Laura terkejut ketika ditarik pamannya untuk menikah dengan seorang pria yang tidak ia ketahui. Ketika ditolak, Laura diancam harus membayar 2 miliar. Tidak ada pilihan lain, Laura pun menyetuinya. Namun siapa sangka, kalau dia ternyata menjadi istri kedua pria itu. Belum lagi, Laura dinikahkan hanya untuk mendapatkan keturunan sah dari pria itu. "Aku akan menceraikanmu, ketika kamu berhasil memberikanku keturunan!"
View More"Kamu tuh sudah kujual pada orang kaya itu!"
Tentu saja Laura terkejut melihat mendengar kenyataan itu. Sepasang matanya terbelalak sempurna,Dia dijual? Oleh satu-satunya paman yang ia miliki?
Air mata tiba-tiba menggenang di mata Laura.
"Sekarang, kamu gak usah banyak tanya, dan masuk ke dalam lalu bersiaplah." titah Paman Samsul, sebelum kemudian mendorong Laura ke dalam kamar putrinya. "Jangan berani kabur, atau kamu akan menyesal, Laura!"
Di dalam kamar milik sepupunya tersebut, Laura tidak sendiri. Ada dua orang wanita di sana, lengkap dengan peralatan tata rias dan segala jenis aksesoris yang pernah Laura temui di pesta pernikahan.Laura menoleh ke arah Paman Samsul yang berdiri di ambang pintu berteriak dengan tak sabarnya. "Aku gak akan melakukan apapun sebelum Paman menjelaskan apa yang terjadi!” kata gadis itu dengan tegas.
Plak!
Satu tamparan diberikan Paman Samsul kepada Laura, membuat gadis itu mundur beberapa langkah karena rasa sakit dan terkejut.
"K-Kenapa Paman melakukan itu?!" pekik Laura.
"Mendiang bapakmulah sudah melakukan kesalahan besar! Bisa-bisanya ia menguasai harta warisan itu sendiri," jawab Paman dengan suara keras. "Manusia serakah! Padahal aku sedang susah. Jangan salahkan aku kalau kamu sebagai putrinya harus menanggung ini semua!"
Laura menggeleng. Bukan itu cerita yang ia dengar dari mendiang ibunya tentang warisan itu.
"Bukannya paman sudah dapat bagian dari kakek?" tanya Laura dengan nada bergetar.
Paman Samsul tidak menjawab, malah hanya menatap Laura lurus dengan mata penuh dendam.
"Ck. Tahu apa kamu?” tukas pria itu.
Paman Samsul mengalihkan pertanyaan Laura, yang membuat Laura curiga kalau Paman Samsul memang sudah mendapatkan hasil dari pembagian warisan itu, tapi habis karena keborosan dan kebodohannya.
"Gak, aku gak mau!" tolak Laura dengan keras.Paman Samsul tersenyum miring, tampak meremehkan.“Sudah kubilang, aku tidak butuh pendapatmu,” ucap pria itu. “Kesepakatan sudah terjalin, tidak bisa dibatalkan. Kalau kamu memang menolak dinikahi, kamu harus mengganti uang 2 miliar yang sudah dibayarkan oleh pria itu.”
Laura terkejut kembali.
Dua miliar?
“Yah, terserah kamu lah. Mau kembalikan uang itu atau menikah dengan calon suamimu itu,” lanjut Paman Samsul lagi. “Aku lepas tangan. Kalau tidak, kamu bisa masuk penjara.”
Laura terdiam sesaat, tidak bisa berpikir. Ada ketakutan dalam dirinya karena ia memercayai ancaman sang paman. Uang dua miliar bukanlah uang yang sedikit, apalagi hidupnya pas-pasan. Ia juga tidak mau menghabiskan masa mudanya di penjara.
Apa dirinya harus mengikuti apa maunya sang paman menikah dengan pria tak dikenalnya?
Namun, sepertinya Laura tidak punya pilihan lain.
Dengan derai air mata ia duduk meratapi nasib harus seperti ini. Dengan langkah pelan menggunakan kebaya putih begitu pas di tubuhnya. ia pun duduk di sebelah pria memakai jas hitam.
