Lunar hanya tahu bahwa suaminya; Birawa, berprofesi sebagai tukang pijat. Lokasi tempat praktek suaminya juga jauh dari rumah. Butuh waktu dua jam untuk sampai di sana. Ia tidak curiga sama sekali tentang pekerjaan suaminya, sampai suatu hari, tanpa sengaja ia membaca pesan dari salah satu pasien Birawa. 'Bang Bira, nanti sore saya datang lagi. Seperti permintaan Bang Bira, dari rumah saya gak pakai dalaman'
View More"Lunar," panggil Birawa; membangunkan istrinya yang sudah terlelap. Pria itu mengusap pipi Lunar sambil tersenyum. Tangan dingin yang terasa di pipi, tentu saja membuat Lunar terbangun. Ia membuka kelopak mata yang sangat berat, karena belum lama terlelap. Suara berat dan sentuhan tangan dingin Bira tentu saja sangat di hapal oleh semua indra yang ada di tubuhnya.
"Eh, Bang Bira udah pulang. Jam berapa sekarang?" Lunar menggosok matanya sambil menoleh ke jam dinding. Sudah pukul setengah dua dini hari. Pria itu melepas bajunya dan celana batik berkantung samping, hingga tergeletak di lantai. Lunar tersenyum melihat suaminya yang begitu gagah, apalagi bila dilihat dari belakang. Dadanya bidang, ototnya juga terbentuk dengan sangat baik. Tenaganya di malam sabtu juga luar biasa. Melihat suaminya yang semakin hari semakin tampan dan gagah, membuat Lunar begitu gembira."Ambilkan air putih hangat seperti biasa ya, Lunar," pinta Bira sambil berjalan santai keluar dari kamar, hanya mengenakan celana dalam saja.Lunar turun dari ranjang, lalu memunguti pakaian suaminya untuk ia masukkan ke dalam mesin cuci. Air hangat ia tuangkan ke dalam gelas berukuran besar, lalu ia bawa ke kamar. Lunar tidak melanjutkan tidurnya, melainkan menunggu suaminya selesai mandi.Sudah menjadi kebiasaan, jika suaminya pulang praktek, maka ia akan menemani berbincang, walaupun sebentar."Kenapa ga tidur lagi?" tanya Bang Bira begitu ia masuk ke kamar dalam keadaan segar."Ngantuknya jadi hilang, kalau Bang Bira pulang," jawab Lunar sambil tersenyum manis. Pria berusia tiga puluh lima tahun itu pun ikut tersenyum sambil membuka lemari untuk mengambil pakaian."Ya ampun, Abang lupa kunci pintu," kata Bira sambil menepuk keningnya."Biar saya aja yang kunci." Lunar berjalan keluar kamar untuk mengunci pintu. Setelah ia memutar anak kunci itu dua kali, ia pun berjalan ke dapur untuk minum. Tenggorokannya tiba-tiba saja terasa kering.Lunar menoleh pada jemuran handuk. Ada celana dalam basah suaminya. Wanita itu tersenyum. Ia sangat senang dengan kebiasaan suaminya yang selalu mencuci celana dalam sendiri sepulang praktek memijat."Abang, biarin aja celana dalamnya saya putar di mesin cuci. Ini malah sudah dicuci, wangi lagi," komentar Lunar begitu ia masuk ke dalam kamar."Gak papa, sekalian mandi. Cuci celana dalam gak berat, kecuali cuci karpet," balasnya sambil tertawa. Lunar pun ikut tertawa. Satu hal lagi yang sangat ia sukai dari Bira, bahwa suaminya humoris. Lunar mematikan lampu, lalu ikut naik ke ranjang."Bagaimana hari ini, Bang? Banyak pasiennya?" tanya Lunar yang sudah berbaring memeluk suaminya."Lumayan, besok Abang kasih uangnya ya. Abang ngantuk banget hari ini banyak pasien lelaki dan perempuan bertubuh besar, sehingga tenaga Abang harus ekstra. Tolong di charger HP Abang ya. Ada di tas." Lunar mengangguk paham. Lalu tanpa diminta oleh suaminya, Lunar