“Ngapain kamu di sini? Ngintip aku?” sentak Emran penuh amarah.
Widuri terjingkat saking kagetnya mendengar suara Emran. Nada suaranya benar-benar beda saat ia mendengar Emran berbicara dengan Mawar tadi. Widuri gegas menggelengkan kepala. Dia tidak mau Emran menuduhnya yang tidak-tidak.
“Eng ... enggak. Aku gak lihat apa-apa. Aku hanya ambil minum.”
Emran terdiam kemudian melirik Widuri dengan sudut matanya yang tajam. Mata Emran sangat indah bahkan Widuri jatuh cinta padanya ketika melihat mata elang nan tajam itu. Sayangnya mata itu tak pernah menatapnya teduh dan penuh cinta. Hanya kebencian yang ditunjukkan padanya.
“Ya udah, buruan balik. Ngapain kamu masih di sini?” Emran kembali bersuara
Tanpa menunggu Emran mengulang perkataannya, Widuri sudah bergegas naik ke lantai dua menuju kamarnya. Ia langsung menghempaskan tubuhnya ke atas kasur dan mencoba memejamkan mata. Namun, yang ada hanya bayangan samar interaksi mesra Mawar dan Emran yang terekam di benaknya. Andai saja dia yang menggantikan peran Mawar di sana. Meski dalam mimpi pasti Widuri akan senang.
Sementara itu, Emran sudah masuk kamar sambil membawakan segelas susu untuk Mawar. Mawar hanya diam melihat pria tampan pujaan hatinya masuk dengan wajah semringah.
“Diminum dulu susunya, Sayang. Biar nyenyak tidurnya.”
Mawar menerima gelas susu dari Emran dan langsung meneguknya habis. Emran langsung tersenyum melihatnya kemudian sudah naik ke atas kasur bersiap tidur.
“Kamu tadi bicara sama siapa? Apa Widuri turun?” Mawar malah menanyakan mengenai ucapannya dengan Widuri tadi.
Mungkin Emran bersuara sangat keras sehingga Mawar bisa mendengarnya sampai kamar.
“Iya. Dia ngambil minum tadi.”
“Jadi dia ngelihat kita, Mas?” tebak Mawar.
Emran tidak menjawab malah menarik Mawar masuk dalam pelukannya.
“Mas ... kubilang juga apa. Aku jadi gak enak, kan. Kamu sih pakai minta begituan di ruang tengah.”
Emran berdecak, tidak menjawab ucapan Mawar malah membenamkan wajahnya ke ceruk leher Mawar.
“Mas .. aku mohon jangan diulang lagi, ya. Aku kasihan ama Widuri. Kesannya kamu pilih kasih, padahal dia ‘kan juga istrimu.”
Emran menarik napas panjang dan kini tidur telentang sambil menatap langit-langit kamar.
“Besok kamu tidur sama dia, ya? Masa kamu tidur sama aku terus. Aku gak mau memonopoli kamu, Mas.”
Emran menoleh ke arah Mawar kemudian tersenyum “Iya, iya, Sayang. Besok Mas akan tidur ama Widuri.”
“Ya udah, janji, ya?” Mawar kembali bersuara manja dan tentu saja suara manja serta menggodanya itu membuat Emran tersenyum lagi.
“Iya, tapi kita main satu ronde lagi, ya. Sekarang!!!”
Mawar sontak membelalakkan matanya melihat ke arah Emran. Namun, tak ayal kembali terdengar desahan menggoda keluar dari bibir Mawar nan seksi.
**
Pukul tujuh lewat empat puluh menit, sengaja Widuri turun mendekati waktu berangkat kerjanya. Ia tahu kalau setiap hari Mawar dan Emran selalu makan pagi jam tujuh kemudian berangkat pukul tujuh tiga puluh menit.
Emran selalu mengantar Mawar ke kantornya dulu baru setelah itu ia berangkat ke kantornya sendiri. Sementara Widuri lebih suka berangkat kantor dengan motor maticnya. Dia tidak pernah sekalipun diantar Emran dan Widuri tidak pernah mempermasalahkan hal itu.
Gara-gara kejadian semalam, Widuri sengaja bangun lebih siang. Dia malas bertemu Emran dan Mawar. Dia juga bingung harus mengobrol tentang apa nantinya. Widuri turun dengan berjingkat seperti biasa dan langsung menuju lemari es. Dia jarang makan setiap pagi dan memilih minum susu serta makan buah saja.
“Kamu kesiangan?” Sebuah suara bariton yang sangat dikenal Widuri tiba-tiba terdengar di belakangnya.
