“Mas, aku nanti pulang agak malam. Hari ini ada audit dari kantor pusat dan aku harus menemani,” ujar Mawar sesaat sebelum keluar dari mobil.
Emran hanya manggut-manggut mendengar ucapan Mawar.
“Iya, nanti kalau sudah selesai telepon saja. Biar aku jemput!” Mawar langsung tersenyum, ia sudah pamitan, salim lalu cipika cipiki seperti biasanya.
Tentu saja Widuri yang melihat hal itu sudah biasa dan memalingkan wajah ke luar jendela seperti yang sudah-sudah. Rasanya melihat kemesraan suami dan madunya itu sudah makanan sehari-hari bagi Widuri. Jadi dia sudah kebal dan mati rasa dengan kata cemburu.
“Kamu gak pindah depan?” ujar Emran membuyarkan lamunan Widuri.
Widuri melihat Emran melalui kaca spion dengan mata bulatnya yang terbelalak. “Harus, ya?”
Emran tidak menjawab hanya berdecak dengan mata elangnya yang menghunus tajam ke Widuri melalui kaca spion. Widuri menarik napas panjang kemudian menganggukkan kepala.
“Iya, iya.” Wid
“Akh ... capek banget,” keluh Widuri.Ia baru saja tiba di rumah. Hari ini Widuri tidak ada lembur dan sengaja langsung pulang. Jarum jam menunjukkan pukul enam kurang lima belas menit saat ia masuk ke dalam rumah. Widuri berjalan menuju dapur, membuka lemari es sambil mengambil sebotol air mineral.“Banyak bahan makanan. Aku masak saja, akh. Kebetulan pengen bikin nasi goreng seafood.”Widuri gegas naik ke lantai dua kamarnya, berganti baju kemudian tak lama sudah sibuk memasak. Ia memotong cumi, mengupas udang, bawang. Lalu menghaluskan bumbu dan siap eksekusi. Pukul enam lewat lima belas menit saat Widuri selesai masak.Ia kembali naik ke lantai dua, mandi, salat dan gegas turun lagi. Tadi pagi dia mendengar kalau Mawar pulang malam karena ada audit dan itu tandanya Emran juga. Kalau hanya dia sendiri di rumah, Widuri senang. Dia merasa bebas dan bisa melakukan apa saja.Widuri membawa sepiring nasi goreng dan es jeruk ke
“Loh, kok kamu sudah ganti, Mas. Kamu dari rumah?” tanya Mawar.Tepat dugaan Widuri, kalau Emran tadi keluar rumah untuk menjemput Mawar. Kini Mawar langsung mengajukan pertanyaan seperti itu begitu melihat penampilan Emran yang sudah terlihat santai. Emran tidak menjawab hanya menganggukkan kepala sambil terus fokus menatap lalu lintas di depannya.Mawar hanya menarik napas panjang sambil melihat Emran dengan sudut matanya. Entah mengapa wanita cantik berambut indah itu terlihat curiga. Kemudian perlahan Mawar membuka mulut dan mengajukan pertanyaan lagi.“Apa Widuri sudah datang? Sudah di rumah?”Emran menoleh sekilas ke arah Mawar, tidak menjawab hanya menganggukkan kepala lagi. Tentu saja melihat reaksi Emran, Mawar semakin curiga. Ini hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Emran selalu menunggunya pulang. Kalaupun Mawar ada meeting di kantor hingga malam, Emran lebih memilih menunggunya di kafe daripada di rumah dan menghab
“Kamu mau ke mana?” Mawar sudah berdiri di depan Emran dengan tatapan bertanya.Untung saja Emran sudah turun ke lantai satu dengan meloncat beberapa anak tangga langsung. Emran tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Gak ke mana-mana. Aku mau ke kamar, kok.”Emran sudah berjalan mendahului Mawar langsung masuk ke kamar. Mawar hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Kemudian dia gegas menyusul Emran. Dia juga sudah lelah dan ingin segera tidur saja. Sementara Emran harus menunda apa yang ingin dia katakan pada Widuri sampai besok pagi.Namun, keesokan harinya tidak disangka Mawar malah memintanya berangkat lebih pagi. Bahkan Emran belum sempat sarapan apa pun tadi.“Maaf, Mas. Aku tadi ditelepon dadakan ama Pak Ferdi. Gini deh kalau ada audit paling ribet.” Mawar sudah bersuara sambil sibuk merapikan riasannya.Emran hanya manggut-manggut sambil berulang kali menguap. Matanya terus berkaca-kaca dan me
