Home / Romansa / Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa / BAB 3 : Pencatatan Pernikahan

Share

BAB 3 : Pencatatan Pernikahan

Author: reefisme
last update Last Updated: 2024-04-21 08:53:42

04:55 sore.

Rasa sesak itu benar-benar terasa menghimpit di dada Elara.

Ia baru saja menemukan dirinya memang berada di jalan buntu.

Setelah penandatanganan satu berkas, Elara mendapatkan sejumlah uang --cukup banyak, dari ayah tirinya. Namun saat ia mengutarakan maksudnya pada pihak Rumah Sakit, ia tidak mendapatkan jawaban sesuai harapannya.

Meskipun tadi Elara mengatakan bersedia membayar mahal pada pihak Rumah Sakit untuk darah neneknya, pihak Rumah Sakit menolak mentah-mentah.

Mereka mengatakan tidak mampu mencari atau mendapatkan darah Rh-Null dalam waktu sesingkat itu. Itu darah yang langka. Bahkan jika pun ditemukan, pihak lain telah lebih dulu membelinya dengan harga sangat tinggi.

Elara membuang napas beratnya. Ia kini berdiri di depan pintu ruangan yang sama.

Kamar dengan angka 707 di atasnya.

Itu bangsal di Rumah Sakit tempat nenek-nya dirawat. Tapi bukan bangsal milik sang nenek. Melainkan milik pria yang memiliki golongan darah langka, yang sama seperti nenek nya.

Pria yang Elara temukan, atas informasi dari salah satu petugas di ruang IGD saat pertama kali ia datang setelah menerima berita kecelakaan neneknya.

Pria yang kebetulan ada di Rumah Sakit itu dan terluka, diketahui memiliki darah yang berjenis sama dengan sang nenek.

Pria yang juga memberikan persyaratan gila sebagai pertukaran untuk darahnya.

Elara mendorong pintu dan melangkah masuk.

Pria bajingan itu kini telah berganti pakaian pasien dan duduk santai di sofa samping brankar dengan tangan menyilang di depan perutnya. Bersikap menunggu, seolah tahu Elara akan datang.

Ia mengangkat kepala dan menatap Elara yang melangkah ragu, namun terlihat bertekad mendekat padanya.

Elara memantapkan hati dan balas menatap pria itu tanpa takut.

Langkahnya terhenti tepat satu meter di hadapan pria itu dan Elara mendadak sedikit linglung.

Mata pria itu seperti lautan dalam, menghipnotis dan tajam, dengan kilatan yang tak terbaca.

Elara nyaris merasa kehilangan diri pada pusaran intens di dalamnya.

Selama hidupnya, ia baru menyaksikan keindahan seperti ini. Wajah pria itu adalah contoh kesempurnaan.

Konon, setiap orang mempesona dengan cara yang berbeda. Dan pria ini membawa definisi pesona tersebut ke tingkat yang sungguh sangat berbeda.

Bibirnya berwarna merah muda yang memikat, dan fakta bahwa bibir itu melontarkan kalimat gila dan licik, tidak mengurangi pesona misterius yang dimiliki pria itu.

Ia tampak seperti berada di usia akhir dua puluhan --mungkin dua puluh tujuh atau dua puluh delapan, dengan bahu lebar dan tangan yang berurat.

Pria itu benar-benar bajingan yang tampan --secara harfiah, secara fisik dan dengan semua cara lainnya.

Aneh memang.

Bahkan sekalipun --dari pakaian yang dikenakan pria itu sebelumnya, pria itu seorang buruh kasar, ia memiliki aura kewibawaan yang definit.

Senyum miring mengembang di wajah pria itu saat dia berbicara, dan keterlenaan gadis bermata zamrud itu langsung terhempas.

"Jadi apa keputusanmu?” Suara malas itu tetap tidak bisa menutupi efek seksi dan sensual yang menguar dari pria tersebut.

Elara menelan ludah. “Ba-baiklah. Aku akan menyerahkan diriku.”

“Itu bagus.”

“Dengan satu syarat,” Elara buru-buru menambahkan.

Pria itu menunggu.

“Terserah kau mau menyebutku kuno atau apa. Tapi aku tidak melakukan hubungan badan sebelum menikah.”

Kedua alis pria itu melangit. “Kau ingin aku menikahimu?”

Dengan tangan saling meremas kuat, Elara mengangguk, memantapkan hati dan mengusir sisa keraguan terakhir dengan tindakan nyata. “Ya.”

Pria itu menatap Elara sekian detik, lalu menunduk.

Terlewat oleh pengamatan Elara, seringai samar terbentuk di wajah pria yang masih menunduk itu.

Fokus Elara terlalu melekat pada jemari pria tersebut yang melakukan gerakan mengetuk di atas pegangan kursi.

Demi apapun, saat ini Elara begitu tegang dan berdebar hebat. Bukan debar yang bagus, melainkan kecemasan.

Andai pria itu menolak, maka ia benar-benar berada di ujung kebuntuan. Ia hanya akan memberikan tubuhnya sukarela, tanpa ikatan apapun.

Dan itu penghancuran harga diri dan kehormatan yang mutlak bagi Elara.

“Baiklah.”

Elara terkesiap dan mengerjap. “Hah? Apa?”

“Kau mendengarnya. Kita menikah.”

* * *

Jemari lentik Elara sedikit bergetar saat ia menggerakkan pena untuk menandatangani satu berkas yang disodorkan pria bermata kelabu itu padanya.

“Sudah kau baca semuanya?” Pria bermata kelabu bertanya.

“Ya.” Elara menyerahkan pena itu pada pria di depannya yang segera mengambilnya, beserta map berisi lembaran perjanjian yang baru ditandatangani Elara.

Perjanjian yang berisi Elara bersedia menikah dengan pria itu, dengan imbalan pria itu memberikan darahnya.

“Lalu…” Gadis bermata zamrud itu menaikkan pandangannya. “Apa kau sekarang bisa melakukannya?”

Kedua alis pria itu terangkat. “Melakukannya sekarang? Di sini?”

Menyadari pria bermata kelabu itu salah menafsirkan kalimatnya, Elara buru-buru menyilangkan tangan di depan dadanya dan berkata. “Darahmu! Melakukan donor darahmu! Bukan soal ‘itu’!”

“Hm…”

“Apa? Mengapa kau diam? Kau tidak akan berkelit kan?”

“Itu sudah dilakukan.”

“Hah? Apa?”

“Darahku. Sudah dilakukan pengambilan darah sejam sebelum kau datang.”

“Kau menipuku?!” Kedua mata Elara membulat.

“Menipu apa?” Pria itu menepis santai. “Aku tahu kau akan kembali, jadi aku sudah melakukannya lebih awal.”

Elara ingin marah karena merasa ditipu pria itu, tapi ia sadar tidak ada yang salah dengan itu. Pria itu memang telah menyiapkannya lebih dulu, itu membuat prosesnya lebih cepat.

“Darahmu sudah siap? Jadi…”

“Ya, kau bisa segera menyelamatkan nenekmu.”

“Ah..” Elara tertegun sesaat, sebelum ia segera berbalik untuk keluar dari bangsal pria itu.

“Ck.” Pria itu berdecak melihat ketergesaan gadis bermata zamrud tersebut. Ia lalu melirik map di tangannya.

“Dia bahkan tidak membaca dengan teliti.” Pria itu hanya tersenyum miring kemudian meletakkan map di atas meja dekat ia duduk lalu bersandar santai ke belakang.

Di lantai bawah.

Elara meremas ujung kemeja longgarnya dengan kedua kaki berderap cepat --nyaris berlari hingga mencapai ruang ICU.

Rasa gelisah menyelimuti hatinya dan tidak mampu terhindarkan dari ekspresi di wajah cantik miliknya.

Ia bertanya pada petugas di sana tentang darah untuk neneknya itu.

“Ya benar Nona. Darah sudah tersedia dan telah dilakukan transfusi pada nenek Anda,” jawab petugas itu yang seketika membuat Elara membuang napas lega.

“Lalu bagaimana.. bagaimana dengan operasinya?”

“Kami akan segera melakukannya setelah Anda menandatangani persetujuan, melunasi biaya yang timbul dari penanganan sebelumnya dan juga menyimpan deposit.”

“Aku akan lakukan! Aku akan membayarnya!” Elara dengan tergesa menjawab petugas itu.

“Silakan Nona ke bagian pendaftaran untuk mengurus administrasi dan lainnya,” ujar petugas itu.

Elara mengangguk lalu berbalik untuk menuju konter pendaftaran. Ia memberikan deposit sejumlah uang dari yang ia dapatkan dari Tony White.

Ia baru saja bernapas lega, menyelesaikan urusan administrasi untuk neneknya, ketika pundaknya ditepuk dari belakang.

“Apa-- Kau?” Kening Elara mengernyit melihat pria bermata kelabu itu telah ada di belakangnya. “Ada apa lagi?”

“Sekarang kita ke balai kota.”

“Apa? Ini… terlalu sore. Untuk apa ke balai kota?”

“Kita urus pencatatan pernikahan kita.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
NormaJeans
ga sabar dia,,,,,,
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa   Catatan Author

    Aveline menjerit keras, suaranya memenuhi lorong sempit yang hanya diterangi lampu jalanan buram.Tubuhnya gemetar saat sebuah tangan kuat tiba-tiba meraih pinggangnya."Apa maksudnya ini?!" Aveline berteriak lagi, mencoba melawan, tapi tak ada yang mendengarnya.Udara malam yang dingin membuatnya semakin waspada, namun pria di depannya begitu cepat.Sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, bibirnya langsung tertutup oleh sesuatu yang hangat dan mendesak—bibir pria yang kini mencengkeramnya erat.Aveline meronta-ronta, hatinya dipenuhi kepanikan.Tubuhnya kaku saat pria itu memeluknya dengan kuat, membuka jaket kulit hitamnya seolah bersiap melakukan sesuatu yang lebih buruk.Mata Aveline melebar ketakutan.‘Tidak mungkin,’ pikirnya, ‘Apakah dia akan memperkosaku?’Ia semakin panik, berusaha membebaskan diri dari genggaman pria itu.Namun, pria itu begitu kuat.Semua tenaga Aveline seolah menguap, terjebak dalam dekapannya yang erat.Lalu, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.Sekelo

  • Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa   S2 BAB 94 : Cinta Sesungguhnya

    Langit sore yang kemerahan menyelimuti San Francisco Bay, tempat di mana sebagian besar kehidupan cinta sepasang insan berkisah.Suara ombak yang berdeburan pelan di pantai menciptakan melodi yang damai, selaras dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu lembut permukaan laut.Elara berdiri di ujung dermaga kayu, menatap cakrawala yang tampak tanpa batas, tempat di mana langit bertemu lautan.Matanya menerawang, namun wajahnya kini memancarkan ketenangan yang baru.Dalam dekapan hangatnya, bayi kecil mereka terlelap, wajahnya damai seperti ibunya.Sudah lama sejak pertarungan hidup dan mati di acara peresmian Imera Sky Tower, dan sejak saat itu, kehidupan Elara dan Arion berubah drastis.Banyak hal yang telah dilalui—pengkhianatan, luka, cinta yang terlupakan dan kemudian dipulihkan.Namun hari ini, di bawah cahaya senja yang lembut, semuanya terasa sempurna.Tiba-tiba, langkah kaki yang berat namun mantap terdengar dari belakangnya.Elara tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.A

  • Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa   S2 BAB 93 : Seorang Ellworth Junior

    Arion duduk di ujung ranjang, pandangannya terpaku pada sosok mungil yang ada dalam dekapannya.Bayi perempuan itu terlelap dengan tenang, tubuhnya begitu kecil dan lembut seperti boneka porselen.Pipinya yang kemerahan tampak menggemaskan, kulitnya sehalus sutra dengan bulu-bulu halus yang masih tersisa di atas kepalanya.Mata bayi itu masih tertutup, namun ketika sempat terbuka sesaat, Arion melihat dengan jelas iris matanya yang kelabu, warna yang sama seperti miliknya—sebuah tanda tak terbantahkan bahwa bayi itu adalah darah dagingnya.Bibir kecilnya bergerak perlahan, seakan sedang menghisap udara, dan tangannya yang mungil mengepal erat, menggenggam sepotong kain selimut.Arion tersenyum kecil, hatinya penuh dengan rasa takjub yang tak pernah ia sanggup perkirakan sebelumnya.Di dalam ruangan itu, hanya suara napas lembut bayi perempuannya yang terdengar, membuatnya seperti terhanyut dalam keajaiban kecil yang ia pegang.Sudah lebih dari setengah jam, namun Arion tak bisa melepa

  • Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa   S2 BAB 92 : Imera Sky Tower Grand Inauguration

    Arion mengangguk pelan, melanjutkan penjelasannya. “Selama aku menjalankan peranku sebagai The Draven, orang itu mengambil peran menjadi diriku, Arion Ellworth. Sehingga tidak ada yang curiga. Kecelakaan di Sunol itu terjadi pada doppelganger-ku.”Elara terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Jadi... orang itu? Apakah dia tewas dalam kecelakaan itu? Bagaimana aku bisa membedakan kalian? Bagaimana jika suatu saat aku salah mengenali orang itu sebagai dirimu?”Arion tersenyum melihat kepanikan sang istri. “Jangan khawatir, Honey. Orang itu berhasil selamat oleh orang-orangku. Wajahnya tidak sepenuhnya mirip denganku. Hanya postur tubuh dan perilakunya yang serupa. Aku membuatnya menjalani operasi plastik untuk mengubah beberapa bagian, seperti rahang dan hidung saja. Namun, saat dia menjalankan peran sebagai aku, dia menggunakan prosthetic mask yang dibuat menyerupai wajahku.”Elara memandang Arion, dengan sorot kompleks. “Astaga… sampai seperti itu kau m

  • Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa   S2 BAB 91 : Menemui Imelda

    Elara dan Arion berdiri di tengah keheningan, menghadap sebuah makam dengan batu nisan marmer yang megah. Di atasnya terukir dengan indah: Imelda Ellworth. Satu buket mawar putih mewah yang segar ditempatkan rapi di atas pusara, memberikan sentuhan penuh penghormatan. Pemakaman ini, yang terletak di Cypress Lawn Memorial Park, San Francisco—tempat peristirahatan terakhir para keluarga kaya dan terpandang—dikelilingi oleh pohon-pohon ek yang menjulang tinggi. Jalanan berkerikil putih menghubungkan setiap makam, dan di kejauhan terlihat pemandangan laut yang tenang, menambah suasana damai nan elegan. Udara pagi terasa sejuk, disertai suara angin yang membelai lembut pepohonan. Elara memandang ke sekeliling area pemakaman yang tampak megah, penuh dengan nisan-nisan yang terbuat dari batu marmer putih dan hitam. Di antara semua itu, nisan Imelda berdiri sebagai salah satu yang paling indah, seperti sebuah karya seni yang mencerminkan kehidupan seseorang yang telah meninggalkan jejak

  • Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa   S2 BAB 90 : Hukuman Untuknya

    Arthur Ellworth, atau Clay Mallory, kini duduk di sudut sel gelap penjara federal, matanya kosong menatap dinding dingin yang tak lagi bergema dengan wibawa yang pernah ia miliki.Hanya bayangan suram yang tersisa, menggantung di antara kesadaran dan kehancuran. Di penjara ini, waktu seolah-olah melambat, setiap detik menjadi siksaan yang tidak berujung.Hari ini, seorang penjaga penjara menghampiri pintu selnya.Wajah penjaga itu datar, tidak ada belas kasihan, tidak ada penghormatan.Hanya secarik kertas yang dilempar ke lantai di depan Arthur, yang langsung mengenal lambang Ellworth di atasnya.Tangannya yang dulu perkasa sekarang gemetar ketika meraih kertas itu.Di dalamnya, satu pesan singkat yang menghantamnya dengan kejam: "Semua aset, kekayaan, dan perusahaan yang pernah kau curi telah dikembalikan kepada pemiliknya yang sah—Aiden Ellworth."Arthur meremas kertas itu dengan tangannya yang gemetar, rasa panas menjalar da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status