Share

7. Lunar Merajuk

last update Last Updated: 2023-02-04 14:28:06

Sepanjang usia pernikahan, baru kali ini suaminya membentaknya dengan begitu mengerikan. Memangnya apa yang salah dengan mencucikan dalaman suami sendiri? Kenapa hal yang wajib ia lakukan, malah salah di mata suaminya? 

Lunar hanya bisa tertegun saat melihat Bira sudah berada di halaman belakang sedang menjemur sempaknya. Jika saja ia tidak sedang sakit, pasti ia akan balik marah pada suaminya yang ia nilai terlalu berlebihan padanya. 

"Buatkan Abang teh, Lunar," kata Bira memerintah. Wajah pria itu sama sekali tidak menampakan penyesalan karena sudah membentak istrinya. Lunar malas menyahut, ia berdiri untuk mengerjakan perintah suaminya. 

Bira ke depan untuk menemui Haris, tetapi kakaknya itu tidak ada. Bira pergi ke luar rumah, menoleh ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan Haris, tetapi ia tidak menemukannya. 

"Mas Haris ke mana, Lunar?" tanya Bira saat Lunar meletakkan teh di atas meja ruang tamu. 

"Olah raga mungkin." Lunar menjawab tanpa semangat. Ia masuk ke dalam rumah umtuk menikmati sarapannya sendirian. Percuma jika ia menawari Bira makan, karena suaminya terbiasa sarapan di atas jam sembilan pagi. Tidak jarang juga, sarapan sekaligus makan siang. 

Lunar menyantap sop buatannya dengan begitu nikmat. Tanpa mempedulikan Bira. Hatinya masih dongkol karena dibentak lelaki itu dan suaminya bahkan tidak meminta maaf padanya. 

Suara deru mobil terdengar sember. Itu adalah mobil pengangkut sampah yang biasa berkeliling seminggu tiga kali mengangkut sampah warga. Dengan malas Lunar pergi ke dapur untuk mengangkat sampah untuk ia berikan pada mobil pengangkut sampah. 

Bira sedang menikmati teh sambil bermain ponsel. Ia menoleh sekilas pada siang Istri yang tengah membawa kantung sampah. 

Prak!

Karena tubuhnya yang lemas, kantung plastik hitam tempat sampah, terlepas dari tangannya dan tentu saja sampah berserakan di teras. 

"Lunar, kalau masih lemas, kenapa repot sendiri sih? Sudah, ambil sapu sana!" Bira mengegelengkan kepalanya. Lunar masuk ke dalam rumah untuk mengambil sapu. 

"Bang, tunggu! Masih ada sampah nih, jatuh tadi!" Teriak Bira pada petugas sampah, sembari membantu Lunar untuk membereskan sampah yang berserakan di lantai teras. Lunar kembali tidak bersuara, ia masuk ke dalam rumah untuk berbaring. Biarlah nanti suaminya kalau ingin makan, bisa ambil sendiri karena sayurnya sudah matang. Baru saja berbaring, Bira sudah membuka pintu kamar dengan kasar. 

"Apa ini, Lunar? Kamu tes pack lagi? Ini lihat, hasilnya masih garis satu! Percuma kamu setiap bulan periksa, kalau belum waktunya dikasih, ya pasti gak dikasih. Buang-buang uang saja beli alat tes pack untuk cek kehamilan. Memangnya kamu ragu dengan kemampuan saya memberikan benih di rahim kamu? Iya, apa ini bentuk keraguan kamu?" cecar Bira tanpa jeda membuat Lunar sangat sakit hati. Wanita itu mengepalkan tangannya menahan amarah yang sudah sangat ia tahan sejak tadi. 

"Kamu sudah cukup aneh hari ini, Bang, tolong jangan berkata-kata yang membuat aku rasanya menyesal punya suami seperti kamu." Ucapan itu terlontar begitu saja dari bibir Lunar. Tanpa ia tahu, Bira tersentak dan sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan. 

"Hhm... maafkan Abang, Lunar. Abang kemarin lagi banyak pasien yang sakitnya parah, jadi kepikiran sampai rumah. Mempengaruhi emosi juga jadinya. Maafkan ya, Lunar." Bira menyentuh pundak istrinya. Lalu memberikan kecupan di rambut wanita itu. 

"Jangan diulangi lagi, Bang, Abang bikin aku tambah sedih." Lunar tidak kuasa menahan air mata yang sejak tadi ia tahan. Bira memeluk Lunar dan merasakan bahwa suhu tubuh istrinya masih hangat. 

"Maafin, Abang. Abang ambilkan obat pereda panas di belakang ya." Bira pun beranjak dari kamar untuk mencari obat panas yang disimpan istrinya di dapur. Segelas air hangat pun ia bawa sekalian. 

"Lunar mungkin masuk angin, Bira, coba saja dikerok," kata Haris yang tiba-tiba sudah berada di rumah. 

"Eh, kaget, kapan masuknya, Mas? Habis olahraga ya?" tanya Bira dengan sedikit kaget. 

"Tadi, udah ngaso di teras. Mau mandi sekarang. Udah, urus bini lu sana, nanti baru kita ngobrol." Bira pun mengangguk. Lalu masuk ke dalam kamar. 

"Lunar, sehabis minum obat, biar Abang kerok saja. Siapatahu masuk angin." Bira memberikan obat pereda panas sekaligus air putih di dalam gelas. 

Lunar pun pasrah saat baju dasternya ditarik ke atas oleh Bira, lalu pria itu membuka kaitan bra istrinya. Baju daster Lunar dipakai untuk menutupi pinggang hingga ke belakang. Bira kemudian mengambil minyak urut untuk ia oleskan di punggung putih mulus sang Istri. Bohong kalau ia tidak bereaksi atas tubuh Lunar, tetapi ini bukan malam sabtu, ia harus menahannya dan akan ia lampiaskan pada pasien yang hari ini sudah janjian akan datang pukul empat sore. 

Bira mulai mengerikan Lunar dengan sangat hati-hati. Garis miring berwarna merah tercetak cukup tebal di punggung wanita itu. Desahan Lunar menahan sakit karena kerikan, membuat Bira semakin tersulut gairah. Lunar tersenyum saat merasakan napas suaminya semakin berat di belakang tubuhnya. 

"Bang, malam sabtu masih dua malam lagi, kelamaan, saya lagi mau dicumbu nih," bisik Lunar sambil menggigit bibirnya. 

"Sayang, kalau Abang langgar aturan guru pijat Abang, nanti kemampuan pijat Abang bisa luntur. Sabar ya, dua malam lagi gak lama kok." Jawaban Bira disertai tangan nakal yang sudah meremas cepat dada sang Istri. 

"Sudah selesai, pakai lagi bajunya. Abang mau ke depan bicara dengan Mas Haris." Mereka tidak tahu saja, pintu kamar yang tidak tertutup rapat, membuat seorang Haris, duda tanpa anak itu melihat punggung polos iparnya. Sudah dua tahun hasratnya ia kubur dalam-dalam setelah berpisah dari istri cantiknya yang berselingkuh. 

Pria itu segera beranjak dari sana, saat melihat Bira akan keluar dari kamar. Duduk di teras sambil menaikkan kedua kakinya, berharap sisi liat prianya yang baru saja bangun, bisa kembali tidur dengan cepat. Satu hal yang menjadi pertanyaannya, kenapa ada pantangan untuk menyentuh istri? 

"Mas, gimana? Katanya ada yang mau diobrolin?" tanya Bira yang sudah duduk di tembok, depan kursi yang sedang diduduki Haris. 

"Oh, iya, Mas Haris mau nginep berapa lama?"

"Lu ngusir gue?" tanya Haris dengan logat tidak terima.

"Bukan, Mas, cuma tanya." Bira memutar bola mata malasnya. 

"Namanya ipar lelaki, gak mungkin tinggal lama di rumah adiknya yang istrinya seharian di rumah. Mas paham maksud saya kan?" Haris mengangguk yakin. 

"Iye, gue paham, Bira! Jam sepuluh ini gue wawancara, doakan aja gue lolos jadi ajudan di sana, biar gue bisa langsung kerja besok. Gue juga paham sama kondisi lu dan Lunar." Bira mengangguk paham. Ia memang sudah tahu kalau kakaknya ini orang baik yang pengertian, sehingga saat kita bicara sedikit saja, ia sudah bisa menangkap maksud dari ucapan kita. Kakaknya juga lebih dewasa dalam bersikap, serta cenderung pendiam sebenarnya, sehingga mantan istrinya selingkuh karena merasa bosan dengan Haris yang terlalu kalem. 

