Share

8. Bira yang Licik

last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-13 20:47:29

"Abang mau ke mana sudah mandi?" tanya Lunar saat melihat suaminya masuk ke kamar dalam keadaan memakai handuk saja dari pinggang sampai betis. 

"Hari ini Abang dapat panggilan pijat pejabat. Panggilan ke rumahnya. Lumayan, biasanya bayarannya gede. Kamu di rumah saja, Abang berangkat sama Mas Haris. Mas Haris mau wawancara kerja hari ini." Bira menyemprotkan parfum di seluruh tubuhnya, sebelum ia memakai baju kaus yang baru saja diambil di dalam lemari. Setelah kaus terpasang rapi, Bira pun memakai celana bahan berwarna hitam. Lunar hanya bisa memperhatikan tanpa rasa curiga sama sekali. 

"Jangan lupa minum obat, Abang berangkat ya." Bira mencium kening Lunar yang masih hangat. Ia nampak terburu-buru, karena mau mengantar kakaknya terlebih dahulu. Lunar turun dari tempat tidur ingin mengantar kepergian suaminya. Kakak iparnya sudah berpakaian rapi dengan kemeja hitam dengan bet kancing di pundak dan juga memiliki jantung di bagian depan. Celananya berwarna hitam juga, pas di tubuh atletis kakak iparnya itu. Mereka kakak adik yang sama persis, bagaikan kembar, padahal hanya kakak sepupu, tetapi karena sejak bayi sudah diurus oleh ibu dari suaminya, maka Mas Haris adalah sulung yang cukup disegani di keluarganya. 

Terakhir dinas di rumah mentri sebagai tenaga keamanan rumah tinggal. Jadi tidak heran dengan postur tubuhnya yang tingi besar layaknya aparat berbaju loreng. 

"Doakan wawancara saya berhasil ya, Nar, " ujar Haris yang sudah duduk di boncengan Bira, saat melihat adik iparnya itu sudah berdiri di depan pintu rumah. 

"Semangat." Luna tersenyum, lalu melambaikan tangan pada keduanya. Ia sungguh merasa jenuh dan bosan. Menonton acara TV tidak terlalu gemar, ngobrol ke rumah tetangga juga tidak hobi. Memasak sudah, menyapu tidak perlu karena rumah masih rapi. Cucian piring pun tidak ada, karena Haris sudah membantu mensucikan perabotan masak dan makan itu. 

Kring! Kring! 

Sering ponsel begitu nyaring hingga terdengar sampai ke dapur. Lunar bergegas melihat siapa yang meneleponnya. Citra. 

"Halo, assalamu'alaikum, ya Mbak Citra."

"Wa'alaykumussalam, Lunar, kamu di mana?"

"Di rumah, Mbak, kenapa?"

"Ada Bira gak?" 

"Udah berangkat, ada pasien yang minta Bang Bira ke rumahnya. Tulang pijat panggilan gitu."

"Oh, ya sudah, bagikan saya alamat kliniknya. Mas Budi kemarin jatuh dari motor, udah dibawa ke tukang urut, malah sekarang gak bisa jalan. Makanya Mbak mau bawa Mas Budi ke Bira saja. Ada saudara bisa mijat, kenapa harus pijat di tempat orang lain, jadinya ga bisa jalan deh tuh."

"Baik, Mbak, nanti saya kirimkan alamat klinik Bang Bira. Bukanya sore ya, Mbak. Jam empat, tapi biasanya antre. Jadi sebelum jam empat, Mbak sudah ada di sana."

"Oke, terima kasih, Lunar. Mbak tunggu alamatnya ya."

Lunar langsung mengirimkan pesan berupa alamat klinik suaminya yang sampai saat ini belum pernah ia kunjungi. Dari klinik pertama sampai ini klinik kedua karena pindahan dari yang lama, ia belum pernah ke sana. Kalau kata Bira, jika tidak terlalu urgen, gak boleh ke klinik karena pantangannya seperti itu. 

Citra adalah sepupu yang sebenarnya berusia masih sangat muda. Mungkin dua puluh tiga tahun, hanya saja karena ayahnya adalah abang dari bapaknya Lunar, sehingga Lunar menghormatinya dengan memanggil Mbak. Usia Luna sendiri memasuki dua puluh delapan tahun, sedangkan Bira tiga puluh satu tahun. 

Karena bukan dalam jam kerja klinik, Lunar memberitahu suaminya bahwa Mbak Citra akan ke klinik untuk memijat suaminya yang berumur. Ya, Citra menikahi suami orang dan dijadikan istri kedua. 

Pesannya tidak langsung dibalas oleh suaminya karena Bira sedang sibuk. Ya, sibuk melakukan praktek asusila pada pasien wanita bernama Neli di klinik pijatnya. 

***

Bira merasa senang karena Neli, sang Janda kembang sudah berhasil ia berikan obat tidur tanpa sepengetahuan wanita itu. Tidak mungkin ia menuntaskan hasratnya jika pasiennya dalam keadaan sadar, karena bisa saja mereka menolak. Kalau sekedar pijat kaki, tangan, dan pundak, rata-rata pasien wanitanya masih menerima, tetapi jika lebih dari itu, tidak semuanya nekat ia tawarkan pijatan yang lebih berani. 

Bira sampai menggigit bibirnya karena gemas dengan tubuh setengah polos pasiennya. Ia pun memulai aksi nakal yang hanya ia saja yang tahu. Bu Dasmi asisten pendaftaran saja tidak pernah tahu apa yang dilakukan Bira di dalam ruangannya sambil menyetel musik relaksasi itu. 

Tuntas dengan keinginannya. Bira kembali memakaikan baju Neli. Sebelumnya ia mengoleskan minyak urut pada kaki, tangan, dan juga pundak wanita itu. Ia pun tidak lupa untuk memasukkan bungkus kontrasepsi yang baru saja ia pakai ke dalam plastik hitam. Saat pulang nanti malam, barulah ia membuangnya di jalanan. Bira membiarkan selama satu jam rasa lelahnya menghilang, barulah ia membangunkan pasiennya. 

"Neli, bangun! Pijatnya sudah selesai." Bira berbisik sambil menyentuh pundak wanita itu yang sudah ia pakaikan bajunya. 

Dengan malas dan kelopak mata yang masih sangat berat, pasien itu pun mencoba bergerak dengan menggeser kaki dan juga menggerakkan tangannya. 

"Eh, sudah selesai ya, Bang. Maaf ya, saya sampai ketiduran," ujar Wanita itu merasa tidak enak hati. 

"Gak papa, banyak kok pasien yang dipijat saya, langsung pules, karena memang benar-benar enak katanya. Ini, silakan diminum ya." Bira memberikan obat yang sudah ia hancurkan dan ia beri sedikit madu. 

Neli memicingkan matanya saat merasakan obat yang masuk ke dalam mulutnya amat pahit. Namun harus ia telan demi kesembuhannya dan mengembalikan cinta suaminya padanya. 

"Terima kasih Bang Bira sudah mau menolong saya. Ini uangnya!" Neli meletakkan uang seratus ribu di dalam box yang ada di meja Bira. 

"Sama-sama Mbak Neli. Ingat, ini baru satu kali pijatan ya. Harus lima kali baru ampuh untuk menaklukan suami. Jangan lupa gerakan wajib yang harus Mbak Neli lakukan di rumah ya." Wanita itu mengangguk paham, lalu pergi keluar dari ruangan Bira. 

Lelaki itu tertawa puas tanpa suara. Gerakan yang ia minta adalah gerakan kegel yang sangat berguna untuk otot kewanitaan. Pijat di tempatnya hanya sebagai pemanis saja karena ia memanfaatkan kepolosan wanita, terutama wanita yang diabaikan urusan ranjangnya oleh suami. 

Tubuhnya yang lengket, membuatnya masuk ke kamar mandi untuk mandi. Ia akan tidur di klinik sampai menunggu waktu sore tiba. Sebelum benar-benar, tidur, Bira memeriksa laci obat. Semua obat yang biasa ia butuhkan ada, hanya saja ada obat yang baru kemarin ia beli sebanyak dua pack, tetapi tidak ada. 

Bira mencarinya ke seluruh sudut ruangan, tetapi ia tidak menemukannya. Jika ada obat yang tercecer, sudah pasti Bu Dari beritahukan padanya. Lalu ke mana obat yang belum sempat ia racik tersebut. 

***

Sementara itu, Lunar terbangun saat ada suara kurir paket di depan rumahnya. Ia bangun dan mengambil uang lima puluh ribu rupiah untuk membayar paket COD tersebut. 

"Paket!" Seru suara kurir itu lagi. 

"Bentar, Mas, saya ambil dulu duitnya!" Jawab Lunar sambil berteriak. Tidak ada yang lima puluh ribuan di dompetnya. Hanya ada seratus ribuan tiga lembar dan dua puluh ribu satu lembar. 

Srak!

"Apa ini"? Gumam Lunar saat tanpa sengaja ia menjatuhkan plastik hitam kecil dari balik lipatan baju. Lunar membuka bungkusan itu dengan penasaran. Matanya terbelalak saat mengetahui isi plastik hitam itu adalah pil KB. 

"Pil KB? Pil KB siapa?" jantungnya mendadak berdetak begitu cepat. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Khoirun Nida
bagai mana cara mendapat koin agar bisa membaca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   32. Kejutan

    "I-ini m-maksudnya.... " Lunar merasa napasnya sesak. Kenapa tiba-tiba Haris melamarnya tanpa bilang apapun?"Mau loh ya, masa gak mau." Haris memasang wajah cemberut."Sebelum kamu pulang kampung, saya ikat dulu, biar di sana gak disamber berondong. Tiga bulan lagi, setelah masa iddah kamu selesai, kita akan menikah. Bagaimana, Pak Rahmat, saya bolehkan menjadi menantu Bapak?""Bapak sih gimana Lunar saja." Pak Rahmat mencolek pipi putrinya yang merona."Lunar, itu dijawab pertanyaan Haris, diterima gak?" Pak Rahmat mendesak putrinya.Lunar sudah meneteskan air mata penuh haru. Tanpa banyak drama babibu, dengan beraninya Haris melamar dirinya di depan bapaknya. Ia juga pantas bahagia setelah begitu dikecewakan oleh Bira."Lunar," panggil Haris. Wanita itu mengangkat wajahnya, lalu dengan mata berkabut menatap Haris sambil mengangguk perlahan."Alhamdulillah." Pria itu pun dengan cepat meraih tangan Lunar untuk memasangkan cincin bermata satu di jari manis Lunar. Dengan penuh hikmat,

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   31. Happy

    Hari ini adalah hari yang sudah sangat lama dinantikan oleh Lunar. Tiga bulan berlalu sejak Bira ditetapkan sebagai tersangka dan tengah menjalani proses sidang dan hari ini adalah sidang putusan pengadilan atas gugatan cerainya pada Bira. Ditemani oleh ayahnya, Lunar pergi ke tempat yang membuatnya bertekad untuk tidak akan mengunjungi tempat seperti ini lagi. Cukup satu kali ia ke pengadilan agama untuk urusan perceraian. Selama tiga bulan ini juga ia ngekos di tempat Harus, tetapi sudah mendapatkan kamar di kos putri. Haris benar-benar memberikannya uang untuk memasak karena sarapan, makan siang, dan Haris juga membawa bekal makan malam masakan Lunar ke tempat ia bekerja. Mereka hanya tidak tinggal satu atap saja, tetapi perhatian Haris dan baiknya sikap Haris, seperti mereka memiliki hubungan spesial. "Jadi pulang nanti sore? Yakin?" kata Pak Rahmat pada putrinya. "Yakin, Pak, kenapa memangnya?" tanya Lunar bingung. Pak Rahmat tertawa pendek sambil mengusap rambut Lunar dengan

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   30. Perpisahan

    Lunar pergi ke rumah sakit ditemani oleh Haris. Sepanjang jalan di taksi online, Lunar sama sekali tidak banyak bicara. Mulutnya bungkam bukan karena marah dengan godaan Haris tadi, tetapi khawatir dengan Bira. Bagaimanapun marah dan kesalnya ia pada suaminya, Bira pernah menjadi lelaki terbaik di hidupnya. Ada yang bilang, jika kita membenci, membencinya secukupnya. "Apa yang kamu pikirkan, Lunar? Wajah kamu tegang sekali," tanya Haris penasaran. Meskipun ia tahu jawaban Lunar tentu saja memikirkan suaminya yang katanya mengalami luka bakar. "Memikirkan Bang Bira. Saya khawatir lemah dengan orang yang tengah sakit. Jika ia membujuk saya untuk berbaikan dan meminta maaf, bagaimana?" Haris tersenyum miris. "Kamu akan susah seumur hidup, Lunar. Ingat, ada tiga wanita yang hamil oleh Bira, sedangkan kamu belum hamil sama sekali. Apa kamu siap kembali bersama pria yang kemaluannya tidak bisa ia jaga? Menanam benih di sana-sini tanpa memikirkan bagaimana istrinya. Beda jika Bira masih s

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   29. Kebakaran

    "Tolong! Tolong!" Bira berteriak sekuat tenaga. Ia masih berharap ada mukjizat dari Tuhan yang bisa menyelamatkannya dan Kek Sugi.Api kian membesar. Bira berusaha menyelamatkan Kek Sugi dengan memapahnya keluar dari pintu depan. Brak! Asbes rumah jatuh tepat di depan mereka. Bira terjebak dan tidak tahu lagi cara keluar dari api yang mengelilingi rumah. "Jendela kamar samping, cepat!" Kek Sugi yang tadinya lemas, menjadi bertenaga agar bisa menyelamatkan diri dari bencana kebakaran. Hanya di kamar samping tidak memakai teralis dan mereka ada harapan bisa keluar dari sana. Api merembet cepat, ruang tengah tempat Kek Sugi tidur sudah dilalap api dengan begitu ganas.Kamar samping aman, keduanya berlari untuk keluar dari jendela. Namun, sangat disayangkan, kaitan jendela macet dan tidak bisa dibuka. "Dobrak cepat, Bira! Cepat!" Napas Kek Sugi mulai terengah-engah. Brak! Brak! Bira berhasil keluar lebih dahulu. Tangannya terulura untuk menyelamatkan Kek Sugi. Hap! Brak! "Argh!" B

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   28. Karma

    Berdasarkan data GPS, pihak kepolisian berhasil menemukan posisi Bira berada. Mereka langsung meluncur ke lokasi tanpa menunggu nanti. Surat perintah penangkapan pun sudah dipegang oleh mereka, sehingga Bira tidak akan mungkin bisa berkelit. Bu Mega pasrah, saat ia dan Kinan malah digiring ke kantor polisi menggunakan mobil petugas. Rasa malu yang luar biasa membakar wajah Bu Mega sehingga ia tidak berani mengangkat wajahnya untuk menatap orang-orang lingkungan tempat tinggal Bira yang kini tengah menatapnya dengan penuh cemooh. "Pantesan Bang Bira nyuci sempak sendirian ya. Istrinya gak boleh nyuciin. Rupanya itu celana buat lap hasil anuan ya. Ih, jijik deh!""Pantesan Mbak Lunar kabur. Dia takut kena penyakit menular dari suaminya. Astaghfirullah, ngerinya manusia.""Kedok doang tukang pijet, aslinya malah dukun mesum." Bu Mega tidak sanggup mendengar cibiran dari tetangga. Ia lekas masuk ke dalam mobil sembari menulikan telinganya. Kinan yang tidak mengerti hanya bisa terdiam.

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   27. Guna-guna

    Bira benar-benar telah hilang akal. Ketakutan akan ditangkap oleh polisi membuatnya malah nekat mengguna-guna Haris dan istrinya. Apalagi menurut penuturan Kek Sugi. Energi Haris dan Lunar sangat dekat, itu pertanda keduanya sedang bersama. Membayangkan sang Istri yang dekat dengan Haris, tentu saja membuatnya marah dan juga kesal. Ponsel keduanya juga tidak aktif, sehingga amarahnya kian memuncak. Kek Sugi tidak bisa membantunya karena masih sakit. Kakek tua itu terkena penyakit lambung dan masih lemas untuk beraktivitas. Jangankan mengguna-guna orang, untuk ke kamar mandi saja, kakek tua itu tertatih. Untunglah Bira menumpang di sana, sehingga ada yang membantunya di rumah. "Kenapa gak bisa, Kek?" tanya Bira saat lagi-lagi ia gagal. Napasnya menjadi sesak karena ulahnya sendiri yang hendak mengirimkan santet pada Haris. "Susah, aku saja tidak bisa. Apalagi kamu yang tahunya cuma mijet. Selama ini istri kamu itu tidak curiga macam-macam karena aku bisa mengikatnya, tetapi sejak a

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status