“Ayo, kita pulang!!” ujar Emran.
Widuri terbelalak kaget mendengar ucapan Emran. Setelah hampir satu minggu, suaminya tidak peduli dan tidak tahu tentang kepergiannya. Mengapa kini malah tiba-tiba datang dan mengajaknya pulang.
“Ayo!!!” Emran sudah mengulurkan tangan dan menarik tangan Widuri begitu saja. Seketika Widuri kaget dan gegas menepis tangan Emran.
Emran terkejut melihatnya bahkan alisnya kini berkerut menatap tajam ke arah Widuri.
“Aku bawa motor. Aku bisa pulang sendiri,” jawab Widuri.
“Oke, baik. Aku akan mengikuti dari belakang.” Emran malah bicara seperti itu dan sekali lagi membuat Widuri terkejut. Sejak kapan suaminya jadi peduli padanya. Apa jangan-jangan Mawar yang menyuruhnya lagi seperti tempo hari.
“Gak usah. Aku bisa pulang sendiri. Kamu pulang duluan saja. Bukankah biasanya seperti itu.”
Emran berdecak dan menggelengkan kepala, kemudian menatap tajam ke arah Widuri. Kalau ditatap seperti itu, Widuri langsung gugup dan buru-buru memalingkan wajah.
“Kalau kamu tidak aku ikuti pasti kamu tidak akan pulang ke rumah. Ke mana saja kamu lima hari ini?”
Seketika Widuri terkejut mendengar pertanyaan Emran. Mengapa juga suaminya malah menghitung berapa lama dia tidak pulang? Apa benar dia sangat peduli padanya?
“Aku ... aku ke rumah teman.” Widuri terpaksa bohong. Dia tidak mau Emran tahu tempatnya tinggal. Pasti Emran akan melarang dan menyuruhnya pulang.
“Kamu marah kepadaku? Pada kami? Hingga akhirnya kabur dari rumah, begitu?” Emran kembali mencercah pertanyaan ke Widuri.
“Tidak. Untuk apa aku marah padamu dan Mawar?”
Emran berdecak lagi, kini sambil melipat tangannya ke depan dada melihat ke arah Widuri. Widuri hanya diam dan memalingkan wajah. Dia paling malas kalau sudah ditatap dengan tajam seperti itu. Ini seperti mengingatkan seorang ayah yang sedang memarahi putrinya karena telah melakukan kesalahan.
“Ya udah kalau gak marah. Sekarang ikut aku pulang ke rumah!!!”
“Aku gak mau dan kamu tidak bisa memaksaku.” Widuri bersikeras. Dia sudah membulatkan tekadnya kalau tidak akan terayu oleh ucapan Emran. Pria itu berkata manis hanya karena disuruh Mawar saja bukan dari hatinya yang terdalam.
“Aku masih suamimu dan kamu istriku. Kata siapa aku gak bisa memaksamu? Apa perlu kamu aku seret pulang sekarang!!!” Emran malah mengancam. Mata elangnya yang tajam kini ikut mengintimidasi Widuri dan membuat wanita berwajah manis itu bergidik ngeri. Mimpi apa dia punya suami searogan ini.
“Aku akan teriak kalau kamu memaksaku!!” Widuri malah balik mengancam.
Emran tampak kesal kini dan terlihat putus asa. Sebenarnya dia bisa saja berlaku kasar dan langsung menarik Widuri masuk ke dalam mobilnya. Namun, ada banyak mata yang sedang mengawasi mereka. Apalagi situasinya saat ini sedang berada di depan kantor istrinya. Banyak hal yang harus ia pertimbangkan untuk tidak bertindak bodoh.
“Oke, terserah kamu.” Emran menyerah dan sudah membalikkan badan berlalu pergi meninggalkan Widuri.
Widuri tersenyum lega sambil meneruskan langkahnya menuju parkiran. Ia langsung mengenakan helm dan menstater motornya. Namun, Widuri sempat menoleh sekilas ke arah Emran. Ia melihat suaminya masih menunggu di dalam mobil dan tidak menyalakan mesinnya.
“Sialan!!! Kenapa dia gak pulang duluan, sih?” umpat Widuri sebal.
Karena tidak mau menunggu lebih lama lagi, akhirnya Widuri melajukan motornya lebih dulu meninggalkan kantor. Ia sengaja menekan gasnya lebih kencang agar Emran tidak bisa mengejar. Namun, ternyata Emran langsung menjalankan mobilnya mengikuti Widuri. Emran sangat terkejut saat Widuri melaju melalui jalan yang tidak biasa mereka lalui.