Widuri menoleh dan melihat Emran sedang berdiri di sana menatap tajam ke arahnya. Widuri terdiam, menghentikan kunyahan apelnya.
“Kamu tanya aku?” Widuri malah balik bertanya sambil menuding dadanya.
“Emang ada orang lagi di sini?” Widuri dengan bodohnya mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tidak ada siapa pun, hanya ada dia dan Emran. Lalu ke mana Mawar? Apa mungkin dia sudah berangkat kerja?
“Buruan makannya, aku antar hari ini!!” Sekali lagi Emran bersuara dan membuat Widuri terkejut.
Bahkan Widuri sontak merapikan hijab untuk memastikan telinganya tidak salah dengar dan sepertinya Emran memperhatikan ulahnya.
“Aku serius. Aku anter kamu hari ini!!!” Emran mengulang ucapannya.
Seketika Widuri menggeleng sambil menggerakkan tangannya seakan menolak.
“Eng ... gak usah. Aku naik motor saja, nanti kamu telat.”
Emran hanya diam sambil menatap Widuri dengan tajam. Kalau sudah seperti itu, seluruh tubuh Widuri serasa luluh lantak. Tatapan pria tampan ini memang selalu membuat hatinya kebat kebit tak karuan. Widuri buru-buru menundukkan kepala menghindar tatapan Emran.
“Sepuluh menit lagi kita berangkat. Aku ke kamar dulu!!”
Widuri menghela napas panjang kemudian memilih duduk di kursi makan. Sepertinya dia harus menenangkan jiwanya kali ini. Kenapa juga tanpa ada angin dan hujan suaminya tiba-tiba mengantarnya kerja hari ini? Bukankah biasanya dia selalu mengantar Mawar dan tak pernah menghiraukannya. Apa mungkin Emran sudah sadar dan mau berlaku adil pada dirinya juga?
“ Sudah selesai?” Emran keluar kamar, sudah mengenakan jas sambil menenteng tas kerjanya. Widuri mengangguk dengan cepat.
“Ayo, berangkat!!”
Emran berjalan lebih dulu dan Widuri mengekor di belakangnya. Widuri melirik ke arah garasi dan dia tidak melihat motor maticnya di sana. Widuri sontak melihat ke arah Emran. Belum sempat Widuri bertanya, Emran sudah berkata lebih dulu.
“Motormu dibawa Mawar. Dia ada keperluan mendesak tadi,” ujar Emran.
Widuri hanya manggut-manggut mendengarkan. Entah Emran berkata jujur atau tidak tentang motornya dan Mawar yang pasti Widuri sangat senang hari ini. Sepanjang perjalanan mereka saling diam, hanya suara radio mobil yang menjadi pemeran utama kali ini.
Widuri juga bingung hendak memulai pembicaraan tentang apa. Kejadian semalam saja sudah membuat Widuri kebingungan ditambah lagi dengan kejadian pagi ini. Widuri melirik sekilas pria tampan yang tampak fokus mengemudi di sampingnya.
Kenapa juga dia seganteng ini? Apalagi dengan kacamata hitam yang nangkring di hidungnya. Kulitnya yang bersih terawat dengan postur tubuh ideal ditambah pahatan wajah yang sempurna memang membuat setiap wanita yang melihat mabuk kepayang. Andai saja Widuri bisa memilikinya sendiri tanpa harus berbagi. Ya ... andai saja.
“He-em.” Tiba-tiba Emran berdehem dengan keras dan sontak menginterupsi lamunan Widuri. Emran pasti tahu kalau sedari tadi sedang ia perhatikan. Itu sebabnya ia berdehem. Widuri buru-buru memalingkan wajah melihat keluar mobil.
Ada yang tidak normal sedang melanda dadanya. Emran memang bukan pria pertama di hatinya. Namun, kenapa juga dia selalu merasa tidak baik-baik saja jika bersamanya. Andai saja Emran juga memiliki rasa yang sama dengan punyanya.
“Kamu pulang jam berapa?” Tiba-tiba Emran bertanya lagi.
Widuri sontak menoleh dan melihat ke arah Emran. Sayangnya mata indah suaminya sudah tertutup oleh kacamata hitam membuat Widuri sulit mengartikan tatapannya.
“Jam lima sore.”
Emran tampak manggut-manggut kemudian bibir tipisnya sudah terbuka dan bersuara yang membuat Widuri semakin terkejut.
“Aku jemput jam lima sore nanti.”
