Beranda / Romansa / Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa / BAB 4 : Telah Diincar Sebelumnya

Share

BAB 4 : Telah Diincar Sebelumnya

Penulis: reefisme
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-21 08:54:31

Sungguh Elara telah pasrah.

Tangannya yang memegang akta pernikahan, sedikit bergetar.

Demi Tuhan, dirinya masih muda dan memiliki begitu banyak mimpi serta hal-hal yang ingin ia lakukan. Tapi saat ini, ia telah menjadi istri seseorang.

Elara melirik pria yang berdiri di sampingnya yang tengah menerima telepon.

Pria itu kembali mengenakan pakaian proyek yang tadi siang Elara lihat. Namun itu sama sekali tidak mampu menutupi kharisma misterius pria tersebut.

Wajah tampannya terlalu angkuh. Dengan rupa sempurna seperti itu --meski ia mengenakan pakaian lusuh sekalipun, wanita mana yang tidak terhipnotis oleh pesonanya?  

Elara terkesiap, pria itu telah mengakhiri teleponnya dan menoleh pada Elara.

“Aku kerja dulu. Mulai hari ini ada satu mulut lagi yang harus kuberi makan. Kau. Setelah selesai urusanku, aku akan kembali ke Rumah Sakit. Sekarang aku akan mengantarmu dulu kembali ke sana.” Tanpa berjeda, pria itu berkata pada Elara.  

“Tidak perlu. Aku akan pergi sendiri. Kau urus saja kerjaanmu,” tolak Elara segera.

Tidak mendebat, pria bermata kelabu itu mengangguk lalu menghentikan taksi yang kebetulan melintas.

Demikian pria itu kemudian menghilang, meninggalkan Elara di depan gedung balai kota.

Elara menengok ke belakang, ke arah gedung itu yang menyisakan sedikit kebingungan di hatinya.

Sepanjang pengetahuan Elara, pelayanan tutup pada jam setengah lima sore, namun saat mereka datang tadi di jam enam, mereka masih disambut dan dilayani.

“Apakah jam pelayanan memang telah berubah?” Kening berkerut Elara hanya bertahan sepersekian detik.

Elara memelihara keheningan sejenak lalu menunduk.

Mata zamrud-nya menatap akta nikah di tangannya. Rasa sedih itu kembali mendera. Semua bagaikan mimpi, ia bukan lagi seseorang yang bebas.

Hanya beberapa detik menikmati kesedihan itu, kepalanya kemudian mendongak, menahan airmata agar tak lolos dari batasnya.

“Ini demi nenek,” bisiknya berkali-kali.

Elara menarik napas dalam dan segera memanggil taksi.

Ia harus segera kembali ke Rumah Sakit dan menemani neneknya.    

* * *

Dhuuaagg!!

“A-ampun Bos! Ampun!!”

Suara pukulan, tendangan bercampur dengan teriakan kesakitan menggema di satu ruangan minim cahaya.

Tampak satu sosok tergantung dengan kedua tangan yang diikat ke atas.

Wajah lelaki yang tergantung itu sudah nyaris tak berupa, bengkak dan lebam dimana-mana disertai warna memerah dari darah segar yang membuat lelaki itu kian sulit dikenali.

Bibirnya yang kering dan pecah, membuka --meratapkan permohonan ampun yang sama sekali tidak dipedulikan oleh tiga sosok bertubuh besar dan tegap di sekelilingnya.

Pintu ruangan berukuran sepuluh kali lima belas meter itu terbuka.

Tampak lelaki bertubuh tinggi besar dan berpakaian kaos hitam ketat dan jas kasual yang mendorong pintu itu terbuka, lalu menyisi --untuk memberikan jalan pada seseorang di belakangnya.

Seseorang bertubuh tinggi dan atletis masuk ke dalam ruangan.

Ia berpakaian proyek yang terlihat kotor, kedua tangannya terselip di saku celana. Santai, namun langkah pelan pria itu terukur dan mengintimidasi.

“Tuan!!”

Suara serempak dan tegas dari tiga orang di dalam ruangan itu, terdengar nyaring. Mereka membungkuk, menghormati kehadiran pria berpakaian proyek itu.

“Tu-Tuan Arion! Maafkan saya! A-Ampuni saya!” Segera ratapan itu kembali terdengar saat lelaki yang tergantung itu mendengar sapaan hormat dari ketiga orang yang mengelilingi dirinya.

Ia sudah tidak bisa melihat --mata yang terlalu bengkak dengan pembuluh darah pecah di sana sini, menjadikannya mengandalkan pendengaran untuk tahu apa yang terjadi.

“Diam keparat!!” Salah satu lelaki di kanannya memukul, memberi peringatan. “Kamu tidak pantas menyebut nama Tuan!”

Arion --pria berpakaian proyek itu mengangkat tangannya, memberi isyarat agar lelaki itu diturunkan.

Segera setelahnya, lelaki itu ambruk tersungkur di lantai dingin dan penuh tetesan darah miliknya.

“Tuan! Tu…an!” Lelaki itu tidak menyerah, ia menggerakkan kedua tangannya dan beringsut mendekat --tentu dengan kepala tertunduk dalam.

Raut wajah Arion tidak berubah, tetap datar dan tenang. Namun aura dingin darinya merebak begitu kuat, membuat suhu dalam ruangan itu seketika seolah menurun drastis.

Lengan pakaian yang ia gulung hingga siku, mengizinkan salur urat lengan yang keras di sana menyombongkan diri.

Aura yang menekan dan sosok Arion yang tanpa kata di sana, justru membuat lelaki itu hampir terkencing di celananya. Kehadirannya sendiri sudah sangat menindas dan membuat seluruh tubuh lelaki itu kian menggigil.

Tahu dengan pasti. Nyawanya ada di tangan Arion.

“Tu-Tuan…”

“Siapa yang menyuruhmu untuk mencelakai Tuan Arion?” Bukan Arion yang bersuara, melainkan Max --lelaki bertubuh tinggi besar dan berkaos hitam ketat, yang bertanya.

“Tidak! Saya tidak bermaksud mencelakai Tuan!! Saya tidak tahu, kalau itu Tuan! Saya-- Errgghh!!”

Lelaki di lantai itu memekik tertahan.

Sepatu Arion membungkam mulut lelaki itu dengan cara menjejaknya kuat.

“Jangan terlalu bertele-tele, katakan dengan benar. Mungkin akan ku ampuni,” ujar Arion dingin. Ia pun melepaskan kakinya dari wajah lelaki itu.

“Sa-saya hanya me-mendapat perintah untuk menabrakkan mobil itu ke arah pengendara motor dengan plat yang tercantum. Saya sungguh tidak tahu Tuan pengendara motor itu. Saya--”

“Cukup,” Arion menyela. Ia lalu membalikkan tubuh dan berkata pada Max. “Bereskan dan buang tubuhnya ke laut.”

“Tuan!! Tidak!! Saya mohon!! Tuan tadi mengatakan akan mengampuni saya! Tuan!!”

Teriakan mengenaskan lelaki itu tidak dihiraukan, dua orang langsung bergerak begitu Max memberi kode. Mereka menyeret lelaki itu yang terus berteriak minta ampun, keluar ruangan.

Max kemudian beralih pada Arion yang telah menyelipkan cerutu di sela bibirnya. Dengan hormat ia mendekat lalu menyalakan pemantik untuk cerutu yang kini digigit Arion.

“Aku masih bermurah hati membiarkan dia langsung mati tanpa siksaan lebih lanjut,” desisnya dengan gigi yang masih menjepit cerutu. “Setidaknya kecelakaan itu membuat keuntungan lain untukku.”

Yang Arion maksud adalah pertemuannya dengan Elara di Rumah Sakit siang tadi.

Itu adalah sesuatu yang di luar rencana Arion semula, namun menghasilkan keberhasilan yang lebih nyata sebelum rentetan rencananya pada gadis itu terlaksana.

Elara telah Arion incar, sejak seminggu lalu ia melihat gadis itu menyelamatkan neneknya yang mengidap Alzheimer, dari berandalan yang mengganggunya.

Nenek Arion lepas dari pengawasan perawatnya dan sempat menghilang.

Saat Arion menemukannya, ia melihat Elara yang mengusir dua berandalan lalu membantu mengobati sang nenek yang terluka akibat didorong jatuh sebelumnya.

Sejak hari itu, keinginan Arion untuk memiliki Elara, muncul.

Dan bukan Arion, jika ia tidak bisa mewujudkan keinginannya itu.  

Arion mengembuskan asap dari cerutu yang ia hisap. Matanya menyipit saat ingatan tentang Elara ia kesampingkan sementara. “Periksa rekening pengkhianat itu. Kita harusnya menemukan sesuatu dari sana.”

Max yang berdiri di sampingnya mengangguk hormat.

Namun detik berikutnya, ponsel Max bergetar.

Ia mengangkat, mendengarkan dan menjawab telepon itu dengan efisien, lalu beralih pada Arion sekian detik berikutnya.

“Tuan, ada masalah di Rumah Sakit.”

* * *

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa   Catatan Author

    Aveline menjerit keras, suaranya memenuhi lorong sempit yang hanya diterangi lampu jalanan buram.Tubuhnya gemetar saat sebuah tangan kuat tiba-tiba meraih pinggangnya."Apa maksudnya ini?!" Aveline berteriak lagi, mencoba melawan, tapi tak ada yang mendengarnya.Udara malam yang dingin membuatnya semakin waspada, namun pria di depannya begitu cepat.Sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, bibirnya langsung tertutup oleh sesuatu yang hangat dan mendesak—bibir pria yang kini mencengkeramnya erat.Aveline meronta-ronta, hatinya dipenuhi kepanikan.Tubuhnya kaku saat pria itu memeluknya dengan kuat, membuka jaket kulit hitamnya seolah bersiap melakukan sesuatu yang lebih buruk.Mata Aveline melebar ketakutan.‘Tidak mungkin,’ pikirnya, ‘Apakah dia akan memperkosaku?’Ia semakin panik, berusaha membebaskan diri dari genggaman pria itu.Namun, pria itu begitu kuat.Semua tenaga Aveline seolah menguap, terjebak dalam dekapannya yang erat.Lalu, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.Sekelo

  • Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa   S2 BAB 94 : Cinta Sesungguhnya

    Langit sore yang kemerahan menyelimuti San Francisco Bay, tempat di mana sebagian besar kehidupan cinta sepasang insan berkisah.Suara ombak yang berdeburan pelan di pantai menciptakan melodi yang damai, selaras dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu lembut permukaan laut.Elara berdiri di ujung dermaga kayu, menatap cakrawala yang tampak tanpa batas, tempat di mana langit bertemu lautan.Matanya menerawang, namun wajahnya kini memancarkan ketenangan yang baru.Dalam dekapan hangatnya, bayi kecil mereka terlelap, wajahnya damai seperti ibunya.Sudah lama sejak pertarungan hidup dan mati di acara peresmian Imera Sky Tower, dan sejak saat itu, kehidupan Elara dan Arion berubah drastis.Banyak hal yang telah dilalui—pengkhianatan, luka, cinta yang terlupakan dan kemudian dipulihkan.Namun hari ini, di bawah cahaya senja yang lembut, semuanya terasa sempurna.Tiba-tiba, langkah kaki yang berat namun mantap terdengar dari belakangnya.Elara tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.A

  • Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa   S2 BAB 93 : Seorang Ellworth Junior

    Arion duduk di ujung ranjang, pandangannya terpaku pada sosok mungil yang ada dalam dekapannya.Bayi perempuan itu terlelap dengan tenang, tubuhnya begitu kecil dan lembut seperti boneka porselen.Pipinya yang kemerahan tampak menggemaskan, kulitnya sehalus sutra dengan bulu-bulu halus yang masih tersisa di atas kepalanya.Mata bayi itu masih tertutup, namun ketika sempat terbuka sesaat, Arion melihat dengan jelas iris matanya yang kelabu, warna yang sama seperti miliknya—sebuah tanda tak terbantahkan bahwa bayi itu adalah darah dagingnya.Bibir kecilnya bergerak perlahan, seakan sedang menghisap udara, dan tangannya yang mungil mengepal erat, menggenggam sepotong kain selimut.Arion tersenyum kecil, hatinya penuh dengan rasa takjub yang tak pernah ia sanggup perkirakan sebelumnya.Di dalam ruangan itu, hanya suara napas lembut bayi perempuannya yang terdengar, membuatnya seperti terhanyut dalam keajaiban kecil yang ia pegang.Sudah lebih dari setengah jam, namun Arion tak bisa melepa

  • Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa   S2 BAB 92 : Imera Sky Tower Grand Inauguration

    Arion mengangguk pelan, melanjutkan penjelasannya. “Selama aku menjalankan peranku sebagai The Draven, orang itu mengambil peran menjadi diriku, Arion Ellworth. Sehingga tidak ada yang curiga. Kecelakaan di Sunol itu terjadi pada doppelganger-ku.”Elara terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Jadi... orang itu? Apakah dia tewas dalam kecelakaan itu? Bagaimana aku bisa membedakan kalian? Bagaimana jika suatu saat aku salah mengenali orang itu sebagai dirimu?”Arion tersenyum melihat kepanikan sang istri. “Jangan khawatir, Honey. Orang itu berhasil selamat oleh orang-orangku. Wajahnya tidak sepenuhnya mirip denganku. Hanya postur tubuh dan perilakunya yang serupa. Aku membuatnya menjalani operasi plastik untuk mengubah beberapa bagian, seperti rahang dan hidung saja. Namun, saat dia menjalankan peran sebagai aku, dia menggunakan prosthetic mask yang dibuat menyerupai wajahku.”Elara memandang Arion, dengan sorot kompleks. “Astaga… sampai seperti itu kau m

  • Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa   S2 BAB 91 : Menemui Imelda

    Elara dan Arion berdiri di tengah keheningan, menghadap sebuah makam dengan batu nisan marmer yang megah. Di atasnya terukir dengan indah: Imelda Ellworth. Satu buket mawar putih mewah yang segar ditempatkan rapi di atas pusara, memberikan sentuhan penuh penghormatan. Pemakaman ini, yang terletak di Cypress Lawn Memorial Park, San Francisco—tempat peristirahatan terakhir para keluarga kaya dan terpandang—dikelilingi oleh pohon-pohon ek yang menjulang tinggi. Jalanan berkerikil putih menghubungkan setiap makam, dan di kejauhan terlihat pemandangan laut yang tenang, menambah suasana damai nan elegan. Udara pagi terasa sejuk, disertai suara angin yang membelai lembut pepohonan. Elara memandang ke sekeliling area pemakaman yang tampak megah, penuh dengan nisan-nisan yang terbuat dari batu marmer putih dan hitam. Di antara semua itu, nisan Imelda berdiri sebagai salah satu yang paling indah, seperti sebuah karya seni yang mencerminkan kehidupan seseorang yang telah meninggalkan jejak

  • Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa   S2 BAB 90 : Hukuman Untuknya

    Arthur Ellworth, atau Clay Mallory, kini duduk di sudut sel gelap penjara federal, matanya kosong menatap dinding dingin yang tak lagi bergema dengan wibawa yang pernah ia miliki.Hanya bayangan suram yang tersisa, menggantung di antara kesadaran dan kehancuran. Di penjara ini, waktu seolah-olah melambat, setiap detik menjadi siksaan yang tidak berujung.Hari ini, seorang penjaga penjara menghampiri pintu selnya.Wajah penjaga itu datar, tidak ada belas kasihan, tidak ada penghormatan.Hanya secarik kertas yang dilempar ke lantai di depan Arthur, yang langsung mengenal lambang Ellworth di atasnya.Tangannya yang dulu perkasa sekarang gemetar ketika meraih kertas itu.Di dalamnya, satu pesan singkat yang menghantamnya dengan kejam: "Semua aset, kekayaan, dan perusahaan yang pernah kau curi telah dikembalikan kepada pemiliknya yang sah—Aiden Ellworth."Arthur meremas kertas itu dengan tangannya yang gemetar, rasa panas menjalar da

  • Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa   S2 BAB 89 : Mundurnya The Draven

    Markas utama di San Bernardino tampak penuh ketegangan. Di ruang pertemuan besar, cahaya lampu gantung memantul di atas meja panjang tempat para eksekutif utama The Draven berkumpul. Ketiga Executor—Albert, Isaac, dan Samuel—duduk di posisi masing-masing, menatap sosok Arion Ellworth, pria yang selama ini mereka kenal sebagai The Draven, pemimpin mereka yang tak terbantahkan. Samuel, Executor wilayah San Jose, adalah pria bertubuh tegap dengan garis wajah tegas. Rambutnya mulai memutih, namun sorot matanya masih tajam, mencerminkan kekuatan dan ketenangan yang ia bawa selama bertahun-tahun memimpin wilayahnya. Isaac, Executor wilayah Mount Horeb, Wisconsin, berbeda. Tubuhnya ramping, wajahnya lebih halus, tetapi matanya menyiratkan kejeniusan yang sering kali tersembunyi di balik sikapnya yang tenang. Ia terkenal sebagai ‘otak cadangan’ di balik banyak rencana besar yang berhasil dijalankan The Draven. Albert, Executor wilayah San Bernardino, adalah yang termuda. Dengan rahang pers

  • Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa   S2 BAB 88 : Mereka Sungguh Ayah Dan Anak

    Aiden tersenyum tipis, sebuah senyuman yang mengandung ketegasan, bahkan ancaman halus di baliknya.“The Orcus bukan ancaman bagi pemerintah. Kami tidak pernah bergerak melawan kalian, Donovan. Jika ada yang perlu kau pahami, ketahuilah ini: The Orcus hanya berurusan dengan mereka yang mengincar kami atau mereka yang berada dalam wilayah kami. Kami adalah perisai, bukan pedang.”Donovan menatapnya, tak sepenuhnya yakin apakah pernyataan itu adalah bentuk pembelaan atau manipulasi.Aiden melanjutkan, kali ini dengan suara yang lebih dalam dan penuh makna. “The Orcus tidak akan pernah menjadi ancaman bagi pemerintah Amerika Serikat… kecuali, jika pemerintah membuat kami tidak punya pilihan lain.”Kalimat itu menggantung di udara, begitu dingin dan tajam seperti bilah pedang yang tersembunyi di balik kata-kata.Donovan tahu, ini bukan ancaman langsung, tapi sebuah peringatan yang tak bisa diabaikan.Aiden sangat c

  • Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa   S2 BAB 87 : Kembali Lagi

    Matahari pagi yang hangat menyinari kamar tidur mewah di mana Elara sedang berdiri, merapikan dasi Arion dengan penuh perhatian.Arion Ellworth, dengan tubuh tegapnya dan postur sempurna, tampak gagah dalam setelan formal berwarna gelap yang membingkai fisiknya dengan sempurna.Mata kelabu pria itu berkilauan, menambah kesan misterius sekaligus memikat.Ketampanannya terasa tak terbantahkan, membuat Elara sejenak terpana, seperti kembali mengenang saat pertama kali bertemu dengannya.Arion telah kembali ke wujud lamanya—kuat, berwibawa, dan penuh energi—setelah beberapa bulan melemah akibat Couvade Syndrome.Selama sekitar 4 bulan, pria yang biasanya tegas dan tak tergoyahkan ini harus terkapar karena gejala kehamilan palsu yang dialaminya.Namun, kini di bulan kelima kehamilan Elara, semua gejala itu telah sirna.Tidak ada lagi mual, muntah, atau kelelahan yang membebani Arion. Dia kembali pada dirinya yang dulu, dengan e

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status