Bab 22. LunaZain berjalan cepat melewati tamu-tamu yang memperhatikan kejadian itu dengan berbagai pertanyaan di kepala mereka. Beberapa orang tampak berbisik satu sama lain. Tentu saja, membicarakan Agra yang dianggap menemui sial karena ulah tunangannya sendiri.Rayana merasa agak kesusahan mengimbangi langkah Zain yang sedikit lebih cepat kali ini.“Emh Zain, apakah bisa sedikit lebih pelan?”Kalimat Rayana sontak membuat Zain berhenti. Lalu menatap tajam ke arah Rayana, “Apakah kau mengerti situasinya, Rayana? Aku hanya tidak suka ada orang yang mengganggu kehidupanku. Kau, adalah istriku, apakah kau paham sekarang?”Wanita cantik itu hanya tertegun. Apa yang dimaksud suaminya itu? Bukankah itu hanya masalah kecil saja, dan Ia telah pun memaafkan. Lalu apa masalahnya sekarang?“Zain, aku tidak nyaman dengan pandangan orang-orang. Bukankah ini hanya masalah sepele, aku takut justru kamu mendapat masalah dengan semua ini. Sudahlah, tidak perlu diperpanjang.”Zain menghela napas dal
"Aku hanya terkejut, itu saja," kata Agra, mencoba meredakan situasi. "Tadi di butik, saat kau bilang dia belum menikah, Rayana tidak menyangkal. Dia hanya diam. Tapi sekarang, tiba-tiba kau bilang dia sudah menikah... tentu saja aku kaget."Meta asih menatapnya dengan sorot mata tajam, merasa harga dirinya terinjak. "Serius, Agra? Tapi kenapa aku malah merasa kau menikmatinya? Seperti sengaja melihatku mempermalukan diri sendiri di depan mereka!"Agra menghela napas. Alih-alih menenangkan Meta dan menghapuskan kekhawatirannya, ia justru terdengar ingin cepat menyelesaikan masalah. "Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Ayo kita masuk. Kali ini, kau bersamaku. Rayana tidak akan berani mengusirmu lagi."Meta tertawa kecil, getir. "Masuk? Dengan penampilanku seperti ini? Kau ingin aku lebih dipermalukan, Agra?" Wajahnya memerah menahan emosi. "Sudahlah! Aku mau pulang!"Agra menatapnya sesaat, lalu mengangguk pelan. "Baiklah, kalau itu maumu."Apa? bahkan tidak ada penahanan sedikit pun
"Aku hanya terkejut, itu saja," kata Agra, mencoba meredakan situasi. "Tadi di butik, saat kau bilang dia belum menikah, Rayana tidak menyangkal. Dia hanya diam. Tapi sekarang, tiba-tiba kau bilang dia sudah menikah... tentu saja aku kaget."Meta masih menatapna dengan sorot mata tajam, merasa harga dirinya terinjak. "Serius, Agra? Tapi kenapa aku malah merasa kau menikmatinya? Seperti sengaja melihatku mempermalukan diri sendiri di depan mereka!"Agra menghela napas. Alih-alih menenangkan Meta dan menghapuskan kekhawatirannya, ia justru terdengar ingin cepat menyelesaikan masalah. "Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Ayo kita masuk. Kali ini, kau bersamaku. Rayana tidak akan berani mengusirmu lagi."Meta tertawa kecil, getir. "Masuk? Dengan penampilanku seperti ini? Kau ingin aku lebih dipermalukan, Agra?" Wajahnya memerah menahan emosi. "Sudahlah! Aku mau pulang!"Agra menatapnya sesaat, lalu mengangguk pelan. "Baiklah, kalau itu maumu."Apa? bahkan tidak ada penahanan sedikit pun
“Sudahlah, tidak perlu memikirkan hal yang tidak penting, mari kita temui Kakek dan Ayahku. Kita belum sempat mengobrol leluasa dengan mereka. Bukankah kau juga ingin mengenal kakekku?”Meskipun banyak tanya di kepalanya, Rayana memilih menganggukmengiyakan. Selain ia malu menjadi pusat perhatian banyak orang, ia juga ingin segera berlalu dari hadapan Meta.Lagi pula Zain benar, mereka memang belum mempunyai kesempatan untuk berbincang selayaknya keluarga dengan kakek dan ayah mertuanya.Setelah mereka sampai di hadapan dua orang lelaki yang juga tak kalah elegan dengan penampilan Zain, mata Rayana terbelalak, namun segera ia alihkan. Bukankah salah satunya adalah kakek yang ia temui di depan toilet tadi?Rayana segera menyembunyikan rasa kagetnya karena saat itu, raut muka Tante Lina segera berubah begitu mereka sampai di hadapannya. Wanita cantik itu segera membuang muka seolah tidak suka dengan kehadiran Rayana dan Zain.“Ada apa tadi ribut-ribut, Zain?” tanya Bachtiar, kakek Zain,
Mata Rayana masih menatap tepat di manik hitam yang mendamaikan itu. “Z-Zain, aku … aku tiak apa-apa,” balas Rayana lirih, merasa tidak enak karena sudah merepotkan pria tersebut. “Terima kasih ….”Zain menatap Rayana saksama, memerhatikan dua sisi wajahnya merona seiring wanita itu menjauh dari dekapannya dan menegapkan tubuhnya.Entah kenapa, kepergian wanita itu dari sentuhannya membuat Zain sedikit kosong.Namun, kemudian dia mengepalkan tangannya yang sempat menggenggam Rayana dan membalas, “Hmm.”Niat hati ingin menanyakan apa yang terjadi pada Rayana, Zain dihentikan oleh suara melengking dari satu arah.“Kau!”Semua mata seketika berpaling ke arah Meta yang sudah kembali berdiri dan melangkah maju dengan sorot mata penuh amarah dan dendam.Meta menunjuk Zain. “Kau pria yang di butik waktu itu!” ucapnya. “Kau suaminya?!” imbuh Meta lagi dengan gaya yang menurut banyak orang tidak sopan.Walau ditunjuk seperti itu, Zain tetap tenang. Tatapannya tidak berubah gelap maupun tersin
Setelah pertemuan singkatnya dengan pria tua tadi, Rayana melangkah ke dalam toilet. Di depan cermin, dia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Jujur, dunia yang Zain prkenalkan padanya ini terasa sedikit asing. Walau kemewahan yang diperkenalkan adalah hal yang biasa dia lihat sebagai seorang fashion designer, tapi … intrik keluarga kaya membuatnya lelah. Apa ini masalah yang dibawa semua orang setelah menikah? Intrik keluarga?Mencoba untuk menepis pikiran-pikiran aneh akibat percakapan terakhirnya dengan Zain, Rayana mencuci tangan dan merapikan penampilannya.Saat dia selesai, Rayana pun langsung keluar dari toilet.Saat kembali ke aula utama, suara bisikan memenuhi ruangan.“Lihat, itu yang tadi diperkenalkan Zain sebagai istrinya, ‘kan?”“Dia cantik.”“Tidak heran Tuan Zain yang terkenal dingin dan paling anti-wanita bisa berujung menerimanya!”Namun, komentar-komentar manis itu gegas berubah tajam.“Tapi, apa latar belakangnya? Kenapa bisa dia yang dipilih keti