Laura duduk dengan wajah tertunduk sepanjang akad nikah berlangsung. Ia tak mau melihat siapa pria yang sudah membaca ijab kabul dengan lancar. Hingga pernikahan singkat itu selesai dilaksanakan.Setelah acara akad dadakan itu, suasana mulai sepi, hanya ada keluarga dari pamannya saja."Cepat berkemas aku tak punya waktu lagi." titah seorang pria yang sudah berstatuskan sebagai suaminya.Pria asing dengan tubuh tinggi, sikapnya begitu dingin. Dengan entengnya, ia mengucapkan kalimat ijab kabul yang dinantikan seorang wanita menikah dengan orang yang dicintainya. Tapi berbeda dengannya yang harus menikah karena hutang yang tidak pernah ia ketahui.Laura tak menjawab atau pun menganggukkan kepalanya. Ia bangun, bergegas mencari pamannya, tanpa melirik ke arah pria berstatuskan sebagai suaminya itu. Namun, pamannya sudah lebih dulu keluar dari kamar itu sambil menyeret sebuah koper."Paman," ucap Laura kaget dengan kedatangan pamannya."Ini kopermu, tak usah repot-repot untuk berkemas. Paman sudah menyiapkannya." ucap Paman Samsul mengangetkan Laura. Ia tak menyangka jika pamannya sudah menyiapkan semuanya."Tapi, Paman. Laura tak ingin pergi, Laura masih ingin di sini." pinta Laura."Untuk apa kau di rumah sendirian, hah? Sekarang kamu sudah menjadi seorang istri Tuan Devan, paham!" sentak Paman Samsul.Akhirnya, Laura tahu kalau nama pria yang menjadi suaminya adalah Devan. Seolah tidak ingin menjelaskan lebih jauh, Paman Samsul meninggal Laura seorang diri, ia tak menyangka akan nasibnya sendiri.Dengan langkah gontai, Laura pun menarik kopernya sendiri. Hari ini, ia tak menyangka akan menjadi seorang istri dari seseorang yang tak ia kenal. dan hari ini juga ia pun akan meninggalkan tempat kelahirannya begitu banyak kenangan bersama mendiang keluarganya."Selamat tinggal, Bu, Pak. Doakan Laura semoga menjadi istri yang baik untuk suami Laura." gumam Laura, ia harus menerima takdir yang sudah di gariskan untuknya.Ada seseorang sedang berdiri tak jauh dari mobil sedan berwarna hitam sedang menatapnya. Satu orang pria berpakaian formal itu pun membuka pintu mobilnya. Masih menggunakan kebaya pengantin, ia pun duduk di samping seorang pria yang tak lain adalah suaminya sedang fokus pada layar ponselnya."Cepat jalan." titah pria berstatuskan suaminya dengan tatapan dingin.Laura ingin sekali bertanya atau pun mengatakan sesuatu, tapi lidahnya Kelu tak bisa mengucapkan apa yang ia inginkan."Bicaralah, sepertinya kamu ingin mengatakan sesuatu." ucap pria itu tahu apa yang dirasakan istrinya seperti ingin disampaikan."Ki-ta mau ke mana?" tanya Laura memberanikan diri untuk bertanya."Ke tempat yang jauh, dan kamu tak perlu membantah atau pun menolak apa yang saya perintahkan." jawab pria belum mengatakan namanya itu."Hem," jawab Laura hanya berdehem saja, ia takut melihat wajah suaminya itu sangat dingin.Berjam-jam di perjalanan membuat Laura ketiduran, ia merasa lelah dan mengantuk dalam pikiran tak menentu.Sampai di rumah lumayan besar, Laura dibangunkan oleh suaminya dengan cara sedikit keras. Laura pun tersentak dengan panggilan suaminya sedikit meninggikan suaranya.Ia mengedarkan pandangannya ternyata sudah sampai di tempat tak ia ketahui, ia pun turun setelah suaminya itu sudah lebih dulu turun."Silahkan, Nona." pria bersama suami itu mempersilahkan dirinya untuk masuk kedalam rumah lumayan besar.Dengan langkah gugupnya, Laura menginjakkan kakinya di tempat baru akan ia tinggali bersama dengan suaminya. Ia tak menyangka akan dibawa ke rumah ini dengan desain sangat bagus."Besar sekali rumahnya." ucap pelan Laura memuji rumah milik suaminya itu.Ketika masuk ke dalam, ia dikagetkan dengan foto berukuran besar terpajang di ruang tamu. Semakin dekat foto itu jelas wajah suaminya dengan wanita lain."Siapa dia?" gumam Laura bertanya-tanya dalam benaknya.Laura terdiam sejenak memikirkan tentang semua ini yang terjadi padanya. hingga ia ingin berpikiran negatif terhadap suaminya itu."Cepat kemari, kenapa berdiri terus di situ?" panggil pria itu dengan angkuhnya.Lamunan Laura dibuyarkan oleh suara sedikit tinggi memanggilnya.Pria tinggi putih itu duduk di sofa single. Dengan langkah gemetaran Laura menghampiri suaminya itu hatinya dan pikirannya sedang bertanya-tanya siapa wanita yang bersanding dengan suaminya itu tersenyum bahagia."Siapa wanita itu?" tanya Laura dengan gugupnya."Dia istri pertamaku."
Satu tamparan mendarat di pipi Devan saat Papah Agatha baru saja turun hendak sarapan pagi. Ia geram dengan perlakuan putra keduanya telah mengabaikan istri yang satunya lagi. "Pah," teriak Mama syok dengan apa yang di lihatnya sekarang, ia tak menyangka suaminya akan melakukan kekerasan pada putranya. "Dasar anak tak berguna, kenapa kamu jadi pria bajingan seperti ini, Devan." tegas Papah Agatha sudah geram dengan sikap putranya itu, ia mendapatkan informasi tentang kehidupan rumah tangga putranya dengan perempuan yang tak lain adalah Laura. Ia mencari tahu dengan detail permasalahannya rumah tangga yang di jalani oleh putra kedua itu, fakta mengejutkan baginya setelah berkas yang di kirim oleh kepercayaan bahwa putranya sudah keterlaluan pada perempuan tak tahu apapun harus terseret dalam permasalahan ini. Hanya ingin mendapatkan hak waris perusahaan jatuh padanya. "Ada apa ini, Pah. Kita bisa bicarakan dengan baik-baik, jangan seperti ini." ucap Mama Linda ingin mencairkan
"Janin itu masih hidup, kamu tak perlu khawatir saya yang akan menjaganya." sahut seorang pria baya berada di ambang pintu sedang menatap kearah Laura. "Tuan," tunduk pelayan itu pamit untuk keluar dari kamar majikannya. Tatapan Laura bingung dengan adanya pria baya tak ia kenal sama sekali tapi pernah melihatnya entah di mana? "Saya Agatha, ayahnya Kenan." ucapnya Papah Agatha tahu dengan tatapan wanita itu sepertinya bingung dengan keberadaannya. Ia datang kerumahnya Kenan tanpa sepengetahuannya karena ingin tahu keadaan istri dari putranya Devan. Laura hanya mengangguk pelan, ia takut dengan tatapan pria baya sedang menatapnya dengan intens. "Gimana keadaan mu?" tanya Papah Agatha ingin tahu keadaan mantunya itu. "Saya baik, Tuan." jawab Laura merasa mencekam berada di dalam kamarnya yang ia tempati di rumah ini. "Kehamilan mu?" tanya Papah Agatha lagi. Laura tak menjawab ia malah menatap kearah pria baya itu dengan menyelidik tak mengerti pria baya itu tahu kondisi
Setelah di periksa secara insentif dokter itu pergi setelah Kenan menyuruhnya lalu menatap dengan tajam agar temannya tak memberitahukan kepada siapapun termasuk keluarganya jika dirinya sedang menyembunyikan perempuan yang ia kenal juga. Kenan menatap kearah Laura masih tak sadarkan diri dengan selang infus masih berjalan, ia merasa kasihan dengan wajah pucat nya. "Aku akan menolong mu, entah kenapa aku begitu perduli terhadap mu." gumam Kenan, tak biasanya ia perduli terhadap seorang wanita kecuali keluarganya. ponselnya berbunyi ia pun keluar untuk mengangkat panggilan tersebut. "Halo, Pah?" ucap Kenan. "Di mana kamu? Cepat pulang sekarang." titah Papah Agatha langsung mematikan panggilan sepihak. Kenan pun membuang napasnya ia mendengar suara Papahnya sepertinya ada sesuatu di rumah itu sampai dirinya di suruh pulang sekarang juga. Sampai di rumah Kenan pun mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Papahnya yang tadi menghubunginya. "Papah di mana, BI?" tanya Kenan tak m
