Share

Bab 10

Author: Lilia
Aku berlutut di depan komputer, menatap deretan folder video di layar. Aku kemudian mengeluarkan ponsel dan menelepon Abbas.

"Abbas," ucapku. Aku berusaha menahan suara isak.

"Kenapa? Bukannya kamu sudah bilang mau memutuskan hubungan denganku?" tanya Abbas dengan suara heran.

"Aku cuma mau bertanya satu hal. Tiga tahun lalu, apakah benar Farel sendiri yang meminta untuk mendidikku?" tanyaku.

Abbas di ujung telepon terdiam beberapa detik.

"Dari mana kamu tahu?" tanya Abbas.

Aku memejamkan mata. "Jadi memang benar," ucapku.

"Waktu itu, Farel menukar sebuah proyek pelabuhan senilai 40 triliun dengan kesempatan untuk mendidikmu. Aku nggak tahu apa yang membuatmu menyinggung dia, tapi aku pikir membiarkanmu mendapat pelajaran nggak ada salahnya. Jadi aku setuju," ucap Abbas dengan suara dingin.

Aku menutup telepon.

Sisa harapan terakhir pun hancur berkeping.

Farel mendekatiku, tidur denganku, mengendalikan seluruh hidupku, semuanya hanya demi balas dendam.

Aku mulai tertawa. Suaraku awalnya pelan, lalu makin keras.

Tawa itu berubah menjadi tangis, hingga aku sesak napas.

Setelah puas menertawakan kebodohanku, aku menyeka air mata dan berdiri.

Aku berjalan ke kamar utama, mengeluarkan koper yang sudah lama kupersiapkan.

Dari laci, kuambil paspor dan tiket menuju Kota Appia.

Sebelum pergi, aku menatap sekali lagi kamar ini. Ini tempat yang dulu kuanggap rumah.

Di ruang tamu, aku menemukan korek api dalam kotak cerutu Farel.

Itu hadiah pertamanya untukku. Dulu kupikir itu melambangkan sesuatu yang istimewa.

Ternyata, itu hanya cap milik pemburu untuk menandai mangsanya.

Aku menyalakan korek itu, nyala api kecil pun muncul.

Setelah itu, aku melemparkannya ke tirai jendela.

Dalam sekejap, api menjalar, melahap setiap sudut rumah ini bersama semua kenangan yang ada di dalamnya.

Aku menarik koper ke pintu dan menoleh sekali lagi pada ruangan yang kini terang benderang oleh kobaran api.

Selamat tinggal, Farel.

Selamat tinggal, masa mudaku.

Setengah jam kemudian, sirene mobil pemadam kebakaran meraung di seluruh jalan.

Aku duduk di atas koper di seberang jalan, dengan tenang menyaksikan api menjilat langit malam.

Tidak lama kemudian, sebuah mobil hitam melaju kencang. Farel bergegas turun, wajahnya muram melihat rumah yang terbakar.

Matanya melihat ke sekeliling, sampai akhirnya menemukan sosokku di seberang jalan.

"Alisa!" teriak FareI sambil berlari menghampiriku. "Apa kamu terluka?" tanya Farel.

Aku menatapnya tanpa berkata.

"Kenapa kamu membakar rumah ini? Sudahlah, bakar saja kalau itu bisa membuatmu lega. Sudah puas, 'kan, Putri Kecil?" tanya Farel. Suaranya terdengar putus asa.

Aku tetap diam, lalu berdiri, menarik koperku dan melangkah pergi.

"Ke mana kamu mau pergi?" tanya Farel sambil menghadangku.

"Pulang," jawabku.

"Biar aku antar kamu ke rumah Keluarga Elio," ucap Farel sambil mengeluarkan ponsel. "Andi, siapkan mobil," lanjut Farel.

"Nggak perlu," jawabku. Aku melewatinya dan terus berjalan.

Ponsel Farel berdering. Melihat layar, wajahnya makin suram.

"Aku ada rapat darurat. Andi akan mengantarmu pulang. Nanti kita bicarakan lagi hal ini," ucap Farel.

Aku tidak menghiraukannya, hanya terus menuju tepi jalan dan menghentikan taksi.

"Alisa," panggil Farel.

Aku menoleh.

"Tunggu di rumah. Ada yang mau kubicarakan denganmu setelah pulang," ucap Farel. Setelah itu, dia masuk ke mobil dan melaju pergi.

Aku menatap lampu belakang mobilnya menghilang dalam gelap, lalu bergumam.

"Kita nggak akan bertemu lagi," ucapku.

Aku masuk ke taksi, kemudian meminta sopir bergegas ke bandara.

Di sepanjang jalan, aku membuka aplikasi bank. Kuhitung semua uang dari Farel yang pernah kugunakan, lalu transfer semuanya kembali.