“Dia mau ke mana? Apa mau cari makan dulu?” gumam Emran.
Sepertinya Widuri tahu kalau Emran mengikutinya. Widuri tidak kehabisan akal, dia sengaja melintas di jalan yang tidak bisa dilewati mobil. Terang saja ulah Widuri kali ini membuat Emran kesal. Pria tampan itu sudah uring-uringan di dalam mobil dan berulang kali memukul kemudinya.
“Sialan!! Dia ngerjain aku. Memangnya mau ke mana lagi, sih? Ini sudah malam juga.”
Emran kesal, apalagi dia sudah kehilangan jejak Widuri. Emran menarik napas panjang sambil mengacak rambutnya.
“Duh ... nyari di mana lagi ini? Kenapa juga aku gak tanya nomor teleponnya yang baru tadi? SIALAN!!!”
Emran masih kebingungan sambil celingukan mencoba mencari jejak Widuri. Hingga akhirnya dia melihat sebuah motor matic yang terparkir dengan manis di halaman sebuah rumah kosan. Emran langsung tersenyum penuh kemenangan apalagi saat memastikan nomor polisi motor itu sama dengan milik istrinya.
“Gotcha!!! Akhirnya ketemu juga.” Emran gegas memarkir mobilnya dan berjalan menuju rumah kost tersebut.
Rumah kost itu terdiri dari tiga lantai dengan beberapa kamar berjejer membentuk huruf U mulai dari lantai satu sampai lantai tiga. Bangunannya lumayan bersih dan rapi, di bagian tengah bangunan ada lahan parkir tempat penghuni kost meletakkan kendaraannya.
Baru saja Emran melangkahkan kakinya mendekat ke arah pagar bangunan kost tersebut, tiba-tiba ada seorang wanita paruh baya yang keluar. Wanita paruh baya itu melihat Emran, mengamatinya dari atas sampai bawah seperti sedang memindai. Emran merasa perlakuan wanita paruh baya itu wajar apalagi di sini ada tulisan kost putri, tamu wajib lapor.
“Cari siapa, Mas?” tanya wanita itu.
“Eng ... saya cari Widuri Yasmin, Bu. Di kamar berapa ya tinggalnya?”
Wanita paruh baya itu mengernyitkan alis dan menatap Emran dengan tatapan curiga. Emran tahu apa maksud tatapan wanita paruh baya itu.
“Saya suaminya. Saya baru saja datang dari luar kota.”
Wanita paruh baya itu langsung tersenyum dan menganggukkan kepala. Sebelumnya Widuri juga sudah mengatakan tentang statusnya dan dia juga bilang kalau suaminya kerja di luar kota. Jadi saat Emran datang berkata seperti itu, ibu penjaga langsung percaya.
“Oh, dia di lantai dua. Kamarnya nomor tujuh. Itu kelihatan dari sini.” Wanita paruh baya itu sudah menunjuk kamar dengan pintu berwarna merah dan ada hiasan stiker hello kitty di bagian atasnya.
Emran mengangguk sambil tersenyum. Baru saja dia hendak melangkah, wanita paruh baya itu mencekal lengannya. Emran menoleh dan mengernyitkan alis hendak bertanya.
“Masnya bawa KTP? Soalnya tamu yang datang dan bermalam di sini harus meninggalkan KTP,” ujar wanita paruh baya itu.
“Oh iya, sebentar.” Emran mengambil dompetnya lalu mengeluarkan kartu identitas dirinya kemudian gegas berjalan menuju kamar Widuri berada.
Wanita paruh baya itu hanya melihat Emran dari tempatnya berdiri. Emran menitih tangga menuju lantai dua. Lalu berjalan memutar untuk menuju kamar istrinya. Banyak penghuni kost yang sudah datang dan sedang menikmati waktu istirahat mereka di kamar. Tentu saja kehadiran sosok Emran nan rupawan sempat menginterupsi keasyikan mereka. Bahkan tidak jarang penghuni kost keluar kamar untuk melihat ke kamar mana Emran berhenti.
Kamar nomor tujuh, Emran menghentikan langkahnya. Tangannya langsung mengetuk cukup lama. Hingga akhirnya pintu kamar itu terbuka. Terlihat sosok Widuri sudah mengenakan piyama dan masih dengan hijabnya tertegun menatap Emran sedang berdiri di depan pintu. Emran langsung tersenyum penuh kemenangan, memamerkan gigi putihnya kemudian bersuara dengan menggoda.
“Kaget aku bisa menemukanmu di sini?”