“Aku jemput jam lima sore nanti,” ucap Emran kemudian.Widuri terkejut dan menoleh dengan cepat ke arah Emran. Sayangnya Emran tidak memperhatikan dan terus menatap lalu lintas di depannya.“Eng ... gak usah. Aku ... aku nanti ada keperluan. Aku mau nengokin temanku yang sakit,” jawab Widuri.Dia memang sudah berjanji bersama teman-temannya kalau akan menjenguk atasannya yang baru saja melahirkan. Emran menoleh sekilas sambil mengernyitkan alis.“Kamu tidak bermaksud untuk menghindar dariku, ‘kan?”Ganti Widuri yang kini terkejut. Mengapa juga suaminya malah bertanya seperti itu? Bukankah biasanya Emran suka jika dia menjauh dan menghindar darinya. Dia hanya duri dalam hubungannya dengan Mawar. Dia hanya orang ketiga yang tidak seharusnya ada. Kenapa sekarang Emran malah mengharapkan dia ada?Widuri gegas menggelengkan kepala sambil tersenyum.“Enggak. Aku gak menghindar darimu. Aku beneran mau menjenguk bosku sama teman-teman. Nanti sore kami mau ke rumah sakit. Kalau kamu gak percay
“Malam ini Mawar ada acara keluarga dan tidak pulang. Jadi aku tidur di sini,” ujar Emran.Widuri terdiam tertegun menatap suami gantengnya ini. Kemudian perlahan dia menundukkan kepala menghindar dari tatapan tajam Emran. Bagaimanapun jantungnya terus berdebar hebat saat berinteraksi sedekat ini.“Eng ... a—aku mau mandi dulu.”Widuri menghilangkan ketegangan mereka dengan gegas berlari ke kamar mandi. Emran hanya mengangguk dan membiarkan Widuri berlalu pergi.Di kamar mandi, Widuri tampak bengong hanya diam melihat pantulan wajahnya di depan cermin. Dia masih belum percaya dengan semua ucapan dan sikap Emran hari ini. Kenapa juga dia berubah secepat ini? Apa Emran sudah menyadari kesalahannya dan mau berbuat adil pada Widuri?Widuri menarik napas panjang sambil membasuh wajahnya dengan air. Sepertinya banyak yang akan dia lakukan di kamar mandi kali ini. Biarlah Emran menunggu lebih lama. Widuri ingin menghilangkan
“Jadi kamu sudah mendengar semuanya?” tanya Emran.Pelan Widuri menarik napas sambil menganggukkan kepala. Entah mengapa juga dia sangat jujur kali ini. Melihat reaksi Widuri, Emran hanya tersenyum miring sambil melipat tangannya di depan dada.“Syukurlah kalau kamu tahu. Apa yang aku lakukan hari ini karena permintaan Mawar. Dia memintaku berlaku adil padamu, meski sesungguhnya aku tidak ingin.”Widuri menarik napas panjang sambil mengangkat kepala dan melihat Emran penuh kebencian.“Aku juga tidak meminta. Jadi aku rasa kamu tidak perlu repot-repot melakukannya.”Emran berdecak sambil menggelengkan kepala.“Aku mau tidur, ngantuk. Kamu tidur di kamarmu sendiri saja!!” Widuri langsung nyelonong masuk kamar dan menutup pintu kamarnya dengan bunyi bedebam.Helaan napas panjang keluar dari mulut Emran, kemudian tak lama terdengar langkah kaki berlari turun ke lantai satu.“Har
“Mas, kamu mau ke mana?” tanya Mawar.Mawar terjaga saat mendengar suara gaduh di kamar. Ia melihat Emran sibuk membuka lemari dan kini tampak mengenakan jaket.“Aku keluar sebentar. Aku mau cari Widuri.”Seketika Mawar terkejut dan bangun dari tidurnya. Wanita cantik berambut panjang itu gegas menggelung rambutnya asal sambil bangkit menghampiri Emran.“Memangnya Widuri ke mana?” Mawar penasaran. Emran terdiam, menghentikan aktivitasnya dan melihat Mawar dengan sendu.“Dia gak ada di kamarnya, Mawar. Semua baju dan barang-barangnya tidak ada. Termasuk juga motor maticnya.”Mawar tercengang, bola matanya yang indah sudah menunjukkan keterkejutan. Ia melihat ke arah Emran dengan cemas, kemudian pelan bibirnya terbuka.“Apa ... apa gara-gara aku, Mas? Apa gara-gara aku Widuri pergi?”Emran berdecak dan menggelengkan kepala. Kemudian helaan napas panjang keluar dari bibir