sudah memijat tangan pria itu sampai suara napas Bira terdengar teratur. Lunar merapikan selimut, lalu mengecup bibir suaminya sekilas. Ia turun dari ranjang untuk menjalankan tugas dari suaminya tadi. Lunar mengambil ponsel dalam keadaan mati itu untuk ia charger.Drt!Ternyata ponsel suaminya belum benar-benar mati. Lunar mengambil ujung kabel, lalu mencalonkan di lubang pengisi daya itu. Ponsel pun menyala. Tatapannya mendadak fokus dengan pesan yang baru saja masuk.'Bang Bira, nanti sore saya datang lagi. Seperti permintaan Bang Bira, dari rumah saya gak pakai dalaman'"I-ini m-maksudnya.... " Lunar merasa napasnya sesak. Kenapa tiba-tiba Haris melamarnya tanpa bilang apapun?"Mau loh ya, masa gak mau." Haris memasang wajah cemberut."Sebelum kamu pulang kampung, saya ikat dulu, biar di sana gak disamber berondong. Tiga bulan lagi, setelah masa iddah kamu selesai, kita akan menikah. Bagaimana, Pak Rahmat, saya bolehkan menjadi menantu Bapak?""Bapak sih gimana Lunar saja." Pak Rahmat mencolek pipi putrinya yang merona."Lunar, itu dijawab pertanyaan Haris, diterima gak?" Pak Rahmat mendesak putrinya.Lunar sudah meneteskan air mata penuh haru. Tanpa banyak drama babibu, dengan beraninya Haris melamar dirinya di depan bapaknya. Ia juga pantas bahagia setelah begitu dikecewakan oleh Bira."Lunar," panggil Haris. Wanita itu mengangkat wajahnya, lalu dengan mata berkabut menatap Haris sambil mengangguk perlahan."Alhamdulillah." Pria itu pun dengan cepat meraih tangan Lunar untuk memasangkan cincin bermata satu di jari manis Lunar. Dengan penuh hikmat,
Hari ini adalah hari yang sudah sangat lama dinantikan oleh Lunar. Tiga bulan berlalu sejak Bira ditetapkan sebagai tersangka dan tengah menjalani proses sidang dan hari ini adalah sidang putusan pengadilan atas gugatan cerainya pada Bira. Ditemani oleh ayahnya, Lunar pergi ke tempat yang membuatnya bertekad untuk tidak akan mengunjungi tempat seperti ini lagi. Cukup satu kali ia ke pengadilan agama untuk urusan perceraian. Selama tiga bulan ini juga ia ngekos di tempat Harus, tetapi sudah mendapatkan kamar di kos putri. Haris benar-benar memberikannya uang untuk memasak karena sarapan, makan siang, dan Haris juga membawa bekal makan malam masakan Lunar ke tempat ia bekerja. Mereka hanya tidak tinggal satu atap saja, tetapi perhatian Haris dan baiknya sikap Haris, seperti mereka memiliki hubungan spesial. "Jadi pulang nanti sore? Yakin?" kata Pak Rahmat pada putrinya. "Yakin, Pak, kenapa memangnya?" tanya Lunar bingung. Pak Rahmat tertawa pendek sambil mengusap rambut Lunar dengan
Lunar pergi ke rumah sakit ditemani oleh Haris. Sepanjang jalan di taksi online, Lunar sama sekali tidak banyak bicara. Mulutnya bungkam bukan karena marah dengan godaan Haris tadi, tetapi khawatir dengan Bira. Bagaimanapun marah dan kesalnya ia pada suaminya, Bira pernah menjadi lelaki terbaik di hidupnya. Ada yang bilang, jika kita membenci, membencinya secukupnya. "Apa yang kamu pikirkan, Lunar? Wajah kamu tegang sekali," tanya Haris penasaran. Meskipun ia tahu jawaban Lunar tentu saja memikirkan suaminya yang katanya mengalami luka bakar. "Memikirkan Bang Bira. Saya khawatir lemah dengan orang yang tengah sakit. Jika ia membujuk saya untuk berbaikan dan meminta maaf, bagaimana?" Haris tersenyum miris. "Kamu akan susah seumur hidup, Lunar. Ingat, ada tiga wanita yang hamil oleh Bira, sedangkan kamu belum hamil sama sekali. Apa kamu siap kembali bersama pria yang kemaluannya tidak bisa ia jaga? Menanam benih di sana-sini tanpa memikirkan bagaimana istrinya. Beda jika Bira masih s
"Tolong! Tolong!" Bira berteriak sekuat tenaga. Ia masih berharap ada mukjizat dari Tuhan yang bisa menyelamatkannya dan Kek Sugi.Api kian membesar. Bira berusaha menyelamatkan Kek Sugi dengan memapahnya keluar dari pintu depan. Brak! Asbes rumah jatuh tepat di depan mereka. Bira terjebak dan tidak tahu lagi cara keluar dari api yang mengelilingi rumah. "Jendela kamar samping, cepat!" Kek Sugi yang tadinya lemas, menjadi bertenaga agar bisa menyelamatkan diri dari bencana kebakaran. Hanya di kamar samping tidak memakai teralis dan mereka ada harapan bisa keluar dari sana. Api merembet cepat, ruang tengah tempat Kek Sugi tidur sudah dilalap api dengan begitu ganas.Kamar samping aman, keduanya berlari untuk keluar dari jendela. Namun, sangat disayangkan, kaitan jendela macet dan tidak bisa dibuka. "Dobrak cepat, Bira! Cepat!" Napas Kek Sugi mulai terengah-engah. Brak! Brak! Bira berhasil keluar lebih dahulu. Tangannya terulura untuk menyelamatkan Kek Sugi. Hap! Brak! "Argh!" B
Berdasarkan data GPS, pihak kepolisian berhasil menemukan posisi Bira berada. Mereka langsung meluncur ke lokasi tanpa menunggu nanti. Surat perintah penangkapan pun sudah dipegang oleh mereka, sehingga Bira tidak akan mungkin bisa berkelit. Bu Mega pasrah, saat ia dan Kinan malah digiring ke kantor polisi menggunakan mobil petugas. Rasa malu yang luar biasa membakar wajah Bu Mega sehingga ia tidak berani mengangkat wajahnya untuk menatap orang-orang lingkungan tempat tinggal Bira yang kini tengah menatapnya dengan penuh cemooh. "Pantesan Bang Bira nyuci sempak sendirian ya. Istrinya gak boleh nyuciin. Rupanya itu celana buat lap hasil anuan ya. Ih, jijik deh!""Pantesan Mbak Lunar kabur. Dia takut kena penyakit menular dari suaminya. Astaghfirullah, ngerinya manusia.""Kedok doang tukang pijet, aslinya malah dukun mesum." Bu Mega tidak sanggup mendengar cibiran dari tetangga. Ia lekas masuk ke dalam mobil sembari menulikan telinganya. Kinan yang tidak mengerti hanya bisa terdiam.
Bira benar-benar telah hilang akal. Ketakutan akan ditangkap oleh polisi membuatnya malah nekat mengguna-guna Haris dan istrinya. Apalagi menurut penuturan Kek Sugi. Energi Haris dan Lunar sangat dekat, itu pertanda keduanya sedang bersama. Membayangkan sang Istri yang dekat dengan Haris, tentu saja membuatnya marah dan juga kesal. Ponsel keduanya juga tidak aktif, sehingga amarahnya kian memuncak. Kek Sugi tidak bisa membantunya karena masih sakit. Kakek tua itu terkena penyakit lambung dan masih lemas untuk beraktivitas. Jangankan mengguna-guna orang, untuk ke kamar mandi saja, kakek tua itu tertatih. Untunglah Bira menumpang di sana, sehingga ada yang membantunya di rumah. "Kenapa gak bisa, Kek?" tanya Bira saat lagi-lagi ia gagal. Napasnya menjadi sesak karena ulahnya sendiri yang hendak mengirimkan santet pada Haris. "Susah, aku saja tidak bisa. Apalagi kamu yang tahunya cuma mijet. Selama ini istri kamu itu tidak curiga macam-macam karena aku bisa mengikatnya, tetapi sejak a
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments