Share

Chapter 8

“Ada tubuh di saluran irigasi?” 

Para tamu undangan saling berbisik satu sama lain. Raja memberi sinyal pada para penjaga untuk maju kemudian raja turun dan menghampiri pria itu lalu berbisik padanya. 

“Mari kita bicarakan di tempat yang lebih tepat.” 

Pria itu berdiri mengikuti raja yang berjalan terlebih dahulu meninggalkan ruangan diikuti para penjaga di barisan belakang. Setelah raja pergi, para tamu undangan masih tetap berbicara satu sama lain mengenai berita tersebut. Di sisi lain, Camille mencari dimana Allen berada dan Camille melihat Allen yang tengah berdiri di sudut ruangan. Camille bergegas berlari menuju Allen namun langkahnya terhalang oleh ayahnya sendiri, sang Duke. 

“Papa?!” 

“Camille, mana Anna dan adikmu?” 

“Aku tidak tahu.” Camille berbohong. 

“Ayo pulang, keadaannya sudah tidak baik. Papa akan mencari Anna dan adikmu. Kamu tetap disini.” 

“Papa, dimana Cordelia? Aku harus berbicara sebentar dengannya.” 

“Camille, jangan kemana-mana. Tetaplah disini dan tunggu papa.” 

Duke Kranz berjalan meninggalkan Camille untuk mencari istri dan anak keduanya. Camille tidak membuang-buang waktu dan segera menghampiri Allen yang masih berdiri di sudut ruangan. 

“Allen!” 

“Camille!” 

“Apa kamu tahu tentang tubuh yang berada di saluran irigasi?” 

“Tidak. Aku tidak tahu.” 

“Tapi kamu kan—” 

“Jangan disini.”

Allen menutup mulut Camille dengan tangannya lalu Allen meraih tangan Camille dan mengajaknya ke sebuah ruangan. 

“Allen, kamu kan iblis. Kenapa kamu tidak bisa tahu siapa orang yang meninggal itu?”

“Aku tidak mengerti…” 

“Apa yang tidak kamu mengerti?”

“Aku… Kekuatanku… Sepertinya mulai menghilang. Seharusnya aku bisa merasakan jika ada seseorang yang sekarat atau mereka yang sudah meninggal tetapi aku sama sekali tidak bisa merasakannya. Camille, boleh tutup matamu?” 

Camille mengerti jika dia harus menutup matanya, itu artinya Allen akan berubah menjadi wujud iblisnya. Allen mencoba untuk bertransformasi ke wujud iblisnya tetapi tidak ada yang terjadi. Allen menarik nafas dalam-dalam dan mencoba untuk fokus tapi tetap saja tidak ada yang terjadi. 

“Camille… Kamu boleh buka matamu.” 

Camille membuka matanya dan tidak melihat ada sesuatu yang berubah dari Allen. Camille menaikkan sebelah alisnya. 

“Tidak terjadi apa-apa?” 

Allen menggelengkan kepalanya lalu ia menengadah dan berteriak ke arah langit, “Seharusnya tidak seperti ini! Terkutuklah dirimu, Ayah!” 

Camille terkejut dan tanpa sengaja dia mundur lalu tangannya terkena gagang pintu. Camille mengernyit kesakitan. Tampaknya gagang pintu itu mengenai tepat di bagian lukanya. 

“S-Sakit!” 

Allen terkejut lalu meraih tangan Camille dengan perlahan. Allen menyingkapkan lengan panjang dari gaun Camille dan tampaklah luka yang didapat Camille sebelumnya. 

“Camille… Apa yang terjadi?” 

Camille terdiam, tidak menjawab pertanyaan Allen. Sebuah pertanyaan muncul di benaknya apa dia harus memberitahu Allen apa yang sebenarnya terjadi atau mengarang sebuah cerita untuk menutupi kejadian malam itu. 

“Camille?” 

Camille menatap Allen dan memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya pada Allen. 

“Yuri mendorongku dari balkon dan tubuhku menghantam tembok istana. Tetapi Ashe datang tepat waktu sebelum aku terjun terjatuh bebas dari ketinggian.” 

Wajah Allen memucat mendengar itu dan seketika raut wajahnya berubah. Ia tidak bisa menggunakan kekuatannya untuk menolong Camille. 

“Ternyata… Kekuatanku sudah hilang sejak tadi. Aku tidak bisa merasakan bahaya yang akan terjadi padamu, Camille. Itulah alasan kenapa aku tidak datang untuk menolongmu.” 

“Benar juga. Allen tidak datang sama sekali ketika aku terjatuh dari balkon. Aku kira dia memang tidak ingin menunjukkan pada siapapun tentang sisi lainnya.” 

“Tunggu disini, aku akan mengambilkan obat-obatan untukmu.” 

Allen berjalan keluar dari ruangan itu, meninggalkan Camille sendirian di dalamnya. Camille menutup pintunya dan duduk di samping pintu sembari menunggu kedatangan Allen. Camille tidak dapat membayangkan kalau Ashe tidak datang untuk menyelamatkannya. Mungkin kali ini dia sudah berakhir di kegelapan yang tiada batas. Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka dan Allen datang membawa sebuah kotak obat-obatan. 

“Waahh… Aku tidak menyangka ada kotak obat di tempat ini.” 

Allen duduk di sebelah Camille dan membuka kotak itu untuk mencari obat yang bisa mengobati luka pada tangan Camille. Tetapi Allen hanya terdiam dengan wajah bingung. 

“Allen? Ada apa?” 

“Aku tidak bisa mengatakannya.” 

“Katakan saja, Allen.” 

“Aku… Tidak tahu obat mana yang harus aku gunakan untuk mengobati luka itu.” 

Camille terkejut tetapi dia segera menyadari bahwa Allen adalah seorang iblis yang memiliki kekuatan, wajar jika dia tidak mengetahui hal-hal seperti ini. Camille tersenyum lembut lalu mengambil sebuah obat dan mengoleskan obat itu pada luka yang ada di tangannya. Kemudian Camille mengambil sebuah perban dan menutup luka itu dengan perban. Di sisi lain, Allen hanya memperhatikan Camille mengobati lukanya sendiri dengan sungguh-sungguh. 

“Sudah selesai.” 

Camille membereskan kotak obat itu lalu menutupnya kemudian di saat dia hendak berdiri, Allen sudah berdiri terlebih dulu dan mengulurkan tangannya pada Camille. 

“Mari aku bantu.” 

Camille menerima uluran tangan Allen dan dengan bantuannya, dia berdiri dari duduknya. Keduanya tidak mengatakan apa pun dan Aleln memutuskan untuk memecah keheningan. 

“Camille.” 

“Iya?” 

“Kenapa kamu menanyakan tentang tubuh yang ada di saluran irigasi?” 

“Bukan apa-apa. Aku hanya sekedar penasaran.” 

“Camille, jangan lakukan apa pun. Jangan datangi saluran irigasi. Kita tidak tahu ada apa di sana dan apa yang terjadi. Jangan tempatkan dirimu dalam bahaya karena aku… tidak bisa melindungimu seperti sebelumnya.” 

“Tenang saja. Aku tidak akan melakukan apapun. Sebaiknya aku keluar sekarang sebelum Duke Kranz khawatir.” 

Allen membukakan pintu dan ketika pintu itu terbuka, di depan pintu berdiri Ashe yang sedang menatap mereka beserta Yuri Kranz di belakangnya. 

“Ashe!” 

“Apa yang kalian lakukan di dalam ruangan itu berdua saja?” 

“Yang Mulia Pangeran Allen tadi mengobati luka-lukaku. Hanya itu.” 

Yuri yang berada di belakang Ashe melihat ke arah Camille dengan tatapan tajam. Beruntung ada Ashe di sana jika tidak Yuri pasti sudah seperti kesetanan, mengamuk tidak karuan pada Camille. Camille mencari-cari dimana keberadaan Anna karena seingat Camille, Ashe dan Yuri pergi bersama Anna. 

“Mungkin Anna sudah kembali pada Duke Kranz.” 

“Bagaimana denganmu, Ashe? Kamu berdua dengan nona Yuri Kranz.” tanya Allen.

“Yuri Kranz mengalami trauma karena melihat kakaknya sendiri nyaris terjatuh dari balkon istana dan dia menenangkan dirinya tadi. Sekarang aku akan mengantar nona Yuri kembali ke keluarganya. Kamu, Camille Kranz, kembalilah bersama nona Yuri.” 

Yuri tersenyum licik dari belakang Ashe. Sepertinya dia berhasil membuat Ashe sepenuhnya percaya pada aktingnya. Akan tetapi Allen maju ke depan Camille dan menggelengkan kepalanya. 

“Biar aku yang membawanya kembali. Ada yang harus aku bicarakan dulu dengannya… Terkait dengan kejadian tadi.” 

Ashe menatap dengan penuh kecurigaan sebelum akhirnya mengangguk dan bersama Yuri, mereka meninggalkan Allen dan Camille. 

“Trauma apanya?” ucap Camille sambil memutar matanya. 

“Camille…” 

“Apa? Lihat saja wajahnya, apalagi di saat dia membuat senyuman licik di wajahnya.” 

“Ayo kita kembali.” 

Camille sedikit terkejut melihat Allen yang tidak memberikan reaksi apapun pada Camille. Dalam benaknya, Camille berpikir apakah sebaiknya dia tidak membahas tentang itu lagi. Allen berjalan kembali ke ruang dansa bersama dengan Camille. Di sudut ruangan, berdiri Duke Kranz, Anna, Yuri dan juga Ashe yang tengah berbincang. Ketika melihat putri tertuanya kembali, Duke Kranz segera menghampiri Camille dan memeluknya. 

“Camille! Papa mencarimu kemana-mana tapi kamu menghilang begitu saja—” 

Duke Kranz tidak melanjutkan kalimatnya ketika dia menyadari bahwa ada Allen juga di belakang Camille. 