“Ayo, kita pulang!!” ujar Emran.Widuri terbelalak kaget mendengar ucapan Emran. Setelah hampir satu minggu, suaminya tidak peduli dan tidak tahu tentang kepergiannya. Mengapa kini malah tiba-tiba datang dan mengajaknya pulang.“Ayo!!!” Emran sudah mengulurkan tangan dan menarik tangan Widuri begitu saja. Seketika Widuri kaget dan gegas menepis tangan Emran.Emran terkejut melihatnya bahkan alisnya kini berkerut menatap tajam ke arah Widuri.“Aku bawa motor. Aku bisa pulang sendiri,” jawab Widuri.“Oke, baik. Aku akan mengikuti dari belakang.” Emran malah bicara seperti itu dan sekali lagi membuat Widuri terkejut. Sejak kapan suaminya jadi peduli padanya. Apa jangan-jangan Mawar yang menyuruhnya lagi seperti tempo hari.“Gak usah. Aku bisa pulang sendiri. Kamu pulang duluan saja. Bukankah biasanya seperti itu.”Emran berdecak dan menggelengkan kepala, kemudian menatap tajam k
“Kaget aku bisa menemukanmu di sini?” ucap Emran dengan nada menggoda.Widuri terlihat terkejut sekaligus kesal. Ingin sekali dia mengusir Emran, tapi matanya sudah melihat ke arah ibu penjaga di bawah sana yang sedang mengawasinya. Emran pasti sudah mengaku sebagai suaminya sehingga ibu penjaga mengizinkannya masuk. Widuri tersenyum sekilas sambil menganggukkan kepala ke arah ibu penjaga, kemudian gegas menarik Emran masuk ke dalam kamar.“Ngapain sih kamu ke sini?” Widuri bertanya sambil memelankan suaranya.Emran menghela napas panjang sambil melihat Widuri dengan sudut matanya. “Dari tadi aku ‘kan ngajak kamu pulang. Apa salah aku mengikutimu ke sini?”Widuri berdecak langsung melengos dan memilih duduk di lantai kamarnya. Sementara Emran hanya diam sambil mengedarkan pandangan ke seluruh kamar. Kamar kost ini berukuran empat kali empat dengan kamar mandi dalam. Di dalamnya tidak banyak perabot hanya sebuah ka
Sepanjang malam, Widuri tidak bisa tidur. Padahal matanya sangat mengantuk dan lelah. Ternyata hal yang sama juga terjadi pada Emran. Ia sudah mengurai pelukannya dan tidur telentang menatap langit-langit kamar.Widuri tahu kalau suaminya tidak bisa tidur, tapi dia pura-pura tidur saja. Widuri tidur miring membelakangi Emran. Dia sengaja tidak mau melihat suaminya. Dulu saat malam pertama, Widuri juga melakukan pose yang sama. Bahkan Emran tidak mau memeluk seperti tadi.“Ck ... panas banget.” Widuri mendengar decakan Emran. Suami gantengnya itu tampak terjaga dan kini duduk di atas kasur sambil celinggukan melihat ke sana ke mari.Widuri berusaha memejamkan mata dan berharap Emran tidak tahu kalau dia sedang pura-pura tidur kali ini. Tidak disangka, Emran malah melihat ke arahnya bahkan menepuk-nepuk bahu Widuri.“Astaga!!! Dia sudah tidur. Apa gak kepanasan? Udah gitu hijabnya gak dilepas lagi.” Emran sudah ngedumel dan telinga W
“Apa Mawar yang menyuruhmu melakukan semua ini?” tanya Widuri.Seketika terjadi perubahan di raut tampan Emran. Dia terlihat terkejut, tapi sebisa mungkin menutupinya. Sayangnya rasa amarah Widuri pada Emran membuat Widuri dengan jelas melihat ekspresinya.“Lebih baik kamu pulang, kembali ke Mawar dan tidak perlu mempedulikan aku lagi.” Widuri kembali bersuara.Emran yang berdiri di depannya terlihat tenang. Tidak seperti biasanya, suami Widuri itu hanya diam menatap Widuri.“Kamu masih istriku dan aku ke sini untuk menjemputmu pulang. Terlepas apa yang aku lakukan karena perintah Mawar, tapi kamu masih tanggung jawabku!!”Widuri tersenyum masam sambil menggelengkan kepala. “Sudah kubilang, aku gak mau pulang. Bahkan aku berencana bulan depan hendak menggugat cerai kamu. Aku lelah.”Mata pekat Emran langsung berkilatan dan kini menatap tajam ke arah Widuri. Widuri hanya diam. Ia sangat ketakuta