“Mulai hari ini jangan menghindar dariku lagi!” ujar Emran.Widuri hanya diam, menatap dengan tertegun ke arah Emran. Ia bingung, apa maksud ucapan suaminya kali ini. Bukankah biasanya selalu Emran yang menjauh dan tidak mau mendekat ke arahnya. Kenapa kini malah kebalikannya.“Kamu manis juga kalau dilihat sedekat ini, ya!” Tiba-tiba Emran kembali bersuara dengan senyum terkembang.Seketika mata Widuri membola penuh seakan siap keluar dari tempatnya. Seumur pernikahannya baru kali ini Widuri mendengar Emran memuji dirinya. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Apa Emran benar-benar berubah dan tertarik kepada Widuri?Widuri gegas mundur teratur, menepis tangan Emran yang masih menyentuh dagunya. Entah warna apa wajahnya kali ini, yang pasti ia sudah menunduk tak berani bertemu dengan mata elang milik pria ganteng di depannya ini.“Ak--aku ... aku turun dulu.” Suara Widuri terdengar gugup kali ini.Mendengar
“Hmmppff ... .” Widuri bergumam sambil mendorong dada Emran menjauh.Emran menghargai permintaannya dan sudah mengurai kecupan. Widuri terdiam dan menundukkan kepala dengan napas tersenggal. Ini kali kedua Emran menciumnya dan tanpa izin lebih dulu. Bahkan Widuri tidak diberi tahu apa arti kecupannya kali ini. Apa Emran sedang merindukan Mawar dan dia dijadikan pemain cadangan lagi seperti biasanya?“Apa kamu tidak bisa minta izin dulu sebelum menciumku?” Widuri memberanikan diri bersuara.Emran mengulum senyum sambil menatap Widuri dengan mata nan teduh.“Kenapa harus minta izin? Kamu istriku.”Widuri berdecak dan menggelengkan kepala. Kemudian sudah mengangkat kepala melihat ke arah Emran.“Kamu sedang merindukan Mawar dan sengaja melakukannya denganku sebagai penggantinya, begitu?”Emran sontak menarik napas panjang dan menatap Widuri dengan mata elangnya yang teduh. Memang sikap Emra
“Mas, akhir pekan ini Mama ulang tahun dan seperti biasanya, beliau mengadakan pesta. Apa kamu bisa meluangkan waktumu?” tanya Mawar pagi itu.Mereka berdua sedang sarapan pagi kali ini dan Emran hanya manggut-manggut mendengarnya.“Iya, aku pasti datang. Apa kamu sudah menyiapkan kado untuk Mama?” Emran bertanya.“Eng ... belum, sih. Kamu mau mengantarku untuk membelinya, Mas?”Emran belum sempat menjawab, tapi matanya sudah menoleh ke sosok Widuri yang baru saja turun ke lantai satu. Seperti biasa, Widuri berjalan menuju lemari es mengambil apel dan juga menuang susu. Emran hanya diam memperhatikan. Mawar yang duduk di sebelah Emran ikut terdiam dan sedikit bingung melihat ulah Emran.“Coba kamu ajak Widuri saja, Sayang. Beberapa hari ini aku sibuk banget.” Emran sudah bersuara kembali.Mawar tampak terkejut dengan saran Emran kali ini. Apalagi Widuri, ia tidak tahu kedua orang ini sedang mem
“Mawar?” tanya Emran tanpa suara.Widuri yang duduk di sebelahnya mengangguk dengan kebingungan. Emran menarik napas panjang sambil mengacak rambutnya. Widuri memperhatikan perubahan sikap Emran. Mengapa juga dia terlihat gugup kali ini? Apa dia takut Mawar melihatnya saat mengantar Widuri ke kantor?“Aku sedang keluar makan siang, Mawar. Apa kamu mau tunggu sebentar? Aku sudah perjalanan ke kantor, kok.” Widuri akhirnya menjawab dan mencoba setenang mungkin.[“Ya udah. Aku tunggu di lobby.”] Mawar sudah menutup panggilannya dan Widuri menyimpan ponselnya.Kini Emran melirik ke arah Widuri seakan hendak bertanya. Namun, belum sempat Emran bertanya, Widuri sudah bersuara.“Apa kamu takut ketahuan Mawar saat mengantar aku ke kantor?”Seketika Emran terdiam dan berulang menarik napas panjang. Mata elang pria tampan itu kini melirik ke arah Widuri dengan intens.“Enggak. Aku gak takut.
“Kalian janjian sengaja pakai baju warna yang sama?” tanya Mawar dengan sinis.Widuri dan Emran yang mendengarnya sontak terkejut. Refleks mereka berbarengan melihat baju mereka masing-masing kemudian menggelengkan kepala. Yang makin membuat Mawar kesal adalah mereka secara spontan menjawab secara berbarengan.“ENGGAK!!”Mawar seketika melihat dengan sinis ke arah Emran. Widuri yang duduk di belakang hanya menghela napas panjang sambil terus menggelengkan kepala.“Enggak, Sayang. Aku aja baru tahu kalau Widuri ikut sesaat sebelum berangkat tadi. Kamu tahu sendiri, kan? Jadi mana mungkin aku janjian.” Emran sudah memberi alasan.Mawar segera melihat ke arah Widuri yang diam memperhatikan di bangku belakang.“Aku gak sengaja pakai baju ini. Aku juga gak tahu kalau warnanya sama dengan Emran.” Widuri sudah membela diri.Sejujurnya dia juga sedikit kesal dengan Mawar. Memang apa salahnya jik