Mau tidak mau Damar bergegas ke rumah orang tuanya. Peringatan yang diberikan oleh mamanya melalui telepon barusan membuat pria itu tidak tenang dan terpaksa harus meninggalkan rela di rumah sakit sendiri. Sebelum pergi Damar menitipkan Lela pada perawat jaga yang sudah sangat mengenalnya.
Menjadi pasien di rumah sakit itu Lela akhirnya dikenal oleh para dokter dan perawat yang sering menanganinya. Itulah sebabnya Damar selalu bisa menyembunyikan rahasianya selama ini. Dengan kecepatan tinggi Damar mengendarai mobilnya menuju ke rumah kedua orang tuanya.Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 malam saat lelaki itu memasuki rumah mewah milik kedua orang tuanya. Rupanya wanita yang melahirkannya ke dunia ini 30 tahun yang lalu sudah menunggu di ruang tamu."Ada apa, Ma kenapa malam-malam begini menyuruhku datang ke sini?" tanya Damar sembari mencium tangan mamanya.Wanita berusia 50 tahun itu memasang wajah garang. Tatapannya pada Damar terlihat sangat tidak bersahabat."Bagaimana Tiara bisa tahu?" Tanpa basa-basi wanita paruh baya itu langsung ke pokok permasalahan.Damar sudah menduga masalah ini akan langsung sampai ke telinga orang tuanya. Tidak heran bagi Damar jika mamanya langsung tahu bahkan tidak sampai menunggu satu hari. Wanita yang duduk di hadapannya ini bukanlah wanita sembarangan. Dia memiliki koneksi yang cukup luas sehingga mudah baginya untuk mendapatkan informasi apapun dalam waktu cepat."Kenapa diam saja? Kamu memberitahu Tiara kalau kamu juga memiliki istri lain?" tanya mamanya Damar tegas."Tidak, Ma. Tadinya Damar pamit akan keluar kota untuk perjalanan bisnis. Namun entah mengapa tiba-tiba Tiara sudah ada di rumah sakit dan memergoki aku berada di sana menunggu Lela.""Dan kamu jujur padanya?" Wanita yang memiliki aura bangsawan itu menatap tajam putranya. "Sudah berapa kali mama katakan ceraikan istrimu yang penyakitan itu dan fokus pada Tiara!"Damar terkesiap. Meskipun mamanya selalu menyalahkan Lela karena tidak mampu memberikan keturunan, tapi Damar tidak habis pikir mamanya bisa berbicara sekejam itu. Lela sedang sekarat di rumah sakit dan Mamanya memintanya untuk menceraikan wanita itu. Sungguh di luar nalar manusia. Namanya seperti tidak memiliki hati sama sekali."Ma! Lela sedang sakit. Dia sedang bertaruh nyawa di rumah sakit sekarang, Ma. Mama tega mencampakkan menantu Mama sendiri dalam kondisi seperti ini?" Kedua mata Damar berkaca-kaca.Sungguh selama ini Damar selalu menghormati mamanya melebihi apapun. Dia juga menerima ketika mamanya menjodohkan dengan Tiara. Itu semua dia lakukan demi menuruti keinginan mamanya yang ingin memiliki cucu segera. Sebenarnya Damar tidak tega menduakan Lela. Namun karena wanita itu juga mendorong dirinya untuk menerima perjodohan itu akhirnya Damar menikah juga dengan Tiara.Tak butuh waktu lama bagi Damar untuk bisa mencintai Tiara sebesar cintanya pada Lela. Pasalnya Tiara memang sangat lembut dan penuh kasih. Istri keduanya itu tidak pernah meminta sesuatu di luar kemampuannya. Bahkan dia rela meninggalkan pekerjaannya yang sedang berada di puncak karir demi memberikan keturunan padanya."Makanya itu ceraikan dia. Kamu hanya akan membebani hidupmu sendiri jika kamu mempertahankan wanita penyakitan itu. Kamu lihat sendiri kan Tiara akhirnya pergi dari hidupmu setelah tahu ada wanita lain di hatimu? Apa kamu sudah siap kehilangan Tiara dan putrinya?" Mama Wina menantang putranya."Damar tidak akan mencerahkan siapapun dan tidak akan kehilangan siapapun, Ma. Mereka berdua sama-sama istri Damar. Damar memiliki tanggung jawab yang sama terhadap keduanya."Gambar menyandarkan punggungnya sembari menengadah ke atas. Tangannya memijat pelipis yang berdenyut nyeri akibat banyak pikiran. Sudah selarut ini seharusnya dia bisa tidur untuk mengistirahatkan tubuh dan otaknya. Namun mamanya justru mengajak dirinya berdebat."Kamu yakin sekali Tiara tidak akan pergi darimu? Bahkan sekarang Tiara sudah pergi dari rumah," ujar Mama Wina tenang.Tentu saja Mama Wina tahu kalau Tiara pergi dari rumah Karena dia sudah membayar seorang mata-mata yang dipekerjakan di rumah putranya itu. Apapun yang terjadi dalam rumah tangga damar dan Tiara pasti Mama Wina akan mengetahuinya lebih dulu."Tiara pergi hanya untuk menenangkan diri, Ma. Damar yakin nanti pasti akan kembali lagi.""Percaya diri sekali kamu, Mar. Terserah kamu. Jangan sampai menyesal suatu saat nanti." Mama Wina bangkit dan meninggalkan Damar sendirian.Lelaki itu menjambak rambutnya frustasi. Meskipun dia menyangkal ucapan mamanya, dalam hati ia tetap membenarkan. Ia takut Tiara benar-benar pergi dari hidupnya. Ia tak mau kehilangan istri dan anaknya. Sosok yang dua tahun ini membuat hidupnya lebih berwarna.***Sudah tiga hari sejak rahasia Damar terbongkar. Sejak itu pula Tiara pergi dari rumah. Beruntung dia memiliki sahabat yang begitu baik sehingga tidak merasa terpuruk sendirian.Selama tiga hari itu dia tinggal di apartemen Dina yang kosong. Tiara tidak pernah keluar karena tak mau mengambil resiko bertemu dengan Damar. Untuk segala kebutuhannya, dia dibantu oleh Dina.Wanita itu benar-benar menyesal karena melepaskan pekerjaannya dulu. Andai dia masih bekerja, dia tak harus bergantung pada suaminya. Atau mungkin memang Damar sengaja membuatnya tergantung pada dirinya."Ra, kamu yakin nggak mau pulang? Sudah tiga hari kamu pergi dari rumah tanpa pamit loh. Apa kamu tidak takut dilaknat malaikat karena pergi dari rumah tanpa izin suami?" Dina berbicara hati-hati pada sahabatnya.Wanita yang masih betah melajang di usianya yang sudah memasuki 27 tahun itu terpaksa ikut tinggal di apartemen menemani sahabatnya."Kenapa kamu terus membela pengkhianat itu, Din? Sebenarnya kamu itu temanku atau temannya, sih?" Tiara mengerucutkan bibirnya.Sembari mengawasi putrinya yang bermain boneka, Tiara merajut sebuah jaket kecil untuk buah hatinya itu. Musim hujan begini, cuaca ikut dingin sehingga putrinya butuh baju hangat."Aku bukan membela siapapun, Ra. Tapi aku nggak mau sahabatku mengambil jalan yang salah hanya karena kecewa. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, Ra. Justru dengan kabur begini, masalahmu akan semakin rumit."Tiara menghentikan aktivitasnya lalu menatap Dina dengan tatapan terluka. "Lalu aku harus bagaimana, Din? Menerima kenyataan dengan senang hati?" Tiara mengusap pipinya kasar karena air mata kembali membanjirinya."Kamu nggak ngrasain jadi aku, Din. Bayangkan suami yang begitu lembut dan terlihat sempurna ternyata seorang pembohong! Dia punya istri lain dan aku tidak tahu sama sekali, Din. Di sini!" Tiara menunjuk dada kirinya. "Di sini rasanya sakit sekali, Din!"Tiara meletakan rajutannya yang baru setengah jadi ke meja lalu menangkupkam kedua telapak tangan di wajahnya. Punggung wanita itu tampak terguncang. Dina meraih tubuh sahabatnya ke dalam pelukannya. Mengelus punggungnya dengan lembut."Aku tahu kamu pasti kecewa, Ra. Tapi nggak ada salahnya kalau kamu beri Damar kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Setelah tahu alasannya, terserah kamu mau melanjutkan pernikahan ini atau memilih menyerah. Jangan sampai kamu menyesal karena mengambil keputusan dengan tergesa-gesa."Tiara merenungkan kata-kata sahabatnya. Haruskah dia memberi kesempatan itu?"Kamu lihat Ara? Dia masih butuh sosok ayah, Ra. Apa kamu tega membuatnya kehilangan figur ayah?"Tiara berdiri dan mengambil Ara lalu mendaratkan ciuman bertubi-tubi. Perasaannya campur aduk sekarang. "Ara masih kecil, tidak sulit membuatnya lupa siapa ayahnya!""Tiara! Hati-hati kalau bicara!"Tiara menatap sahabatnya dengan tatapan sendu. Lalu beralih pada buah hatinya yang mengerjap-ngerjap lucu. Ia peluk Ara erat-erat dalam dekapannya, berharap semua rasa sakit yang ia rasa sekarang terobati."Tiara, aku bukannya mau bela siapa-siapa. Aku juga nggak ada niat mengusirmu dari sini. Aku senang bisa membantumu. Tapi ... aku juga nggak mau melihatmu seperti ini. Aku yakin kamu paham seorang wanita bersuami tidak boleh keluar rumah tanpa izin. Apa tidak sebaik-""Aku tahu!" sahut Tiara cepat. Aku ... akan pulang," putus Tiara akhirnya. Setelah memikirkan masalah yang membeli rumah tangganya selama beberapa hari ini akhirnya Tiara memutuskan untuk pulang sementara demi anaknya. Dia masih butuh klarifikasi dari suamiya. Meski dalam hati merasa kecewa tapi Tiara tidak mau hawa nafsunya menang.Tiara bukanlah wanita yang tidak paham hukum syariat sama sekali. Bahkan orang tuanya senantiasa menasehatinya agar tidak mempertirutkan hawa nafsu. Dina tersenyum mendengar jawaban sahab
Tiara memasuki rumah yang selama ini ia tinggali bersama Damar. Lelaki yang selalu memperlakukan dirinya bak ratu sekaligus menorehkan luka mendalam karena memiliki wanita lain dalam hidupnya. Menghela nafas panjang, Tiara memindai seluruh ruangan yang penuh kenangan. Tak terasa air mata mengalir membasahi pipi. Setiap sudut ruangan ini menyimpan banyak kenangan. Entah apa yang terjadi selanjutnya dalam hidup Tiara. Mampukah dia menjalani kehidupan rumah tangga seperti ini? Sekali lagi Tiara menarik nafas panjang. Mengisi paru-parunya dengan udara sebanyak-banyaknya agar sesak yang menghimpit dada perlahan memudar. Sentuhan lembut dari tangan mungil Ara membuat wanita itu tersadar. Dalam sedihnya, ia mengulas senyum untuk sang buah hati tercinta. Dia tak mau putri kecilnya yang masih kecil ikut merasakan kesedihan yang ia rasa. "Ibu sudah pulang? Rumah ini sangat sepi tanpa Ibu," ucap Marni, ART yang mengurusi seluruh kebersihan rumah ini. "Bibik, apa Bapak pernah pulang selama sa
Setelah salat subuh Tiara menyibukkan diri di dapur. Meskipun dia sedang tak ingin berbicara dengan suaminya tapi wanita itu tetap berusaha untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang istri. Yang membuat sarapan kesukaan suami dan anaknya. Setelah semalaman berpikir Tiara memutuskan untuk mencoba menjalani kehidupan ini lebih dulu. Jika dia kuat bertahan maka dia akan terus berada di sisi suaminya tapi jika dia sudah nggak kuat maka dia akan memilih untuk menyerah. Menu sarapan pagi sudah terhidang di atas meja makan. Damar tersenyum senang melihat sang istri sudah kembali menjalankan rutinitasnya. Rumah yang beberapa hari ini terasa begitu sunyi tanpa kehadiran Tiara sekarang mulai terasa hangat karena wanita yang menjadi ratu di rumah itu sudah kembali. Damar menatap punggung Tiara dengan perasaan tak menentu. berbagai rasa bercampur aduk di dalam hatinya saat ini. Ingin mendekat tapi ada rasa segan setelah sang istri mengetahui rahasianya. Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya
Dalam kebimbangan, Damar melirik sang istri yang tampak acuh tak acuh. Sesuai perjanjian dengan Lela bahwa dia tak akan menghubungi Damar jika posisi suaminya itu sedang bersama Tiara. Namun telepon ini membuat lelaki itu berada di persimpangan jalan. Di satu sisi dia ingin meyakinkan Tiara kalau dirinya mampu bersikap adil pada dua istrinya. Namun di sisi lain ada kekhawatiran kalau-kalau terjadi sesuatu pada Lela. Pasalnya wanita itu tidak akan pernah berani menghubungi dirinya jika sedang bersama dengan Tiara. Cukup lama ponsel Damar menjerit-jerit minta diangkat. Namun pria itu tetap bergeming karena tak ingin kepercayaan Tiara padanya semakin hilang. "Kenapa nggak diangkat, Mas? Bagaimana kalau istri tercintamu sedang membutuhkan kamu saat ini?" sarkas Tiara.Sungguh Damar sempat terkesiap dengan cara Tiara bertutur yang mulai berubah. Namun pikirannya ia tepis jauh-jauh karena ia yakin perubahan Tiara karena kecewa. Ya, dia tahu pasti kalau wanita yang mengisi sebagian ruang
Kini penyakit Lela sudah demikian parah. Kanker rahim yang dideritanya sudah menggerogoti tubuh. Menyebar ke organ-organ lain bahkan sampai ke paru-paru. Kemoterapi yang dia jalani tidak menyembuhkan sama sekali, hanya menghambat penyebaran agar tidak semakin meluas. Tubuh wanita itu juga semakin kurus karena makanan yang masuk ke dalam lambung terus menerus dimuntahkan kembali. Efek kemoterapi dan radiasi membuat rambutnya rontok hingga tak tersisa. Namun ketegaran dan keikhlasannya dalam menerima takdir ini sangat luar biasa. Bahkan dia masih terlihat kuat meski suaminya tak lagi fokus pada dirinya karena ada wanita lain yang harus diberi waktu dan perhatian yang sama. Bahkan porsinya bmlebih banyak dengan wanita yang berstatus madunya itu lantaran ada anak yang selama ini sangat didambakan oleh sang suami dan mertuanya. Jika ditanya kenapa Lela begitu iklhas berbagi suami dengan wanita lain yang lebih muda dan cantik, jawabnya karena dia sadar diri. Sebagai wanita dia sudah tak b
"Nizam?" Damar menoleh pada sosok yang telah membuatnya kaget."Mar, kamu ngapain di sini?" Pria yang dipanggil Nizam itu celingukan seperti mencari seseorang. "Istriku di ruang ICU," jawab Damar lirih. Gurat kesedihan tampak begitu nyata di wajahnya. Nizam membelalakan kedua matanya mendengar jawaban dari teman sekantornya ini. Nizam adalah satu-satunya teman yang tahu dengan kondisi rumah tangga Damar. Sejak awal Nizam sudah mengingatkan pada Damar untuk berpikir ulang sebelum mengambil jalan poligami. Pilihan yang diberikan oleh ibunya yang tak bisa untuk dibantah.Istri yang mana? Lela atau Tiara?" tanya Nizam. "Lela. Sel kankernya sudah menyebar ke paru-paru. Kesadarannya mulai menurun hingga 50 persen kata dokter." Damar mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Nizam menepuk pundak Damar pelan seperti telah memberi dukungan. Meski dia belum menikah, tapi Nizam tahu bagaimana sedihnya melihat orang yang dicintai sakit. "Sudah berapa hari dia di ICU?" "Baru tadi. Tapi sudah
Lelah menangis Tiara mengambil air wudhu lalu menjalankan salat. Mengadukan semua keluh kesah pada sang pemilik jiwa jauh lebih menenangkan daripada membuang-buang air untuk merutuki nasib. Tanpa terasa malah menggulung siang, Tiara menunggu sang suami memberi kabar. Sejak kepergiannya yang buru-buru Tiara sempat berpikir bahwa suaminya akan menyesali kebohongan yang telah dia buat. Namun nyatanya hingga saat ini pria yang sudah berkah tadi hatinya itu tidak ada kabar sedikitpun. Damar seolah lupa kalau dirinya masih memiliki hutang penjelasan pada Tiara. Atau mungkin kini kehadiran Tiara sudah tak berarti lagi baginya?Tiara mencoba untuk menenangkan pikirannya dengan melantunkan ayat-ayat suci Alquran. Semakin ia memikirkan nasib rumah tangganya semakin sakit hati dibuatnya. Laki-laki yang selama ini selalu membuatnya seperti ratu ternyata memiliki wanita lain yang disembunyikan. Mengingat hal itu hati Tiara kembali tercabik-cabik. Setelah menidurkan Putri kecilnya Tiara duduk di ru
"Sayang," panggil Damar. Jika dulu hatinya bergetar setiap kali mendengar panggilan sayang itu meluncur dari bibir suaminya, sekarang Tiara justru semakin muak. Panggilan itu mengingatkan dia pada wanita lain yang juga berstatus istri bagi Damar. Hingga saat ini Tiara masih belum berminat untuk bertanya alasan suamiya menikah lagi. Hatinya terlalu sakit untuk menerima kenyataan.Damar berjalan mendekat lalu duduk di samping sang istri. Membawa tubuh Tiara yang terlihat semakin kurus ke dalam dekapannya. Tak ada penolakan juga tak ada reaksi apapun dari Tiara. Wanita itu bergeming saat suaminya sengaja memeluk dengan erat. "Maafkan Mas. Semua ini terjadi karena sudah takdir." Damar berbicara dengan lembut sembari mengelus punggung sang istri lembut. "Takdir kamu bilang, Mas? Apa saat mau menikah lagi kamu tidak bisa memilih? Jangan berbicara takdir hanya untuk menutupi kebohonganmu, Mas!" teriak Tiara dalam hati. Andai Tiara biasa berteriak di hadapan suaminya saat ini. Mengeluarka