Share

Bab 6

Author: Ricey
Julia tiba-tiba menempelkan tangannya ke kakinya, ujung jarinya menyentuh gips yang keras.

Kakinya masih ada.

Namun, detik berikutnya, jantungnya seakan tercekat.

Ketika ujung jarinya menekan ke bawah, baik mengusap lembut maupun mencubit dengan keras, kakinya sama sekali tak merespons, seperti benda asing yang menempel di tubuhnya.

"Nggak, nggak mungkin .…"

Dia bergumam sambil menahan sprei, mencoba duduk, tetapi baru terangkat sedikit, kaki kanannya mendadak lemas dan tubuhnya jatuh keras ke lantai.

Pada detik ini, terdengar suara cemas Victor di depan pintu.

"Dokter Jeno, apa benaran nggak ada cara lain? Dia 'kan pembalap .…"

"Ini tergantung pemulihan," jawab sang dokter dengan suara yang terdengar tak berdaya, "Tapi, aku sangat nggak menyarankan untuk kembali ke lintasan. Kalau cedera lagi, akibatnya bisa sangat fatal."

Setelah hening sebentar, Victor menjawab dengan suara serak, "Baik, terima kasih."

Setiap kata-katanya seperti palu yang menghancurkan sisa-sisa harapan terakhir Julia.

Julia terlahir untuk menjadi pembalap.

Sejak pertama kali menyentuh setir, Julia tahu hidupnya terikat dengan suara mesin.

Namun, sekarang, seseorang memberitahunya bahwa dia tidak bisa lagi mengendarai mobil balap.

Ini lebih menyakitkan daripada kematian.

Saat Victor mendorong pintu masuk, dia melihat Julia jatuh terduduk di lantai. Victor buru-buru membungkuk untuk menolongnya, tetapi begitu melihat wajahnya yang penuh air mata, Victor langsung berhenti.

"Kamu dengar semuanya?"

Julia tidak menatapnya. Dia menepis tangan Victor yang terulur. Suara Julia gemetar saat bertanya.

"Di mana Mandy?"

Sorot mata Victor agak berubah, seolah takut Julia melakukan sesuatu yang ekstrem. Victor segera membelanya.

"Mandy masih muda dan belum dewasa. Aku sudah memarahi dia habis-habisan karena menyetir tanpa SIM. Dia sendiri juga terluka. Julia, tolong jangan salahkan dia lagi, ya?"

Julia tiba-tiba menatapnya, matanya merah.

Ternyata Victor tahu Mandy belum punya SIM, tetapi Victor tetap membiarkannya mengemudi, bahkan mendaftarkannya untuk mengikuti balapan.

Ini sudah keempat kalinya.

Empat kali kecelakaan, empat kali Julia terbaring di rumah sakit.

Setiap kali itu terjadi, Mandy bahkan tidak mengucapkan permintaan maaf yang layak.

Julia tiba-tiba ingin tersenyum, tetapi sudut mulutnya perih karena air mata.

Hanya tetesan air mata yang terus jatuh tak terbendung seperti untaian yang putus.

Sampai detik ini, Victor masih membela Mandy.

"Bagaimana denganku?" Suara Julia sangat pelan saat berkata, "Kalau bukan dia, siapa yang harus kusalahkan? Diriku sendiri? Kakiku yang mungkin nggak akan pernah bisa berdiri lagi, bukan kakinya! Tapi, kamu masih saja mencari alasan untuknya!"

Victor mengerutkan keningnya, nada bicaranya terdengar agak tidak sabar.

"Julia, aku sudah bilang dia nggak sengaja. Kenapa kamu masih bersikeras?"

Dia berhenti sejenak dan ucapannya bahkan terdengar menyalahkan, "Lagi pula, kalau saat itu kamu nggak merebut kemudi, mungkin kecelakaan ini nggak akan terjadi. Pernahkah kamu memikirkan kesalahanmu sendiri?"

Julia merasa seolah-olah kepalanya disiram air es, seluruh darah di tubuhnya serasa membeku.

Namun, hanya sesaat, Julia malah tersenyum.

Senyuman itu lebih menyedihkan daripada menangis.

Setiap kali berhubungan dengan Mandy, dialah yang selalu disalahkan.

Hati yang sudah mati itu seakan dicabik-cabik paksa, lalu dihancurkan menjadi bubuk.

Julia memejamkan mata sebentar, suaranya datar terdengar lemah tak bersemangat saat berkata, "Aku lelah, pergilah."

Saat melihat wajahnya yang pucat dan tak berdaya, hati Victor serasa mencelos.

Baru saat itulah Victor sadar betapa menyakitkan kata-katanya barusan. Dia membuka mulut untuk meminta maaf, tetapi pada akhirnya tak ada kata yang keluar. Langkahnya goyah saat berbalik pergi.

Tiga hari berikutnya, Victor nyaris tidak meninggalkan Julia.

Victor sendiri yang memberinya obat pahit, memasak berbagai makanan favoritnya, bahkan memasang kasur lipat di samping tempat tidur Julia dan langsung terbangun tiap kali ada gerakan kecil di malam hari.

Akan tetapi, Julia seperti boneka tanpa jiwa. Dia membuka mulut ketika diberi obat, bangkit saat ditopang, tidak mengucapkan sepatah kata pun, dan tidak sekali pun menatap Victor.

Baru ketika Victor tidak tahan lagi dan berkata, "Aku akan mengadakan pernikahan palsu dengan Mandy." Julia akhirnya bereaksi.

"Oke, aku akan pergi."

Nada suaranya tetap datar.

Hati Victor mencelos.

Dia sempat membayangkan Julia akan menangis, marah, atau menuntut jawaban, tetapi tidak pernah menyangka reaksi Julia akan sedingin ini.

Victor buru-buru menjelaskan, samar-samar suaranya terdengar agak panik. Dia berkata, "Julia, Keluarga Frans menargetkan Mandy. Mereka ingin memaksanya menikah. Aku sebagai kakaknya, nggak bisa berdiam diri melihatnya terjun ke dalam penderitaan."

"Jadi, aku ingin mengumumkan ke luar kalau kita sudah bercerai, lalu aku akan menikahi Mandy. Tapi, percayalah, pernikahan ini cuma pura-pura. Soal perceraian ini juga hanya solusi sementara. Setelah urusan Keluarga Frans selesai, semuanya akan kembali seperti semula."

Mendengar itu, Julia justru tersenyum tipis.

Itu bukan tersenyum sinis, juga bukan sarkasme. Itu tawa lega yang tulus.

Devon akhirnya akan bertindak.

Victor bilang Keluarga Frans itu ibarat sarang iblis yang memakan manusia, tetapi bagi Julia, justru itu satu-satunya pegangan untuk bisa keluar dari penjara yang menyesakkan ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 26

    Tania tidak menyangka bahwa Victor benar-benar berdiri di salju sepanjang malam.Saat malam makin larut, salju turun makin lebat. Tania sering melihat ke luar jendela, begitu pula Julia.Saat melihat wajah yang familier itu melihat ke luar jendela, Victor tetap memaksakan senyum meskipun bibirnya pecah-pecah karena kedinginan."Bu Julia, ini bisa bikin orang mati nggak?"Julia menutupi dirinya dengan selimut dan memejamkan mata tanpa peduli apa pun sambil berkata dengan santai, "Nggak. Kalaupun iya, itu nggak ada hubungannya dengan kita. Ayo tidur."Tania benar-benar takjub dengan betapa tenangnya Julia. Namun, saat teringat penderitaan Julia dulu, Tania langsung menutup tirai dengan marah.Malam itu di tengah salju, Victor terus mengingat masa lalu.Bagaimana mereka menghabiskan waktu bersama dengan senang, mendekor rumah bersama dan membayangkan masa depan bersama.Sayangnya, semua itu hancur karena Mandy.Saat teringat akan Mandy, amarah Victor mulai tersulut.Saking marahnya, Victo

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 25

    Victor melihat ke arah suara itu dan refleks menganga saking kagetnya."Devon? Kok kamu di sini?"Devon merangkul bahu Julia. Saat tidak merasakan perlawanan dari Julia, Devon mengeratkan rangkulannya."Aku tunangannya, jadi kenapa aku nggak boleh ada di sini?"Victor sontak merasa seperti disambar petir. Kepalanya tiba-tiba berdengung dan dia tak bisa mendengar apa pun lagi. "Tunangan? Kok bisa? Julia …. Kok bisa-bisanya dia jadi tunanganmu!"Mata Victor tampak memerah, bibirnya terlihat gemetar.Julia menarik tangan Devon dan menautkan jari mereka, lalu menunjukkannya ke depan Victor."Kenapa juga nggak boleh? Aku belum menikah dan belum punya anak. Apa susahnya menerima pinangan orang lain?"Victor mengatupkan bibirnya, sorot tatapannya terlihat sangat tidak percaya.Perkataan Julia bagaikan sebilah belati yang menusuk jantungnya dan menyayat hatinya."Nggak, aku nggak izinin!" kata Victor. "Aku mencintaimu dan kamu hanya bisa menjadi milikku!"Julia refleks tertawa sinis, dia tidak

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 24

    Tidak peduli seberapa keras Victor berteriak di belakang, mobil itu tidak berhenti sama sekali. Mobil itu malah melaju makin cepat dan segera menjadi titik hitam di kejauhan.Baru setelah sosok di kaca spion benar-benar menghilang, Devon perlahan memperlambat laju mobilnya.Julia melirik Devon dengan curiga. "Kenapa kamu ngebut sekali? Nggak sabar mau bereinkarnasi?"Devon tidak menanggapi dan tiba-tiba bertanya, "Kalau Victor datang menemuimu sambil menangis, mengaku salah dan memohon untuk balikan, apa kamu akan setuju?"Julia pun mengernyit seolah-olah habis mendengar sesuatu yang kotor, tetapi dia tetap menjawab dengan serius, "Nggak, sampai mati pun aku nggak mau."Setiap kali teringat perbuatan Victor kepadanya, Julia akan merasa kedinginan dan sering terbangun di tengah malam. Dia berharap seandainya saja benar-benar mati dalam kobaran api waktu itu karena itu lebih baik daripada terus-menerus disiksa oleh kenangan ini.Devon bisa melihat sorot tatapan Julia yang penuh tekad, bi

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 23

    Victor tidak tahu bahwa dia telah menjadi fokus pembicaraan semua orang bahkan sebelum dia mencapai tempat latihan.Hanya ada satu hal dalam benaknya.Dia akan mewarisi legasi Julia, bertanding di setiap lintasan yang ada dan memenangkan semua kejuaraan demi Julia.Dengan begini, rasa bersalah Victor mungkin akan berkurang saat menemui Julia di alam baka.Sebelum datang ke sini, Victor telah mendengar bahwa ada seorang pelatih legendaris yang muncul di negara asing dalam dua tahun terakhir. Para pembalap wanita yang dilatih telah memenangkan kejuaraan di semua kompetisi bergengsi.Pelatih itu hanya mau melatih perempuan, tetapi Victor tetap ingin mencobanya.Begitu memasuki ruang latihan, dia menghentikan seorang anggota staf dan berkata, "Halo, di mana pelatih Tim Zero?""Maksudmu si pelatih wanita?" Orang itu menunjuk ke suatu tempat yang tidak jauh dari situ. "Dia tadi duduk di sana. Anggota timnya masih di sana. Coba tanya dia."Victor berterima kasih padanya dan bergegas menghampi

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 22

    Devon selalu merasa bahwa Julia memperlakukannya berbeda.Julia selalu menjadi pemantau yang tenang dan percaya diri di hadapan orang lain, tetapi justru menjadi garang dan tersipu di hadapan Devon.Devon pikir itu adalah bukti perasaan Julia kepadanya.Jadi pada hari ujian masuk universitas berakhir, Devon mengumpulkan keberanian untuk menyatakan perasaannya.Namun, Julia malah menatap Devon dengan bingung."Kenapa? Kamu nggak menyukaiku?" tanya Devon dengan gelisah, suaranya terdengar gemetar.Julia yang berusia 17 tahun itu mengernyit seolah sedang melihat makhluk asing. "Nggak. Kamu, bunga ini dan teman-temanmu yang selalu membuat onar itu. Aku nggak suka semuanya."Pengakuan pertama Devon gagal, tetapi dia enggan menerimanya. "Apa yang kamu benci dariku? Karena aku menyerahkan modelmu? Atau karena kamu menganggapku jelek?"Julia berbalik untuk pergi, tetapi berhenti saat melihat mata Devon yang berkaca-kaca.Julia menatap Devon dan mengucapkan setiap kata dengan serius, "Nggak jug

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 21

    Tiga tahun kemudian, Negara Fitalina.Di tempat istirahat di luar pangkalan latihan pacu, beberapa pembalap berambut pirang dan bermata biru tengah mengobrol sambil menghadap ke arah lintasan."Sudah dengar? Kali ini ada pembalap jagoan dari Negara Chimeas yang dijuluki si kuda hitam. Dia baru belajar balap selama tiga tahun, tapi sudah memenangkan semua kejuaraan domestik. Ini pertama kalinya dia berkompetisi di luar negeri dan banyak orang bertaruh dia akan menang, tapi menurutku itu bukan masalah besar.""Pembalap dari Negara Chimeas? Jangan remehkan mereka."Seorang pembalap lain bertubuh jangkung mendecakkan bibirnya. "Sudah lupa sama pelatih perempuan dari Negara Chimeas itu? Hanya dalam tiga tahun, dia sudah melahirkan lima juara F1 perempuan. Pelatih perempuan itu membuat para pembalap pria seperti kita-kita ini terlihat bermasalah selama beberapa tahun terakhir."Tania Nelsa hanya tersenyum mendengar hal itu dan menggelengkan kepalanya, lalu kembali ke area istirahat timnya.D

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status