"Sya? Kapan pemeriksaan jadwal kehamilan mu?" tanya Papah Agatha rasanya tak sabar ingin menimang cucu dari putranya Devan. "bulan depan, Pah. Kemarin kan sudah sebelum Papah pulang." jelas Nasya sambil mengelus perut buncitnya. Ia berakting agar Papah mertuanya itu percaya jika dirinya sedang hamil beneran. Papah Agatha mengangguk-anggukkan saja lalu menatap kearah istrinya hanya terdiam saja tanpa menimpali omongannya. Ketika sedang berkumpul tiba-tiba Devan turun dengan tergesa. "Devan, ada apa? Kamu kan masih sakit, Nak." cegah mamah Linda melihat putranya itu keluar dari kamarnya. "Devan lagi nungguin sesuatu, Mah." jawab Devan tak sabar ingin segera menikmati apa yang di pesannya beberapa menit lalu. "Memang kamu pesan apa?" tanya Mama Linda penasaran dengan keinginan putranya. "Manisan mangga muda, Mah." jawab Devan biasa saja. Tapi tidak dengan Mama Linda terkejut dengan pengakuan putranya itu tak masuk akal. "Jangan aneh-aneh kamu, Van. Ini masih pagi loh." uc
"Jangan gila," sentak Arjun, bukan ia tak mau menemani tidur bersama Nasya, menemani sampai kelelahan pun ia sanggup. Tapi beda situasi nya karena di rumah ini bukan hanya Devan saja melainkan ada Om Agatha sudah kembali dari pengobatan nya. Tak tak ingin gegabah dalam bertindak untuk menguasai seluruh kekayaan nya melalui orang-orang keluarga nya. "Kenapa sih semua orang menolak ku?" teriak Nasya langsung Arjun membekap mulut Nasya, ia tak ingin ada orang yang mendengarnya jika dirinya sedang bersama dengan Nasya. "Jangan berisik, kamu mau kita ketahuan?" bisik Arjun, ia tak ingin di ketahui dengan cepat apa yang di lakukannya di belakang keluarga Agatha. Nasya pun mengangguk, ia lupa sedang berada di kediaman suaminya. Arjun melepaskan tangannya lalu menatap kearah Nasya sudah paham apa yang di katakan nya barusan. "Sana tidur, sudah malam." perintah Arjun, dirinya pusing tujuh keliling mencari keberadaan Laura setelah kejadian di mana dirinya akan menghabisi janin berada
"Sedang apa kamu di sana?" tanya Kenan mengernyitkan dahinya melihat wanita duduk sendirian di samping rumah. "Saya hanya mencari udara segar, Tuan." jawab Laura memberikan alasan, ia merasa bosan terus berada di dalam kamar. "Ini untuk mu, sedang hamil kan bawaan pengen makan," ucap Kenan meletakkan apa yang di bawanya di samping Laura. "Apa ini, Tuan?" tanya Laura melihat banyaknya bungkusan plastik yang di letakkan di sampingnya. "Itu makanan," "Iya, saya tahu. Makanan apa yang di bawa, Tuan?" tanya Laura tak sabar ingin tahu apa yang di berikan pria tersebut saking penasarannya, ingin membuka rasanya sangat malu sekali. "Buka saja, tapi jangan di sini." titah Kenan. Laura mengangguk, ia pun membawa bungkusan plastik itu kedalam ruang dapur meletakkan sambil mengambil piring untuk meletakkan makanan tersebut. Berbagai macam jajanan yang di beli Kenan satu persatu hingga membuat Laura mengernyitkan keningnya. "Banyak sekali," gumam Laura, ia kadang suka lapar tapi rasanya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments