dia tersenyum, saat dia menyimpan benda itu di saku pakaiannya yang sekiranya tersembunyi. Tepat setelah
Melihat gadis yang baru saja datang ke rumahnya, Evan kesulitan untuk menentukan siapa di antara mereka yang sebenarnya lebih rapuh. Evan sadar dia mungkin memang sakit-sakitan dan duduk di kursi roda. Namun gadis yang ada di depannya ini memiliki tampilan yang sangat buruk karena kekurangan gizi selama bertahun-tahun. Bahkan dengan pakaian indah yang Maya gunakan, Evan masih bisa melihat tulang-tulang Maya yang terlihat menyedihkan. Dahi Evan sedikit berkerut ketika dia akhirnya bisa menatapi calon istrinya dengan benar. Calon istrinya itu seharusnya anak dari keluarga yang cukup terkemuka di kota mereka. Namun tampilannya, bahkan lebih buruk dari anak yatim piatu yang Evan temukan di salah satu panti asuhan yang pernah dia kunjungi.Walaupun tubuhnya memang kurus dibandingkan anak-anak seumurannya, gadis itu memiliki sepasang mata yang terlalu kontras dengan tampilannya yang menyedihkan. Cerah dan penuh dengan kekuatan. Mata itu terlihat begitu menawan sampai Evan sen
Ruangan hening menyambut Maya saat dia kembali bangun dari tidurnya. Melihat jam yang ada di kamar itu, Maya tahu bahwa dia tidak tidur terlalu lama kali ini. Maya ingat dia tidur melebihi tengah malam setelah sibuk membahas persiapan pernikahan mereka yang mendadak bersama dengan Evan dan juga Kevin. Namun ketika dia bangun, langit masih saja gelap sementara Maya belum bisa mendengar keramaian apa pun dari daerah di sekitar kamar barunya ini. Jam menunjukan pukul lima pagi. Memang masih terlalu dini baginya untuk bangun. Namun Maya, tidak ragu sedikit pun saat dia bangun untuk memulai latihan yang telah dia rencanakan sejak kemarin. Setelah menghabiskan waktu bertahun-tahun di mana hanya yang kuat yang bisa bertahan di dunia itu, Maya merasa bahwa tubuh yang dia gunakan saat ini terlalu lemah untuk menjadi tubuhnya sendiri. Dia hampir kehabisan napas hanya karena berlari seratus meter, dan hampir pingsan hanya karena dia mencoba memaksakan tubuhnya untuk berolahraga