Bira memang sedang berbincang cukup serius dengan Haris, tetapi tangannya lihai mengetik pesan pada seseorang. 

Neli, saya ganti jadwal pijat kamu jadi jam sebelas ya. Ingat, gak perlu pakai dalaman, biar lebih cepat proses pembersihannya. 

Pasien N

Baik Bang Bira, nanti saya ke klinik jam sebelas. 

Bira tersenyum puas dalam hati. Harus segera ia tuntaskan keinginan nakalnya hari ini agar ia tidak penasaran dan bisa  bekerja lebih fokus. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   32. Kejutan

    "I-ini m-maksudnya.... " Lunar merasa napasnya sesak. Kenapa tiba-tiba Haris melamarnya tanpa bilang apapun?"Mau loh ya, masa gak mau." Haris memasang wajah cemberut."Sebelum kamu pulang kampung, saya ikat dulu, biar di sana gak disamber berondong. Tiga bulan lagi, setelah masa iddah kamu selesai, kita akan menikah. Bagaimana, Pak Rahmat, saya bolehkan menjadi menantu Bapak?""Bapak sih gimana Lunar saja." Pak Rahmat mencolek pipi putrinya yang merona."Lunar, itu dijawab pertanyaan Haris, diterima gak?" Pak Rahmat mendesak putrinya.Lunar sudah meneteskan air mata penuh haru. Tanpa banyak drama babibu, dengan beraninya Haris melamar dirinya di depan bapaknya. Ia juga pantas bahagia setelah begitu dikecewakan oleh Bira."Lunar," panggil Haris. Wanita itu mengangkat wajahnya, lalu dengan mata berkabut menatap Haris sambil mengangguk perlahan."Alhamdulillah." Pria itu pun dengan cepat meraih tangan Lunar untuk memasangkan cincin bermata satu di jari manis Lunar. Dengan penuh hikmat,

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   31. Happy

    Hari ini adalah hari yang sudah sangat lama dinantikan oleh Lunar. Tiga bulan berlalu sejak Bira ditetapkan sebagai tersangka dan tengah menjalani proses sidang dan hari ini adalah sidang putusan pengadilan atas gugatan cerainya pada Bira. Ditemani oleh ayahnya, Lunar pergi ke tempat yang membuatnya bertekad untuk tidak akan mengunjungi tempat seperti ini lagi. Cukup satu kali ia ke pengadilan agama untuk urusan perceraian. Selama tiga bulan ini juga ia ngekos di tempat Harus, tetapi sudah mendapatkan kamar di kos putri. Haris benar-benar memberikannya uang untuk memasak karena sarapan, makan siang, dan Haris juga membawa bekal makan malam masakan Lunar ke tempat ia bekerja. Mereka hanya tidak tinggal satu atap saja, tetapi perhatian Haris dan baiknya sikap Haris, seperti mereka memiliki hubungan spesial. "Jadi pulang nanti sore? Yakin?" kata Pak Rahmat pada putrinya. "Yakin, Pak, kenapa memangnya?" tanya Lunar bingung. Pak Rahmat tertawa pendek sambil mengusap rambut Lunar dengan

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   30. Perpisahan

    Lunar pergi ke rumah sakit ditemani oleh Haris. Sepanjang jalan di taksi online, Lunar sama sekali tidak banyak bicara. Mulutnya bungkam bukan karena marah dengan godaan Haris tadi, tetapi khawatir dengan Bira. Bagaimanapun marah dan kesalnya ia pada suaminya, Bira pernah menjadi lelaki terbaik di hidupnya. Ada yang bilang, jika kita membenci, membencinya secukupnya. "Apa yang kamu pikirkan, Lunar? Wajah kamu tegang sekali," tanya Haris penasaran. Meskipun ia tahu jawaban Lunar tentu saja memikirkan suaminya yang katanya mengalami luka bakar. "Memikirkan Bang Bira. Saya khawatir lemah dengan orang yang tengah sakit. Jika ia membujuk saya untuk berbaikan dan meminta maaf, bagaimana?" Haris tersenyum miris. "Kamu akan susah seumur hidup, Lunar. Ingat, ada tiga wanita yang hamil oleh Bira, sedangkan kamu belum hamil sama sekali. Apa kamu siap kembali bersama pria yang kemaluannya tidak bisa ia jaga? Menanam benih di sana-sini tanpa memikirkan bagaimana istrinya. Beda jika Bira masih s

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   29. Kebakaran

    "Tolong! Tolong!" Bira berteriak sekuat tenaga. Ia masih berharap ada mukjizat dari Tuhan yang bisa menyelamatkannya dan Kek Sugi.Api kian membesar. Bira berusaha menyelamatkan Kek Sugi dengan memapahnya keluar dari pintu depan. Brak! Asbes rumah jatuh tepat di depan mereka. Bira terjebak dan tidak tahu lagi cara keluar dari api yang mengelilingi rumah. "Jendela kamar samping, cepat!" Kek Sugi yang tadinya lemas, menjadi bertenaga agar bisa menyelamatkan diri dari bencana kebakaran. Hanya di kamar samping tidak memakai teralis dan mereka ada harapan bisa keluar dari sana. Api merembet cepat, ruang tengah tempat Kek Sugi tidur sudah dilalap api dengan begitu ganas.Kamar samping aman, keduanya berlari untuk keluar dari jendela. Namun, sangat disayangkan, kaitan jendela macet dan tidak bisa dibuka. "Dobrak cepat, Bira! Cepat!" Napas Kek Sugi mulai terengah-engah. Brak! Brak! Bira berhasil keluar lebih dahulu. Tangannya terulura untuk menyelamatkan Kek Sugi. Hap! Brak! "Argh!" B

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   28. Karma

    Berdasarkan data GPS, pihak kepolisian berhasil menemukan posisi Bira berada. Mereka langsung meluncur ke lokasi tanpa menunggu nanti. Surat perintah penangkapan pun sudah dipegang oleh mereka, sehingga Bira tidak akan mungkin bisa berkelit. Bu Mega pasrah, saat ia dan Kinan malah digiring ke kantor polisi menggunakan mobil petugas. Rasa malu yang luar biasa membakar wajah Bu Mega sehingga ia tidak berani mengangkat wajahnya untuk menatap orang-orang lingkungan tempat tinggal Bira yang kini tengah menatapnya dengan penuh cemooh. "Pantesan Bang Bira nyuci sempak sendirian ya. Istrinya gak boleh nyuciin. Rupanya itu celana buat lap hasil anuan ya. Ih, jijik deh!""Pantesan Mbak Lunar kabur. Dia takut kena penyakit menular dari suaminya. Astaghfirullah, ngerinya manusia.""Kedok doang tukang pijet, aslinya malah dukun mesum." Bu Mega tidak sanggup mendengar cibiran dari tetangga. Ia lekas masuk ke dalam mobil sembari menulikan telinganya. Kinan yang tidak mengerti hanya bisa terdiam.

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   27. Guna-guna

    Bira benar-benar telah hilang akal. Ketakutan akan ditangkap oleh polisi membuatnya malah nekat mengguna-guna Haris dan istrinya. Apalagi menurut penuturan Kek Sugi. Energi Haris dan Lunar sangat dekat, itu pertanda keduanya sedang bersama. Membayangkan sang Istri yang dekat dengan Haris, tentu saja membuatnya marah dan juga kesal. Ponsel keduanya juga tidak aktif, sehingga amarahnya kian memuncak. Kek Sugi tidak bisa membantunya karena masih sakit. Kakek tua itu terkena penyakit lambung dan masih lemas untuk beraktivitas. Jangankan mengguna-guna orang, untuk ke kamar mandi saja, kakek tua itu tertatih. Untunglah Bira menumpang di sana, sehingga ada yang membantunya di rumah. "Kenapa gak bisa, Kek?" tanya Bira saat lagi-lagi ia gagal. Napasnya menjadi sesak karena ulahnya sendiri yang hendak mengirimkan santet pada Haris. "Susah, aku saja tidak bisa. Apalagi kamu yang tahunya cuma mijet. Selama ini istri kamu itu tidak curiga macam-macam karena aku bisa mengikatnya, tetapi sejak a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status