Share

Bab 5

Author: Ricey
Julia menahan rasa sakit yang menusuk di kakinya, berusaha keras untuk menanggapi teriakan itu.

"Victor ... aku …."

Namun, tidak ada seorang pun yang menjawab.

Julia membuka mata dengan paksa, penglihatannya kabur karena darah. Dia hanya melihat bagian dalam mobil yang kosong.

Hanya tersisa dirinya seorang.

Orang yang tadi meneriakkan namanya tidak menolongnya.

Saat kesadarannya mulai menghilang, Julia terjatuh ke dalam mimpi.

Dia bermimpi Victor mengejarnya ke Loswana pada tahun itu.

Pada saat itu, klub menahan Julia dan tidak bersedia melepaskannya. Dengan mata yang memerah, Victor ingin bertaruh mobil dengan anggota klub. Jika dia menang, dia akan membawa Julia pergi.

Waktu itu, Victor baru saja mengambil lisensi balap profesional demi Julia. Ini adalah pertama kalinya pria itu menyentuh mobil balap, tetapi dia sudah berani naik ke jalan pegunungan yang berliku. Julia duduk di kursi penumpang sebagai navigator, tetapi tetap saja terjadi kecelakaan. Saat Victor melakukan drift, dia kehilangan kendali. Mobilnya menabrak pembatas, langsung terjun berguling ke bawah tebing.

Dalam kekacauan, Victor mati-matian melindungi Julia dalam pelukan, bahkan tidak melepaskan wanita itu meski kepalanya berdara. Pada akhirnya, pria itu menggunakan seluruh tenaganya untuk mengangkat Julia ke atas batu yang menonjol di atap mobil, lalu berteriak dengan suara serak, "Pegang erat-erat."

Sementara itu, Victor sendiri meluncur ke bawah bersama dengan mobil yang hancur. Setengah tubuhnya sudah tergantung di luar tebing, hampir hancur berkeping-keping.

Setelah diselamatkan, Victor berbaring dengan lemah di pelukan Julia. Dia tidak sadarkan diri, tetapi masih tidak lupa bahwa Julia akan kembali.

"Julia, mereka hanya ingin kamu menghasilkan uang. Aku ingin kamu aman .... Mulai sekarang, nggak peduli seberapa berbahayanya, aku akan ... akan melindungimu. Ikutlah denganku, oke?" ujar Victor.

Julia hendak menjawab, tetapi pandangannya menjadi gelap. Dia pun terbangun dari mimpi itu.

Kali ini, pria itu tidak melindunginya.

Bulu mata Julia bergetar. Ketika membuka mata, setetes air mata mengalir jatuh ke sarung bantalnya.

Orang yang ada di tepi tempat tidur langsung menjadi bersemangat. "Julia, kamu akhirnya sadar!"

Perawat yang mengganti perban juga ikut tersenyum. "Akhirnya kamu sadar. Dokter Victor menjagamu siang dan malam, matanya sampai merah. Aku juga ingin menjadi adiknya untuk bisa ikut merasakan kebaikan ini."

Julia belum pulih sepenuhnya. Dia bertanya dengan kebingungan, "Adik?"

"Ya. Bukankah kamu Adik Dokter Victor?" Perawat itu berkata sambil membereskan barang, "Pagi tadi istri Dokter Victor, Kak Mandy, juga datang menjengukmu. Dia menangis sampai sesak napas. Dia secara khusus berpesan agar aku meneleponnya ketika kamu tersadar."

Gelas kaca yang ada di tangan Victor terjatuh ke lantai dengan suara keras, hancur hingga berkeping-keping.

Perawat itu terkejut, menutup mulut dengan canggung, lalu segera memanggil petugas kebersihan.

Julia juga terkejut oleh suara ini sampai benar-benar tersadar. Serpihan ingatan yang hancur tiba-tiba menyatu.

Julia mengingat punggung Victor yang menggendong Mandy pergi menjauh. Saat dia sekarat, mengulurkan tangan untuk meminta pertolongan, pria itu menganggapnya tidak ada, meninggalkan dirinya dalam keputusasaan.

Julia mendongak untuk menatap Victor. Kepanikan di mata pria itu tidak bisa disembunyikan.

Julia menyeringai, sementara suaranya terdengar dingin ketika berkata, "Jelaskan."

Victor tertegun sejenak, lalu segera memegang tangannya dengan panik. "Mereka bicara omong kosong! Pasti ini karena kita terlihat akrab, jadi mereka salah mengira kalau kamu adalah adikku …."

"Baiklah, aku percaya padamu."

Julia memotongnya, tidak ada emosi sedikit pun yang terdengar dalam nadanya.

Sisa kata-kata Victor tersangkut di tenggorokannya.

Ada yang tidak benar. Julia seharusnya tidak seperti ini.