Mulai dari biaya rumah sakit, tempat tinggal, dan pengeluaran sehari-hari, totalnya 186 miliar.

Setelah transfer semuanya kembali, aku membuang ponsel keluar jendela.

Melihat ponsel itu jatuh dan hancur di aspal, aku pun merasa lega.

Mulai sekarang, Farel tidak akan pernah bisa menghubungiku lagi.

Satu jam kemudian, taksi berhenti di Bandara Internasional Ibu Kota.

Aku menarik koper ke lokasi penerbangan.

"Bu, penerbanganmu akan berangkat setengah jam lagi," ucap staf.

Aku mengangguk, lalu duduk di ruang tunggu.

Lewat kaca besar, kulihat beberapa jet pribadi diparkir.

Dari jendela kaca, aku melihat ada beberapa pesawat pribadi yang diparkir di luar bandara.

Salah satunya sedang bersiap lepas landas, aku melihat sosok Farel menaiki tangga pesawat itu.

Dia pasti hendak pergi Kota Mintana untuk rapat.

Tiba-tiba terdengar suara pengumuman, "Penerbangan menuju Kota Appia mulai naik pesawat."

Aku berdiri, menoleh pesawat pribadi itu sekali lagi.

Farel, kisah kita sudah berakhir.

Setelah masuk ke pesawat, memilih kursi dekat jendela.

Dua pesawat meluncur di landasan, menuju arah berlawanan.

Satu terbang ke Kota Mintana. Satu menuju ke Kota Appia.

Kedua pesawat berpisah jalan dan tidak akan pernah bertemu lagi, sama seperti hidup kami.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Jodoh Selalu di Sampingku   Bab 22

    Alisa belajar tunduk pada takdirnya di hari kedua puluh tujuh dia dikurung.Dia tidak lagi melawan, tidak lagi mogok makan, bahkan terkadang tersenyum pada Farel.Awalnya, Farel masih curiga. Namun, perlahan-lahan dia mulai percaya bahwa Alisa benar-benar sudah menyerah."Pagi ini mau makan apa?" tanya Farel sambil merapikan dasi di tepi ranjang.Alisa bersandar di sandaran kasur, rambut panjangnya terurai. Dia menjawab dengan datar, "Apa pun yang kamu masak."Gerakan tangan Farel sempat terhenti. Dia sedikit terkejut, lalu segera tersenyum dan menjawab, "Baik."Setelah itu, dia pun berbalik menuju dapur. Langkahnya jarang terasa begitu rileks.Alisa menatap sosok Farel lenyap di ambang pintu, lalu cepat-cepat menyingkap selimut. Dari bawah kasur, dia mengeluarkan sebuah komputer mini.Itu adalah hasil curian dari ruang kerja Farel minggu lalu.Dia mengetik cepat di papan ketik, memasukkan kata sandi.Diam-diam dia menembus sistem keamanan pulau dan memancarkan sinyal permohonan pertol

  • Ternyata Jodoh Selalu di Sampingku   Bab 21

    Sebab ada urusan bisnis di Grup Keano yang perlu ditangani, Farel terpaksa kembali ke kota selama beberapa hari.Senja hari di pulau pribadi.Hari ketiga sejak kepergian Farel, Alisa berdiri di depan jendela besar, menatap cahaya terakhir matahari yang perlahan ditelan garis khatulistiwa.Seorang pelayan masuk dengan hati-hati, meletakkan segelas susu hangat di meja. "Nyonya, setidaknya minumlah sedikit," ucap pelayan itu.Alisa tidak bergerak, hanya bertanya, "Kapan dia kembali?""Pak Farel bilang akan segera kembali setelah urusan perusahaan selesai," jawab pelayan itu.Prang!Gelas kaca melayang menghantam dinding dan pecah berantakan. Susu tumpah ke lantai."Aku bukan nyonya siapa pun. Keluar dari sini!" tegur Alisa dengan dingin.Pelayan itu ketakutan dan cepat-cepat mundur.Alisa membungkuk, memungut pecahan kaca paling tajam dari lantai.Pada saat yang sama, di kantor pusat Grup Keano.Ruang rapat penuh orang, Farel duduk di kursi utama mendengar para karyawannya melapor. Jari-j

