"Belagu banget kamu, seharusnya kamu wanita beruntung di nikahi putra ku dari wanita di luaran sana mengantri untuk menjadi istrinya."
"Kenapa gak wanita itu saja yang di jadikan mantu untuk memberikan keturunan buat, nyonya. kenapa harus saya."Mama Linda mulai geram dengan sikap mantunya terus saja melawan omongannya di tambah keras kepalanya tak mau mengandung benih dari Devan."Karena kamu sudah di jual oleh Paman mu sendiri." ucap Mama Linda mengingatkan apa yang sudah terjadi."Tapi saya tak menerima uang tersebut, Nyonya. Sepeserpun saya tak menerima uang tersebut." elak Laura."Itu bukan urusan ku, yang terpenting kamu harus bisa memberikan ku cucu atau tidak--,""Atau tidak apa?" tanya Laura menanti perkataan selanjutnya yang di gantung oleh ibu mertuanya."Kamu akan menyesal seumur hidup tak menuruti kemauan kami." setelah menakuti Laura mama Linda pun bergegas pergi. Ia biarkan mantunya itu untuk memikirkan penawaran yang ia tawarkan tadi. Tidak apa mengeluarkan uang banyak asal dirinya dengan cepat mendapatkan seorang cucu.Laura menarik nafasnya perlahan lalu menghembuskan dengan kasar, lagi lagi dirinya terus di sudutkan agar cepat memberikan seorang cucu.Kenapa harus dirinya?Masih ada satu mantu kesayangan mereka kenapa harus dirinya. Laura pernah melihat dan mendengar perdebatan antara istri pertama dan ibu mertuanya tentang keturunan.Ia masih belum paham apa yang terjadi di rumah ini, dengan alasannya menginginkan keturunan darinya.Dengan langkah gontai Laura masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajahnya agar sedikit segar, rasanya ia mulai memikirkan untuk pergi dari rumah ini dengan segera.Ketukan pintu membuyarkan lamunan Laura sedang memikirkan cara untuk pergi dari sini agar tak ketahuan oleh orang di rumah ini. Semakin lama dirinya tinggal di sini semakin membuatnya muak dengan orang di rumah ini.Tak ada kenyamanan yang kini ia rasakan hanya tekanan dan paksaan dari semua orang, hingga dirinya pun bangun untuk membukakan siapa yang mengetuk pintu kamarnya.Menampakkan seorang yang ia hindari sedang menatapnya dengan tatapan tajam, tak ada kelembutan, perhatian yang di berikan Devan untuknya sebagai istri melainkan paksaan, hinaan dan cacian yang terlontar dari mulutnya."ada apa?" tanya ku tak sabar ingin segera beristirahat. Ia tak ingin lebih lama bersama dengannya."Aku akan tidur di sini malam ini." ucap Devan dengan dinginnya mengatakan hal itu.Laura terkejut mendengar perkataannya, ia takut suaminya itu melakukan hal yang ia hindari agar tak mengandung anaknya."Kenapa?" tanya Devan sepertinya tahu apa yang di pikirkan oleh ku."Gak apa-apa." jawab ku dengan malas."Jangan di kunci sebentar lagi aku akan masuk." ucap Devan lagi pergi dari kamar ku. Entah kenapa hatinya merasakan takut luar biasanya setelah pria arogan itu akan tidur dengannya...."Sayang. Jangan pakai perasaan di saat kamu melakukan kewajiban mu padanya. Ingat, aku di sini sedang menunggu mu. Sebenarnya--," ucap Nasya mulai tak rela harus berbagi suami dengan madunya. Walaupun pernikahan itu hanya sementara tapi Nasya merasa ketakutan akan nasibnya kedepan. Ia takut suaminya itu tertarik dengan wanita lebih muda darinya lebih fresh di bandingkan dengannya."Kamu tak perlu khawatir setelah rencana kita sudah selesai kita akan bahagia dengan keluarga kecil kita, dan Papah tak akan terus mendesak kita setelah kita memberikan cucu sesuai keinginannya." ucap Devan menenangkan sang istri seperti sedang gundah karena rencananya mulai berjalan."Janji jangan pakai perasaan, aku takut, Mas." cemas Nasya mulai ketakutan, takut suaminya itu tertarik pada madunya lebih muda darinya."Tak usah khawatir aku mencintaimu lebih dari apapun."Nasya percaya akan cinta suaminya begitu besar, ia yakin setelah masalah cepat berlalu dirinya akan merasakan kebahagiaan abadi bersama suami dan anak.Demi melancarkan rencananya Nasya pun mengambil serbuk untuk di berikan pada suaminya."Apa ini?" tanya Devan belum paham."Itu obat perangsang, Mas," ucap Nasya memberikan obat tersebut tak menjelaskan kegunaannya. Suami itu sudah tahu kegunaan obat tersebut tanpa ia menjelaskan dengan detail.Devan dengan ragu mengambil obat tersebut, ia tak ingin istri kecilnya itu merasakan efek dari obat tersebut."Ayo ambil, Mas. Ini adalah cara ampuh untuk mendapatkan keturunan dengan ampuh. Laura sepertinya keras kepala tak mau melakukannya dengan keadaan sadar."Devan pun mengambilnya menimbang apa yang di katakan sang istri, ia juga sependapat dengan Nasya karena istri kecilnya itu begitu keras kepala.Dengan langkah tegap Devan melangkah menuju kamar istri keduanya sambil membawa susu coklat bercampur obat yang di berikan istrinya pertama. Ia akan mencobanya semoga berjalan dengan lancar.Satu ketukan dua ketukan tak ada sahutan untuk membukakan pintu tersebut hingga Devan berulangkali mengetuk pintu tersebut sampai sang empu membukakan pintunya untuk dirinya.Dari sekian lamanya barulah Laura membuka pintu tersebut dengan wajah dongkol nya. Ia takut jika suaminya itu meminta hak nya sebagai suami.Devan masuk kedalam kamarnya tersebut lalu meletakkan minuman yang di buat oleh di atas nakas samping ranjang."Itu susu baik untuk mu, agar lebih segar." ucap Devan memulai obrolan dalam keheningan dalam kamar.Laura yang mematung dekat ranjang merasa was-was mendengar pertuturan dari suaminya tersebut."Kenapa melamun? Apa kamu tak suka dengan susu coklat?" tanya Devan, istri keduanya itu terdiam seribu bahasa.Aneh.Laura yang cerewet selalu membantah perkataan kini diam seperti anak kucing imut."Saya mau tidur." tolak Laura, ia ingin segera tidur tak mau melakukan apapun termasuk yang dirinya pikirkan saat ini."Tidur,""Berikan hak ku, setelah itu kamu boleh tidur sepuasnya setelah kamu mengandung anak ku."Perkataan suaminya itu lagi lagi dirinya hanya di jadikan mencetak anak saja tanpa memperdulikan perasaannya. sakit, sebagai seorang istri yang di nikahi hanya karena ingin mendapatkan keturunan saja tanpa melihat serapuh apa hatinya saat ini."Kenapa harus melibatkan aku dalam rumah tangga ini? Suruh istri mu saja yang mengandung anak mu." kekeh Laura terus saja mengelak untuk memberikan rahimnya di jadikan sebagai mencetak anak."Jika keadaan istri ku baik-baik saja aku tak akan membiarkan kamu masuk kedalam rumah tangga ku ini." jawab Devan menarik tangan Laura agar duduk di sampingnya."Duduk,dan habiskan susu tersebut." titah Devan dengan tatapan tajam.Laura ketakutan, ia pun meraih minuman itu yang di sodorkan oleh suaminya.Dengan terpaksa ia meminum minuman tersebut walaupun hanya sedikit. Tak ada kecurigaan yang ia pikirkan saat ini dengan sikap suaminya terus memaksa.Satu detik, dua detik dan selanjutnya setelah minuman itu ia minum lalu ia letakkan kembali di atas nakas. tiba-tiba ia merasakan gelagat aneh dalam tubuhnya."Kenapa dengan tubuh ku." batin Laura tak mungkin mengatakan sejujurnya tentang perasaan berdebar hebat."Kamu kenapa?" tanya Devan pura-pura tak tahu dengan apa yang di rasakan oleh istri keduanya......."Kenapa tubuh ku panas ya??..Satu tamparan mendarat di pipi Devan saat Papah Agatha baru saja turun hendak sarapan pagi. Ia geram dengan perlakuan putra keduanya telah mengabaikan istri yang satunya lagi. "Pah," teriak Mama syok dengan apa yang di lihatnya sekarang, ia tak menyangka suaminya akan melakukan kekerasan pada putranya. "Dasar anak tak berguna, kenapa kamu jadi pria bajingan seperti ini, Devan." tegas Papah Agatha sudah geram dengan sikap putranya itu, ia mendapatkan informasi tentang kehidupan rumah tangga putranya dengan perempuan yang tak lain adalah Laura. Ia mencari tahu dengan detail permasalahannya rumah tangga yang di jalani oleh putra kedua itu, fakta mengejutkan baginya setelah berkas yang di kirim oleh kepercayaan bahwa putranya sudah keterlaluan pada perempuan tak tahu apapun harus terseret dalam permasalahan ini. Hanya ingin mendapatkan hak waris perusahaan jatuh padanya. "Ada apa ini, Pah. Kita bisa bicarakan dengan baik-baik, jangan seperti ini." ucap Mama Linda ingin mencairkan
"Janin itu masih hidup, kamu tak perlu khawatir saya yang akan menjaganya." sahut seorang pria baya berada di ambang pintu sedang menatap kearah Laura. "Tuan," tunduk pelayan itu pamit untuk keluar dari kamar majikannya. Tatapan Laura bingung dengan adanya pria baya tak ia kenal sama sekali tapi pernah melihatnya entah di mana? "Saya Agatha, ayahnya Kenan." ucapnya Papah Agatha tahu dengan tatapan wanita itu sepertinya bingung dengan keberadaannya. Ia datang kerumahnya Kenan tanpa sepengetahuannya karena ingin tahu keadaan istri dari putranya Devan. Laura hanya mengangguk pelan, ia takut dengan tatapan pria baya sedang menatapnya dengan intens. "Gimana keadaan mu?" tanya Papah Agatha ingin tahu keadaan mantunya itu. "Saya baik, Tuan." jawab Laura merasa mencekam berada di dalam kamarnya yang ia tempati di rumah ini. "Kehamilan mu?" tanya Papah Agatha lagi. Laura tak menjawab ia malah menatap kearah pria baya itu dengan menyelidik tak mengerti pria baya itu tahu kondisi
Setelah di periksa secara insentif dokter itu pergi setelah Kenan menyuruhnya lalu menatap dengan tajam agar temannya tak memberitahukan kepada siapapun termasuk keluarganya jika dirinya sedang menyembunyikan perempuan yang ia kenal juga. Kenan menatap kearah Laura masih tak sadarkan diri dengan selang infus masih berjalan, ia merasa kasihan dengan wajah pucat nya. "Aku akan menolong mu, entah kenapa aku begitu perduli terhadap mu." gumam Kenan, tak biasanya ia perduli terhadap seorang wanita kecuali keluarganya. ponselnya berbunyi ia pun keluar untuk mengangkat panggilan tersebut. "Halo, Pah?" ucap Kenan. "Di mana kamu? Cepat pulang sekarang." titah Papah Agatha langsung mematikan panggilan sepihak. Kenan pun membuang napasnya ia mendengar suara Papahnya sepertinya ada sesuatu di rumah itu sampai dirinya di suruh pulang sekarang juga. Sampai di rumah Kenan pun mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Papahnya yang tadi menghubunginya. "Papah di mana, BI?" tanya Kenan tak m
"Sya? Kapan pemeriksaan jadwal kehamilan mu?" tanya Papah Agatha rasanya tak sabar ingin menimang cucu dari putranya Devan. "bulan depan, Pah. Kemarin kan sudah sebelum Papah pulang." jelas Nasya sambil mengelus perut buncitnya. Ia berakting agar Papah mertuanya itu percaya jika dirinya sedang hamil beneran. Papah Agatha mengangguk-anggukkan saja lalu menatap kearah istrinya hanya terdiam saja tanpa menimpali omongannya. Ketika sedang berkumpul tiba-tiba Devan turun dengan tergesa. "Devan, ada apa? Kamu kan masih sakit, Nak." cegah mamah Linda melihat putranya itu keluar dari kamarnya. "Devan lagi nungguin sesuatu, Mah." jawab Devan tak sabar ingin segera menikmati apa yang di pesannya beberapa menit lalu. "Memang kamu pesan apa?" tanya Mama Linda penasaran dengan keinginan putranya. "Manisan mangga muda, Mah." jawab Devan biasa saja. Tapi tidak dengan Mama Linda terkejut dengan pengakuan putranya itu tak masuk akal. "Jangan aneh-aneh kamu, Van. Ini masih pagi loh." uc
"Jangan gila," sentak Arjun, bukan ia tak mau menemani tidur bersama Nasya, menemani sampai kelelahan pun ia sanggup. Tapi beda situasi nya karena di rumah ini bukan hanya Devan saja melainkan ada Om Agatha sudah kembali dari pengobatan nya. Tak tak ingin gegabah dalam bertindak untuk menguasai seluruh kekayaan nya melalui orang-orang keluarga nya. "Kenapa sih semua orang menolak ku?" teriak Nasya langsung Arjun membekap mulut Nasya, ia tak ingin ada orang yang mendengarnya jika dirinya sedang bersama dengan Nasya. "Jangan berisik, kamu mau kita ketahuan?" bisik Arjun, ia tak ingin di ketahui dengan cepat apa yang di lakukannya di belakang keluarga Agatha. Nasya pun mengangguk, ia lupa sedang berada di kediaman suaminya. Arjun melepaskan tangannya lalu menatap kearah Nasya sudah paham apa yang di katakan nya barusan. "Sana tidur, sudah malam." perintah Arjun, dirinya pusing tujuh keliling mencari keberadaan Laura setelah kejadian di mana dirinya akan menghabisi janin berada
"Sedang apa kamu di sana?" tanya Kenan mengernyitkan dahinya melihat wanita duduk sendirian di samping rumah. "Saya hanya mencari udara segar, Tuan." jawab Laura memberikan alasan, ia merasa bosan terus berada di dalam kamar. "Ini untuk mu, sedang hamil kan bawaan pengen makan," ucap Kenan meletakkan apa yang di bawanya di samping Laura. "Apa ini, Tuan?" tanya Laura melihat banyaknya bungkusan plastik yang di letakkan di sampingnya. "Itu makanan," "Iya, saya tahu. Makanan apa yang di bawa, Tuan?" tanya Laura tak sabar ingin tahu apa yang di berikan pria tersebut saking penasarannya, ingin membuka rasanya sangat malu sekali. "Buka saja, tapi jangan di sini." titah Kenan. Laura mengangguk, ia pun membawa bungkusan plastik itu kedalam ruang dapur meletakkan sambil mengambil piring untuk meletakkan makanan tersebut. Berbagai macam jajanan yang di beli Kenan satu persatu hingga membuat Laura mengernyitkan keningnya. "Banyak sekali," gumam Laura, ia kadang suka lapar tapi rasanya
Entah kenapa Devan sangat menginginkan buah tersebut, ia sampai tak sabaran setelah buah itu di belikan oleh seorang pelayan rumah."Mas, kamu kenapa sih?" tanya Nasya aneh dengan sikap suaminya tersebut. Bukannya Devan tak pernah menyukai buah tersebut,dan mengapa sampai tak sabaran ingin memakan buah tersebut.Mama Linda juga heran dengan sikap putranya, ia juga tahu apa yang di sukai dan tidak di sukai itu hingga bertanya-tanya mungkin kah Nasya hamil?"Devan seperti tak pernah memakan buah saja, Mah." bisik Nasya aneh dengan suaminya itu."Mama juga aneh, gak apa-apa mungkin Devan memainkan peran nya agar Papa percaya jika kamu memang sedang hamil beneran." Nasya mengangguk setuju, ia pun duduk di pinggiran ranjang sambil menunggu suaminya sedang menikmati buah semangka."Mas?" panggil Nasya melihat suaminya sedang memakan buah tersebut entah kenapa ia ingin juga memakannya."Minta dong," ucap Nasya."Gak boleh, ini punya aku, Sya. Kamu beli saja sana." "Kamu aneh , Mas. Gak bia
Keduanya pun pergi keluar untuk mencari keinginan Laura menginginkan buah semangka, buah bulat besar itu tak sulit untuk di carinya hingga tiba di pedagang kaki lima yang di inginkan Laura."Kenapa beli di sini? Di supermarket lebih bagus." tawar Kenan, bukannya ia menolak di ajak membeli di pinggiran jalan tapi ia tak suka orang-orang melihat kearahnya tanpa berkedip."Di sini saja, Tuan. Buahnya juga masih segar dengan harga terjangkau." jawab Laura polos, ia tahu di supermarket itu harganya mahal-mahal dengan uang yang ia punya tak seberapa."Ya udah turun," titah Kenan menyuruh wanita itu untuk turun memilih buah yang di inginkannya.Laura terdiam sesaat, ia masih saja ketakutan untuk turun bertemu orang-orang di luar sana terutama takut pada pria bernama Arjun sepupu dari suaminya tersebut."Kenapa?" tanya Kenan mengernyitkan dahinya tak paham dengan sikap wanita tersebut."Boleh Tuan saja yang membelinya, saya takut sekali." jawab Laura menjawab apa yang ada dalam benaknya.Kena
Penolakan yang kesekian kalinya di lakukan oleh Devan terhadapnya, Nasya merasa kesal ingin segera di sentuh oleh Devan sudah sering menolak ajakannya. Entah kenapa sampai Devan tak seperti dulu selalu ingin segera di layani dengan segera.Nasya bangkit dari duduknya, ia turun dari atas ranjang setelah penolakan yang di berikan suaminya.Ia menghubungi seseorang yang selalu ada buatnya di mana menginginkan sentuhan dari lawan jenis."Di mana?" tanya Nasya ingin segera menghampiri Arjun."Jangan ganggu aku dulu, aku sedang sibuk." jawab Arjun di sebrang sana langsung mematikan sambungan teleponnya."AAarrrrgghh, brengsek semua gak ada yang mau ngertiin aku." teriak Nasya berada di halaman rumah mertuanya. ia kesal benar-benar kesal dengan sikap kedua pria tersebut.Di dalam kamar Devan terus saja memuntahkan isi perutnya terus menerus hingga dirinya tak memiliki tenaga lagi untuk berdiri. Ia menopang tubuhnya di tembok agar dirinya tak ambruk ke lantai.Tak mendapati istrinya entah per