LOGINVir langsung bersandar di sofa itu Dengan menyugarkan rambutnya. 'Jadi siapa wanita yang aku tiduri Itu?' batinnya.
Rendra, sang asisten yang sebenarnya masih bingung dia masih memperhatikan atas oleh tersebut Lalu berusaha untuk berbicara padanya.
"Maaf, Tuan. Tapi, kalau saya boleh bertanya apakah memang benar di kamar itu telah bertemu dengan seorang wanita di sana? Apa benar Tuan berada di kamar nomor 336."
Perkataan dari asistennya itu membuat Vir langsung melihat ke arahnya, ia membenarkan posisi duduknya dengan berkerut alis.
"Apa kamu bilang? Nomor 336?" Pertanyaan itu langsung dianggukan oleh sang asisten.
Vir terdiam sejenak, ia mengingat kembali kejadian 1 minggu yang lalu ketika dirinya jalan dengan sempoyongan menuju ke arah kamar yang dipesankan oleh asistennya tersebut.
Sungguh saat itu dirinya benar-benar tidak bisa melihat dengan jelas karena kepalanya yang sangat pusing jadi pandangannya terlihat buram. Dirinya pun tidak mengingat dengan jelas masuk ke kamar sampai berapa saat itu.
Vir menggugarkan rambutnya, seraya menggeleng. "Aku benar-benar tidak ingat Rendra. Aku masuk ke sebuah kamar itu yang aku pikir itu adalah kamar yang kamu pesan."
Rendra Mendengus pelan. "Maaf, Tuan. kalau saya boleh mengumpulkan apa jangan-jangan tuan muda salah masuk kamar, hingga akhirnya Tuan bertemu dengan wanita itu."
Vir tertegun mendengar ucapan yang dilontarkan oleh asistennya itu. 'Kalau Memang benar aku salah masuk kamar, tapi Aku sudah bersetubuh dengan wanita itu. Berati aku yang salah.' batinnya.
Pikirannya sekilas teringat akan perkataan yang pernah dilontarkan oleh Gadis itu.
"Tolong ... Biarkan saya pergi! Saya tidak kenal anda siapa!"
Vir juga mengingat bahwa sepertinya wanita itu tidak bisa melihat, karena dari tatap matanya dia kosong dan tetap lurus ke depan, tidak melihat ke arah dirinya sama sekali saat itu. Ketika ingin kabur dia merava sesuatu di sekitarnya dan itu bisa membuktikan dengan jelas kalau wanita itu memang tidak bisa melihat.
"Tuan? Tuan muda, Vir?" Panggilan dari sama asisten mampu membuat Vir menoleh ke arahnya. "Apa, Saya perlu ke tempat itu untuk menanyakan lebih lanjut tentang hal ini?"
Vir mengangguk kecil. "iya, kalau bisa kamu cari tahu siapa perempuan itu bahkan detail wajahnya. Berikan saya semua informasi tentang wanita itu setidaknya nama dan wajahnya terlihat jelas kamu juga bisa bertanya itu di CCTV."
"Baik, Tuan. Kalau begitu sekarang juga saya akan ke sana," ucapkan yang dianggukan oleh Vir.
Rendra pembangkit dari posisinya serangan membenarkan jas yang dipakainya. "Saat permisi," selanjutnya berucap yang langsung berjalan keluar dari ruangan atasannya tersebut.
Lagi-lagi, Vir menghelah napas panjangnya. Ia menyandarkan tubuhnya di sofa itu dengan membujuk pelipisnya sekilas.
*****
Sementara itu ayu yang membawa violet menuju ke rumah sang nenek dirinya langsung mengetuk pintu itu beberapa kali.
"Nek, Nenek ... Ini Ayu, Nek."
Berapa kali dirinya memanggil akhirnya rumah sederhana dengan berwarna biru muda itu pun terbuka pintunya. Sekitar berusia 60 tahun berdiri tepat di pintu untuk Seraya tersenyum ke arah cucunya dan melihat sekilas ke arah violet.
"Ayu, kamu sudah pulang bukannya biasanya kamu bisa pulang di hari weekend."
"Iya, Nek. Tapi Ayu tidak bisa cerita banyak, Nanti kalau sudah weekend Ayu akan cerita semuanya. Saat ini karena dia sedang dikejar oleh seseorang makanya ayu bawa ke sini untuk tinggal bersama nenek."
Ucapan dari cucunya Itu membuat nenek Aya memperhatikan violet secara keseluruhan. Wanita itu pun tersenyum ke arahnya walaupun pandangannya terlihat kosong lurus ke depan.
Ayu sedikit mendekatkan posisinya ke arah nenek lalu berbisik.
"Dia, tidak bisa melihat dan Ayu kasihan tadi saat di pasar bertemu dengan dia yang dikejar-kejar oleh seseorang. Maka dari itu Ayu bawa dia ke sini, bisakah untuk sementara waktu tinggal bersama nenek."
Aya masih memperhatikan wajah violet Yang sepertinya tak asing baginya lalu dirinya tertuju ke arah tujuannya dengan angkutan kecil dan senyuman tipis.
"Iya, dia boleh tinggal disini."
Ayu tersenyum, lalu, melihat ke arah violet. "Violet, kata nenekku kamu diizinkan untuk tinggal di sini sementara waktu."
Kedua lekukan sudut bibir violet terangkat. Ia sangat senang karena ternyata masih ada orang baik yang ingin menolongnya. "Terimakasih, Nek."
"Yasudah, Nek. Kalau begitu Ayu tidak bisa lama-lama di sini, Karena sudah ditunggu oleh para pengawal itu."
"Iya, hati-hati, ya."
"Iya, Nek. Ayu pergi dulu ya. Dada Nenek, Violet aku pergi dulu ya."
Ucapan tersebut dianggukan oleh keduanya yang tersenyum ke arah angin yang telah cepat-cepat berlari pergi dari rumah neneknya menuju ke mobil para pengawal dan tengah menunggu dirinya di sana.
Sementara itu sang nenekku memegang tangan Violet dengan lembut.
"Ayo, Violet. Masuk."
"Terima kasih, Nek."
Mereka segera masuk ke dalam lalu sang nenek mempersilahkan Violet untuk duduk di ruang tamu. "Kamu tunggu disini dulu ya. Nenek akan ambilkan kamu minum."
"Sekali lagi, terima, Nek. Tidak perlu repot-repot."
"Tidak apa Violet. Kamu tunggu disini dulu ya," ucapnya yang di balasa senyum manis oleh Violet. Nenek Aya pun segera berjalan ke arah dapur.
Violet sedikit merasa lega, karena dirinya yang akhirnya bisa menghindar dari kejaran bibinya. Bukannya dia tidak berterima pada keluarga pamannya tersebut, tapi yang apa yang dilakukan oleh bibinya itu benar-benar kelewatan.
Dirinya kerap disiksa, bahkan di jual hingga dirinya di setubuhi oleh lelaki yang ia tak kenal sama sekali, setelah itu ia pun tidak beri uang sepeser pun dari bibinya. Sungguh, sangat ironis menjadi dirinya.
*****
Pukul 14.00. Vir yang baru saja selesai dengan pekerjaannya. Ia menaruh beberapa berkas yang selesai di tandatangani itu di atas meja.
Tiba-tiba, suara ketukan pintu terdengar yang membuatnya tertuju kearah pintu tersebut. "Masuk," titahnya.
Seseorang masuk ke ruangannya, yabg ternyata adalah sang asisten, yaitu Rendra, Seraya membawa secarik kertas di tangannya, lalu menghentikan langkahnya tepat di depan Vir.
"Siang, Tuan. Saya sudah mendapatkan informasi mengenai wanita itu."
Vir antusias, ia langsung bangkit dari posisinya dan duduk di sofa yang berada di ruangannya, hingga membuat Rendra pun mengikuti sang atasan. "Duduk, jadi siapa sebenarnya wanita itu?"
Rendra duduk tepat di dekat sang atasan. "Jadi, wanita itu bernama Violet, dia hanya gadis biasa yang di jual oleh bibinya dan di beli oleh seorang pemuda, namun mereka tidak mau memberikan informasi siapa pemuda itu, Tuan."
"Saya tidak butuh, data pemuda itu. Tapi saya butuh data wanita itu "
"Em, ini Tuan. Saya sudah bisa mengzoom wajah dari wanita itu saat di tempat Bar." Ujarnya seraya memberikan secarik kertas yang ada ganabr violet masih dengan dress tipis berwarna merah, persis saat ia lihat di kamar waktu itu. Vir pun memperhatikan kertas itu.
"Maaf, sebelumnya Tuan. seperti dugaan saya di awal, kalau sepertinya Tuan muda Vir, salah masuk kamar, yang seharusnya wanita itu akan tidur pada pemuda yang membelinya, tetapi malah tidur bersama, Tuan." Jelas Rendra sedikit menunduk.
Vir tertuju ke arah asistennya sekilas selalu menaruh kertas dengan gambar wajah violet itu di atas meja. "Perintahkan semuanya untuk segera mencari sosok wanita ini. Saya tidak mau tahu kalian harus cepat mencari keberadaan di mana."
Sementara itu, Qiana yang baru saja sampai tepat di kantor milik Joan. Ia melihat kantor tersebut dari dalam mobil Ia membuka kacamatanya dan memperhatikan keseluruhan perusahaan tersebut.Gedung mewah yang menjulang tinggi itu terlihat sangat sempurna namun Joan hanya memiliki satu perusahaan beda dibandingkan mendiang suaminya yaitu, Vedrick memiliki perusahaan di mana-mana.'Joan termasuk berhasil, karena dia dari kalangan biasa, dan bisa membuat perusahaannya sendiri.' batinnya."Nyonya, apa anda akan langsung menemuinya?" Tanya sang driver yang dianggukan oleh Qiana. "Perlu kami teman?""Tidak usah, aku kesana saja sendiri. Kalian tunggu saja disini, nanti jika aku sudah selesai. Maka aku akan segera menghubungi kalian.""Tapi, Nyonya. Takutnya terjadi sesuatu pada Nyonya, maka kami akan tetap menemani Nyonya.""Sudah, kalian menurut saja apa kataku. Tetap disini. Aku yakin, baik-baik Saja. Joan, tidak akan berbuat jahat padaku."Setelah mengatakan kalimat itu, Qiana pun segera k
"Kau keluar bersamaku. Akan Aku temani kau bertemu dengannya," ucap Vir Seraya menggandeng tangan violet.Sontak saja, hal itu membuat Violet tersenyum tipis. "Terimakasih."Vir hanya mengangguk saja lalu mereka berjalan menuruni tangga hingga sampai ke ruang depan. Tak lama setelahnya, Mereka pun telah sampai di ruang depan. Vir jelas melihat Jeslyn yang sedang duduk di sofa tersebut. Begitu pula dengan Jeslyn yang melihat mereka.Drinya langsung cepat-cepat bangkit dari posisinya dan menemui mereka. Namun, Vir mencegah langkahnya hingga membuat Jesyln menjaga jarak dengannya."Jangan terlalu dekat dengan istriku.""Em, baik. Maaf," jawab Jesslyn yang mundur beberapa langkah dan berdiri sedikit menjauh dari mereka."Vir, Kenapa kamu berbicara seperti itu padanya?" tanya Violet dengan nada pelan namun tak ditanggapi oleh Vir yang tepat tertuju ke arah Jesylin."Apa tujuan anda datang kesini?" tanya Vir dengan nada dingin tertuju ke arah Jesylin.Seketika itu pula, dia melancarkan aksi
Vikana menghelah nafasnya. Ia tak menanggapi ucapan keduanya. 'Aku tau kalau perusahaan ini sebentar lagi akan bangkrut. Maka Mama mencari cara agar perusahaan ini tetap berjalan. Tapi, aku benar-benar tidak setuju, jika harus bekerja sama dengan mereka, ya ... semua sudah tau kalau mereka itu bisa memutarbalikan fakta dan bisa saja perusahaan ini di ambil oleh mereka. Karena mereka itu sangat licik.' batinnya.*****Vir memutuskan untuk pulang ke rumah Begitu juga dengan Rendra. Mereka akan membahas apa yang mereka temukan tadi di ruangan kecil itu besok ketika di kantor. Dirinya pulang dan langsung masuk ke kamar violet. Ia membuka pintu kamar itu secara perlahan dan menuliskan bahwa violet sepertinya Tengah tertidur pulas di kasur.Vir tersenyum tipis di sudut bibirnya yang melangkahkan kakinya perlahan lalu mendekati sang istri yang masih tertidur. Ia menghentikan langkahnya tepat di kasur Itu memperhatikan wajah damai violet lalu mulai duduk tepat di atas kasur tersebut. Ia meng
Jeslyn terdiam, ia melirik ke arah sebelah kirinya. Sepertinya mereka tengah lengah dan membuat ia dengan cepat langsung lari begitu saja menghindar dari ketiga temannya Sontak, Hal itu membuat ketiganya pun berteriak. "Jesylin!"Dengan cepat, ia berlari kencang mencoba menghindar dari kejaran ketiga temannya. Jesylin berusaha sebisa mungkin untuk tak dapat diraih oleh mereka.Namun ketika temannya yang berpencar untuk mencari keberadaannya, membuat Jeslyn bingung sendiri hingga akhirnya ia tertuju ke arah sebuah warung yang tengah ramai pagi itu. Dirinya langsung bersembunyi di banyaknya orang-orang yang tengah berbelanja di warung tersebut.Dengan pandangan yang sesekali melihatnke arah temannya yang mengejar dirinya. Ia berusaha untuk menutupi wajah serta pakaiannya. 'Aku tidak bisa jika bersembunyi di sini terus, beberapa orang ini tidak mungkin bisa untuk menyembunyikan diriku. Sebaiknya aku pergi ke daerah pasar seperti violet waktu itu agar aku susah untuk ditemui.' batinnya.
"Maaf, jika ini membuatmu mengingat kembali kejadian itu, Violet."Violet tetap memberikan senyuman manis di wajahnya, perlahan ia mengangkat lalu sedikit menoleh ke arah sang mertua. "Tidak. Sudah seharusnya aku bisa menerima semua ini, Ma dan aku sudah ikhlas dengan semuanya."Qiana Mengangguk kecil. " Lalu, apalagi yang kau ingat setelah itu?""Em ... aku tidak mengingat apa-apa lagi karena setelahnya semuanya tidak sadarkan diri dan begitu Aku tahu aku sudah berada di rumah sakit dan tidak bisa melihat lagi. Di Saat itu pula aku mengetahui bahwa kedua orang tuaku telah tiada."Qiana tertegun, mendengar semua penjelasan yang dilontarkan oleh menantunya. Sepertinya saat itu penderitaan violet dimulai. Dari mulai kehilangan kedua orang tuanya sampai tidak bisa melihat dan juga bibinya yang sangat berperilaku kadar sama seperti sepupunya. itu benar-benar membuat violet pasti tersiksa.*****Vir yang sudah sampai di perusahaan tersebut membuat pandangannya tertuju ke arah mobil milik R
'Aduh, aku harus jawab apa? Jujur atau tidak?' batinnya.Tidak hanya Ayu yang bingung namun violet juga bingung, ia membatin. 'Ayu, ayolah. Aku harap kau tidak jujur akan hal ini karena aku tidak mau membuat Vir malah makin marah kepada bibi dan membuat dirinya tidak menyukai keluargaku.' batinnya.Vir yang sedari tadi menunggu jawaban dari Ayu tak kunjung dijawab membuat dia menghela nafasnya. "Ayu!" Panggilan tegas itu mampu membuat Ayu terkejut hingga dirinya langsung mengerjapkan kedua matanya tertuju ke arah sang atasan. "Jawab pertanyaanku? Apakah bibinya berbuat baik atau sebaliknya?""Em .. di-dia, baik. Seperti apa yang dikatakan oleh Nona Violet, kalau bibinya menyambut kedatangannya sama seperti sepupunya," jawab Ayu berusaha untuk tetap tenang agar Vir percaya.Seketika itu pula, Violet juga bernapas lega karena Ayu bisa mengerti maksud dari ucapannya tersebut dan tidak berkata jujur kepada Vir Apa yang sebenarnya terjadi tadi di sana.Vir mengangguk. "Yasudah, kau boleh