Wanita ini seharusnya menangis, mengamuk, menanyakan kenapa dia menyelamatkan Mandy terlebih dulu. Seharusnya dia juga marah karena Victor membiarkan orang lain salah paham dengan hubungan mereka.

Namun, Julia tidak melakukannya. Wanita ini setenang genangan air.

Kepanikan menjalar naik di sepanjang tulang belakangnya. Victor masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi Julia sudah menutup mata. "Aku mengantuk."

Rasa bersalah yang menghantui hati Victor tak menemukan tempat untuk berlabuh.

"Julia, ini semua salahku. Aku nggak seharusnya membiarkan Mandy menyetir. Aku sudah memarahinya. Kalau kamu marah, kamu bisa memukul atau memarahiku. Jangan menyimpannya di dalam hati," kata Victor.

Julia menarik kembali tangannya. Saat membuka matanya lagi, hanya tersisa kesunyian di sana.

"Aku benar-benar mengantuk."

Ada sesuatu yang salah.

Kepanikan menyergap Victor. Rasa kehilangan yang tak terelakkan itu bagaikan lubang hitam yang hendak menyeret dirinya ke dalam kehampaan.

Namun, sebelum Victor sempat mengucapkan penyesalan yang layak, dia sudah dipanggil keluar oleh dokter yang datang untuk memeriksa.

Begitu pria itu berbalik, mata Julia langsung memerah.

Namun, tak peduli betapa perih hatinya kali ini, tak ada lagi air mata yang tersisa untuk mengalir.

Ketika Victor berbalik untuk pergi, hati Julia sudah benar-benar mati.

Julia mengangkat tangan untuk menyeka sudut matanya yang kering. Dia hanya ingin tidur dengan nyenyak, lalu langsung meninggalkan pria ini begitu terbangun nanti.

Namun, begitu kelopak matanya terpejam, keributan dari ranjang sebelah langsung memecah keheningan.

"Berhentilah menangis!" Suara seorang wanita terdengar memarahi, "Kakak di ranjang sebelah itu pembalap. Sekarang kakinya patah, dia nggak bisa menyetir lagi, tapi dia nggak menangis. Pergelangan kakimu hanya terkilir saja, apa yang perlu kamu tangisi?"

"Ah! Aku nggak mau kakiku patah. Aku nggak mau!"

Tangisan bocah itu bergema di seluruh ruang perawatan, hingga sampai ke telinga Julia.

Kakinya patah?

Dalam sekejap, di kepala Julia seakan terdengar suara ledakan yang keras.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 26

    Tania tidak menyangka bahwa Victor benar-benar berdiri di salju sepanjang malam.Saat malam makin larut, salju turun makin lebat. Tania sering melihat ke luar jendela, begitu pula Julia.Saat melihat wajah yang familier itu melihat ke luar jendela, Victor tetap memaksakan senyum meskipun bibirnya pecah-pecah karena kedinginan."Bu Julia, ini bisa bikin orang mati nggak?"Julia menutupi dirinya dengan selimut dan memejamkan mata tanpa peduli apa pun sambil berkata dengan santai, "Nggak. Kalaupun iya, itu nggak ada hubungannya dengan kita. Ayo tidur."Tania benar-benar takjub dengan betapa tenangnya Julia. Namun, saat teringat penderitaan Julia dulu, Tania langsung menutup tirai dengan marah.Malam itu di tengah salju, Victor terus mengingat masa lalu.Bagaimana mereka menghabiskan waktu bersama dengan senang, mendekor rumah bersama dan membayangkan masa depan bersama.Sayangnya, semua itu hancur karena Mandy.Saat teringat akan Mandy, amarah Victor mulai tersulut.Saking marahnya, Victo

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 25

    Victor melihat ke arah suara itu dan refleks menganga saking kagetnya."Devon? Kok kamu di sini?"Devon merangkul bahu Julia. Saat tidak merasakan perlawanan dari Julia, Devon mengeratkan rangkulannya."Aku tunangannya, jadi kenapa aku nggak boleh ada di sini?"Victor sontak merasa seperti disambar petir. Kepalanya tiba-tiba berdengung dan dia tak bisa mendengar apa pun lagi. "Tunangan? Kok bisa? Julia …. Kok bisa-bisanya dia jadi tunanganmu!"Mata Victor tampak memerah, bibirnya terlihat gemetar.Julia menarik tangan Devon dan menautkan jari mereka, lalu menunjukkannya ke depan Victor."Kenapa juga nggak boleh? Aku belum menikah dan belum punya anak. Apa susahnya menerima pinangan orang lain?"Victor mengatupkan bibirnya, sorot tatapannya terlihat sangat tidak percaya.Perkataan Julia bagaikan sebilah belati yang menusuk jantungnya dan menyayat hatinya."Nggak, aku nggak izinin!" kata Victor. "Aku mencintaimu dan kamu hanya bisa menjadi milikku!"Julia refleks tertawa sinis, dia tidak

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 24

    Tidak peduli seberapa keras Victor berteriak di belakang, mobil itu tidak berhenti sama sekali. Mobil itu malah melaju makin cepat dan segera menjadi titik hitam di kejauhan.Baru setelah sosok di kaca spion benar-benar menghilang, Devon perlahan memperlambat laju mobilnya.Julia melirik Devon dengan curiga. "Kenapa kamu ngebut sekali? Nggak sabar mau bereinkarnasi?"Devon tidak menanggapi dan tiba-tiba bertanya, "Kalau Victor datang menemuimu sambil menangis, mengaku salah dan memohon untuk balikan, apa kamu akan setuju?"Julia pun mengernyit seolah-olah habis mendengar sesuatu yang kotor, tetapi dia tetap menjawab dengan serius, "Nggak, sampai mati pun aku nggak mau."Setiap kali teringat perbuatan Victor kepadanya, Julia akan merasa kedinginan dan sering terbangun di tengah malam. Dia berharap seandainya saja benar-benar mati dalam kobaran api waktu itu karena itu lebih baik daripada terus-menerus disiksa oleh kenangan ini.Devon bisa melihat sorot tatapan Julia yang penuh tekad, bi

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 23

    Victor tidak tahu bahwa dia telah menjadi fokus pembicaraan semua orang bahkan sebelum dia mencapai tempat latihan.Hanya ada satu hal dalam benaknya.Dia akan mewarisi legasi Julia, bertanding di setiap lintasan yang ada dan memenangkan semua kejuaraan demi Julia.Dengan begini, rasa bersalah Victor mungkin akan berkurang saat menemui Julia di alam baka.Sebelum datang ke sini, Victor telah mendengar bahwa ada seorang pelatih legendaris yang muncul di negara asing dalam dua tahun terakhir. Para pembalap wanita yang dilatih telah memenangkan kejuaraan di semua kompetisi bergengsi.Pelatih itu hanya mau melatih perempuan, tetapi Victor tetap ingin mencobanya.Begitu memasuki ruang latihan, dia menghentikan seorang anggota staf dan berkata, "Halo, di mana pelatih Tim Zero?""Maksudmu si pelatih wanita?" Orang itu menunjuk ke suatu tempat yang tidak jauh dari situ. "Dia tadi duduk di sana. Anggota timnya masih di sana. Coba tanya dia."Victor berterima kasih padanya dan bergegas menghampi

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 22

    Devon selalu merasa bahwa Julia memperlakukannya berbeda.Julia selalu menjadi pemantau yang tenang dan percaya diri di hadapan orang lain, tetapi justru menjadi garang dan tersipu di hadapan Devon.Devon pikir itu adalah bukti perasaan Julia kepadanya.Jadi pada hari ujian masuk universitas berakhir, Devon mengumpulkan keberanian untuk menyatakan perasaannya.Namun, Julia malah menatap Devon dengan bingung."Kenapa? Kamu nggak menyukaiku?" tanya Devon dengan gelisah, suaranya terdengar gemetar.Julia yang berusia 17 tahun itu mengernyit seolah sedang melihat makhluk asing. "Nggak. Kamu, bunga ini dan teman-temanmu yang selalu membuat onar itu. Aku nggak suka semuanya."Pengakuan pertama Devon gagal, tetapi dia enggan menerimanya. "Apa yang kamu benci dariku? Karena aku menyerahkan modelmu? Atau karena kamu menganggapku jelek?"Julia berbalik untuk pergi, tetapi berhenti saat melihat mata Devon yang berkaca-kaca.Julia menatap Devon dan mengucapkan setiap kata dengan serius, "Nggak jug

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 21

    Tiga tahun kemudian, Negara Fitalina.Di tempat istirahat di luar pangkalan latihan pacu, beberapa pembalap berambut pirang dan bermata biru tengah mengobrol sambil menghadap ke arah lintasan."Sudah dengar? Kali ini ada pembalap jagoan dari Negara Chimeas yang dijuluki si kuda hitam. Dia baru belajar balap selama tiga tahun, tapi sudah memenangkan semua kejuaraan domestik. Ini pertama kalinya dia berkompetisi di luar negeri dan banyak orang bertaruh dia akan menang, tapi menurutku itu bukan masalah besar.""Pembalap dari Negara Chimeas? Jangan remehkan mereka."Seorang pembalap lain bertubuh jangkung mendecakkan bibirnya. "Sudah lupa sama pelatih perempuan dari Negara Chimeas itu? Hanya dalam tiga tahun, dia sudah melahirkan lima juara F1 perempuan. Pelatih perempuan itu membuat para pembalap pria seperti kita-kita ini terlihat bermasalah selama beberapa tahun terakhir."Tania Nelsa hanya tersenyum mendengar hal itu dan menggelengkan kepalanya, lalu kembali ke area istirahat timnya.D

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status