“Yang Mulia!” Duke Kranz memberi hormat pada Allen. “Terima kasih sudah membawa putri saya kembali.” 

“Bukan masalah, Duke.” 

Duke Kranz berpaling menghadap Camille. “Kamu darimana saja?” 

“Aku…” 

“Tadi saya bersama Camille untuk mengobati luka—”

Camille menyenggol tangan Allen, menyuruhnya untuk tidak melanjutkan ucapannya tetapi wajah Duke Kranz seketika memucat. 

“Luka? Luka apa?” 

“Bukan apa-apa.” 

“Camille! Tidak boleh ada sebuah luka pun di tubuh putriku yang sangat cantik. Beritahu aku, luka apa?” 

Camille mengangkat tangannya lalu menggulung lengan gaunnya dan menunjukkan luka yang sudah dia perban. 

“Astaga, putriku… Apa luka itu kamu dapat ketika kamu terjatuh dari balkon?” 

Camille terkejut mendengar ucapan Duke. Sepertinya Anna dan Yuri atau mungkin Ashe sudah memberitahu kepada Duke Kranz mengenai kejadian yang terjadi pada Camille. 

“Iya, Papa.” jawab Camille. 

“Yang Mulia Pangeran Allen. Terima kasih, maafkan juga putri saya jika merepotkan sampai harus Yang Mulia turun tangan untuk mengobati lukanya saja.” 

“Duke Kranz, Camille adalah teman saya dan saya hanya membantu teman. Kalau begitu, saya akan pergi terlebih dulu. Selamat malam.” 

Allen menarik tangan Ashe dan keduanya pergi meninggalkan keluarga Kranz. 

“Oh Camille, aku akan mengobati lukamu lagi nanti setelah kita pulang.” ucap Anna yang pastinya ucapan itu hanyalah kebohongan. Tidak mungkin Anna akan mengobati luka-luka Camille. 

“Terima kasih.” balas Camille. Tatapannya beradu dengan tatapan Yuri dan hanya melalui tatapan itu, terdapat tatapan penuh kebencian dari adik tirinya. 

“Yuri, bagaimana tadi saat Pangeran Ashe menemanimu untuk menenangkan diri?” tanya Anna pada putri kesayangannya. 

“Mama, dia sangat baik! Ashe sungguh luar biasa!” 

Sebuah senyuman aneh terpampang di wajah Anna ketika ia berbicara dengan putrinya, “Sungguh? Mama senang mendengarnya.” 

“Seharusnya kendaraan kita sudah datang. Ayo kita segera pulang.” 

Keluarga Kranz bergegas menuju kendaraan mereka dan pulang. 

Di kediaman Kranz. 

Setibanya di kediaman Kranz, Camille segera dibawa kembali ke kamarnya oleh seorang pelayan atas perintah Duke Kranz dan Camille diminta untuk tidak meninggalkan rumah sampai masalah mengenai tubuh yang ditemukan di saluran irigasi diselesaikan. Bukannya sedih, Camille merasa senang karena ia bisa mencari tahu lebih banyak tentang dunia ini. Camille mengambil buku diary milik Camille yang asli lalu memutuskan untuk membaca lebih banyak lagi. 

‘Rabu, 31 Oktober XXXX

Hari ini adalah hari ulang tahun Yuri. Nyonya mengadakan sebuah pesta yang sangat besar dan Yuri mengundang semua teman-temannya. Papa sedang pergi keluar kota dan aku dipaksa oleh Nyonya untuk membantu para pelayan melayani tamu undangan dengan memakai kostum pelayan. Nyonya bilang pesta itu adalah pesta kostum tetapi ketika aku datang ke tempat acara, aku melihat semua orang memakai pakaian yang mewah. Aku mencoba mengatakan pada para tamu undangan bahwa aku bukanlah pelayan tetapi aku juga seorang Kranz. Mereka menertawakanku. Seorang dari mereka bahkan menyiramku dengan jus. Aku merasa sangat bodoh karena mempercayai Nyonya. Aku hanya bisa menangis dan menangis. Tetapi sebuah surat dapat menghiburku. Surat itu adalah surat dari kerajaan. Allen! Ternyata dia masih mengingatku!’ 

Camille merasa marah pada Anna dan Yuri setelah membaca tulisan pada diary Camille. Keuda orang itu sangat jahat dan bagi mereka, Camille hanyalah lintah yang sulit untuk dilepaskan dari rumah keluarga ini. Camille membuka halaman-halaman awal dari diary dan menemukan sebuah tulisan oleh Camille kecil. 

‘Selasa, 19 Januari XXXX

Papa membawa seorang wanita pulang ke rumah. Wanita itu sangat cantik dan elegan. Papa mengenalkannya padaku. Namanya adalah Anna Louise. Papa—’

Camille belum menyelesaikan halaman itu ketika tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang pecah dari luar kamarnya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status