  • Ternyata Jodoh Selalu di Sampingku   Bab 20

    Pagi hari di pulau pribadi.Helikopter mendarat di landasan tengah pulau, suara baling-balingnya akhirnya melambat, menyisakan suara ombak yang pecah di karang.Farel menggendong Alisa turun dari helikopter. Begitu kakinya menyentuh tanah, Alisa langsung mendorong Fajar menjauh."Penahanan ilegal, ya?" tanya Alisa. Dia mendengus dingin, gaun pengantinnya berkibar liar ditiup angin laut. "Sejak kapan kamu juga mulai pakai cara licik seperti ini?" tanya Alisa.Alih-alih marah, Farel justru tersenyum tipis. "Memangnya kenapa?" tanya Farel.Jarinya yang dingin menyapu pelan wajah Alisa, tetapi tatapannya membara, "Alisa, kamu milikku."Dia melanjutkan, "Seumur hidupmu, jangan pernah bermimpi jadi milik orang lain."Di vila utama.Farel menuntun Alisa berkeliling pulau."Semua yang ada di sini milikmu," ucap Farel sambil membuka pintu kaca raksasa. Hembusan laut yang asin langsung menyerbu ke dalam. "Mulai dari taman, kolam renang, perpustakaan, bahkan samudera itu."Alisa tidak tergerak sa

  • Ternyata Jodoh Selalu di Sampingku   Bab 19

    Sehari sebelum pernikahan, di mansion pribadi Keluarga Fathir.Alisa duduk di depan meja rias di kamar pengantin, jarinya menelusuri taburan berlian di gaun pengantin.Di luar jendela, matahari bersinar hangat. Para pelayan sibuk menata lokasi acara pernikahan besok. Segala sesuatu tampak begitu sempurna.Tiba-tiba terdengar ketukan pelan di pintu."Putri Kecil?" panggil Hendra.Hendra masuk sambil membawa secangkir teh bunga hangat dan sebuah kotak beludru mungil di tangan lainnya.Dia mengenakan setelan hitam rapi, kerah kemejanya terbuka sedikit, tatapannya sangat lembut."Kamu hampir nggak makan sarapan," ucap Hendra sambil memberikan cangkir teh ke tangan Alisa. Dia lalu berkata, "Bibi di dapur bilang kamu cuma minum setengah gelas susu."Alisa mendongak, kemudian tersenyum dan bertanya, "Apa kamu mencoba mendidikku?""Aku mana berani," ucap Hendra sembari menunduk sedikit, lalu menyerahkan kotak itu ke tangan Alisa. "Aku cuma takut kamu kelaparan," lanjut Hendra.Alisa membuka ko

  • Ternyata Jodoh Selalu di Sampingku   Bab 18

    "Bukankah Keluarga Fathir di Kota Appia dan Keluarga Keano di Kota Persy nggak pernah berhubungan? Itu Pak Farel, 'kan? Kenapa dia ada di sini?"Bisikan para tamu menyebar di seluruh aula pesta.Semua mata serentak tertuju pada sosok tegap yang berdiri di pintu. Farel mengenakan jas yang rapi dan berdiri tegap di sana, tetapi tatapannya suram menakutkan."Kenapa mata Pak Farel menatap langsung ke Nona Alisa setajam itu. Jangan-jangan, dia datang untuk merebutnya?"Hendra segera memeluk Alisa ke dalam dekapannya. Lengannya terentang di depan tubuhnya, seolah ingin meleburkan gadis itu ke dalam darah dan dagingnya sendiri.Alisa perlahan berubah tenang.Dia menatap Farel, lalu tersenyum. "Untuk apa Pak Farel datang? Membawa hadiah pernikahan untuk kami?" tanya Alisa.Kata-kata itu bagai sebilah pisau yang menancap di dada Farel.Rahangnya menegang, urat di pelipisnya tampak menonjol. Farel berkata dengan suara sangat serak, "Alisa, ikut aku pulang."Senyum Alisa justru makin dalam. "Pula

  • Ternyata Jodoh Selalu di Sampingku   Bab 17

    Hendra pun berkata, "Sepuluh tahun lalu, di pesta kapal pesiar itu ….""Kamu lupa siapa yang pernah kamu selamatkan?" tanya Hendra,Alisa tertegun. Ingatannya seperti ditarik kembali ke masa sepuluh tahun silam.Malam pesta itu, Alisa berdiri di tepi dek, membiarkan angin laut menerpa wajah. Tiba-tiba dia mendengar suara tubuh jatuh ke air.Seorang anak laki-laki tercebur.Sebelum orang-orang di sekitar sadar, Alisa sudah melompat ke laut.Air laut dingin sampai menusuk tulang. Alisa berenang sekuat tenaga ke anak itu sampai beberapa kali tersedak air. Akhirnya, dia berhasil menyelamatkan anak itu ke atas kapal."Kamu nggak apa-apa?" tanya Alisa. Tubuhnya basah kuyup, tetapi dia hanya fokus memberi pertolongan darurat.Anak itu akhirnya memuntahkan air asin, lalu membuka mata. Bulu matanya masih basah, menggantung butir air.Alisa melepas jaketnya, membungkus tubuh kecil yang gemetar dan berkata, "Bocah, lain kali hati-hati. Jangan lari ke dek lagi."Anak itu menggenggam ujung jaketnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status