“Kaget aku bisa menemukanmu di sini?” ucap Emran dengan nada menggoda.Widuri terlihat terkejut sekaligus kesal. Ingin sekali dia mengusir Emran, tapi matanya sudah melihat ke arah ibu penjaga di bawah sana yang sedang mengawasinya. Emran pasti sudah mengaku sebagai suaminya sehingga ibu penjaga mengizinkannya masuk. Widuri tersenyum sekilas sambil menganggukkan kepala ke arah ibu penjaga, kemudian gegas menarik Emran masuk ke dalam kamar.“Ngapain sih kamu ke sini?” Widuri bertanya sambil memelankan suaranya.Emran menghela napas panjang sambil melihat Widuri dengan sudut matanya. “Dari tadi aku ‘kan ngajak kamu pulang. Apa salah aku mengikutimu ke sini?”Widuri berdecak langsung melengos dan memilih duduk di lantai kamarnya. Sementara Emran hanya diam sambil mengedarkan pandangan ke seluruh kamar. Kamar kost ini berukuran empat kali empat dengan kamar mandi dalam. Di dalamnya tidak banyak perabot hanya sebuah ka
Sepanjang malam, Widuri tidak bisa tidur. Padahal matanya sangat mengantuk dan lelah. Ternyata hal yang sama juga terjadi pada Emran. Ia sudah mengurai pelukannya dan tidur telentang menatap langit-langit kamar.Widuri tahu kalau suaminya tidak bisa tidur, tapi dia pura-pura tidur saja. Widuri tidur miring membelakangi Emran. Dia sengaja tidak mau melihat suaminya. Dulu saat malam pertama, Widuri juga melakukan pose yang sama. Bahkan Emran tidak mau memeluk seperti tadi.“Ck ... panas banget.” Widuri mendengar decakan Emran. Suami gantengnya itu tampak terjaga dan kini duduk di atas kasur sambil celinggukan melihat ke sana ke mari.Widuri berusaha memejamkan mata dan berharap Emran tidak tahu kalau dia sedang pura-pura tidur kali ini. Tidak disangka, Emran malah melihat ke arahnya bahkan menepuk-nepuk bahu Widuri.“Astaga!!! Dia sudah tidur. Apa gak kepanasan? Udah gitu hijabnya gak dilepas lagi.” Emran sudah ngedumel dan telinga W
“Apa Mawar yang menyuruhmu melakukan semua ini?” tanya Widuri.Seketika terjadi perubahan di raut tampan Emran. Dia terlihat terkejut, tapi sebisa mungkin menutupinya. Sayangnya rasa amarah Widuri pada Emran membuat Widuri dengan jelas melihat ekspresinya.“Lebih baik kamu pulang, kembali ke Mawar dan tidak perlu mempedulikan aku lagi.” Widuri kembali bersuara.Emran yang berdiri di depannya terlihat tenang. Tidak seperti biasanya, suami Widuri itu hanya diam menatap Widuri.“Kamu masih istriku dan aku ke sini untuk menjemputmu pulang. Terlepas apa yang aku lakukan karena perintah Mawar, tapi kamu masih tanggung jawabku!!”Widuri tersenyum masam sambil menggelengkan kepala. “Sudah kubilang, aku gak mau pulang. Bahkan aku berencana bulan depan hendak menggugat cerai kamu. Aku lelah.”Mata pekat Emran langsung berkilatan dan kini menatap tajam ke arah Widuri. Widuri hanya diam. Ia sangat ketakuta
Widuri memarkir motor maticnya di garasi lalu bergegas masuk ke dalam rumah. Hari ini dia terpaksa izin pulang cepat. Widuri juga sengaja mampir tempat kost untuk mengambil motor dulu tadi. Perlahan Widuri membuka pintu rumah dan terlihat sepi.Memang Emran tidak mempunyai asisten rumah tangga yang menetap. Dia lebih sering memanggil jasa pembersihan rumah setiap seminggu sekali. Mungkin karena rumah yang selalu ditinggal dalam keadaan kosong, membuat Emran memilih hal yang lebih aman.“Assalamualaikum ... .” Widuri memberi salam. Namun, tidak ada sahutan dari dalam rumah.Widuri berjalan masuk ke ruang tamu yang rapi lalu ke ruang tengah yang juga sama rapinya. Widuri melirik ke arah dapur kering dengan meja makan. Di sana juga sama rapinya dengan keadaan ruang tamu dan ruang tengah. Sepertinya Emran tidak melakukan aktivitas di ketiga ruang itu.Widuri meneruskan langkahnya dan berhenti di depan kamar tidur Emran yang juga merupakan kamar Ma
“Sini!! Temani aku tidur, Widuri,” ujar Emran dengan lembutnya.Widuri hanya diam, tertegun menatap Emran. Pria tampan itu kini tersenyum dengan mata tajamnya yang teduh sedang menatap Widuri. Apalagi ini? Kenapa juga suaminya kembali bersikap manis seperti kemarin malam? Bahkan mengajaknya tidur bersama.Widuri menghela napas panjang sambil melirik ke arah kasur di samping Emran. Bukankah itu tempat Mawar biasanya terlelap dan kini Emran memintanya untuk tidur di sana. Entah mengapa hati Widuri terasa sakit? Ia merasa seperti pemain cadangan yang bisa digunakan setiap pemain inti tidak berada di tempat.“Aku belum ngantuk. Kamu tidur dulu saja.” Akhirnya Widuri bisa menolak permintaan Emran dengan halus.Emran hanya diam sambil menggerakkan kepalanya. Terlihat sekali kalau ada kekecewaan di wajahnya, tapi Widuri tak peduli. Ia tidak mau tertipu dengan ekspresi memelas suaminya kali ini.“Aku ambilkan minum dulu!&rdquo
“Ayah, Ibu!! Kok gak bilang kalau mau datang,” ujar Emran.Ia gegas bangkit dan menghampiri kedua orang pria wanita berusia paruh baya itu. Emran langsung salim, memeluk dan mencium kedua orang tuanya. Hal yang sama juga dilakukan Widuri, tapi kali ini Widuri terlihat canggung. Ia tidak menyangka kalau mertuanya akan datang hari ini.“Apa kamu sibuk beberapa hari ini, Widuri? Ibu meneleponmu tapi tidak aktif terus,” ujar Nyonya Sari.Widuri hanya mengangguk sambil tersenyum. Widuri memang sengaja mengganti nomor teleponnya tempo hari dan dia lupa tidak memberi tahu mertuanya. Sepertinya kali ini Widuri terpaksa harus memakai nomor ponselnya yang lama kembali.“Kamu sehat, Widuri?” Kini ganti Tuan Sastro yang bertanya. Ayah mertua Widuri itu masih terlihat tampan di usia senjanya. Mungkin juga wajah Emran menurun dari ayahnya.“Iya, sehat, Yah.” Widuri menjawab dengan tersenyum.“Lalu baga
“Sayang ... Ibu dan Ayah baru datang. Kemungkinan menginap sampai minggu. Sementara kamu di rumah Mama dulu, nanti senin pagi aku jemput, terus kita jalan-jalan. Aku kangen banget,” ujar Emran.Memang kali ini pintu kamar mandi tidak ditutup rapat oleh Emran bahkan Widuri bisa melihat Emran sedang mencuci tangannya di wastafel dari tempatnya berdiri. Widuri terdiam, menghela napas panjang. Ternyata Emran sudah tahu mengenai kedatangan mertuanya. Itu sebabnya juga dia mengungsikan Mawar ke rumah orang tuanya dan sengaja mengajak Widuri untuk pulang.Widuri gegas membalikkan badan dan berjalan menjauh dari pintu kamar mandi. Lagi-lagi hatinya terluka dan merasa sangat bodoh. Ternyata Emran memang takut kepada kedua orang tuanya. Bisa jadi dia belum siap untuk mengungkap semua kejahatannya pada Widuri selama ini. Apalagi mengungkap pernikahan poligaminya.“Kamu di sini?” Tiba-tiba Emran sudah bersuara di belakang Widuri.Widuri menole
“Keras kepala!!” umpat Emran dengan kesal.Ia tidak bisa menghalangi ulah Widuri untuk tidur di kamarnya sendiri kali ini. Semoga saja kedua orang tuanya tidak tahu tentang hal ini. Emran gegas berjalan menuju kamarnya. Ia memilih untuk istirahat saja. Tubuhnya juga belum fit benar usai demam tinggi semalam.Sementara Widuri langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur dan terpulas dalam hitungan menit. Dia sangat lelah usai menjaga Emran semalam. Apalagi dia tidur di sofa dalam posisi yang tidak nyaman.Pukul tiga sore, Widuri sudah bangun. Ia gegas turun ke lantai satu dan membersihkan rumah. Ibunya telah mengajari Widuri banyak kegiatan yang harus dikerjakan di dalam rumah tangga. Membersihkan rumah, memasak dan sebagainya, Widuri sangat ahli. Hanya saja saat ada Mawar di rumah ini, dia pura-pura tidak bisa. Percuma juga apa yang dilakukan selama ini tidak berarti di mata Emran.“Widuri, kamu rajin sekali!!” Nyonya Sari tiba-ti