แชร์

Bab 5 Hamil

ผู้เขียน: Nona Enci
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-08-15 23:13:19

Tiba saatnya di mana Ken berhadapan langsung dengan sang Kakek. Selepas kejadian di perusahaan tadi, ia terpaksa menemui si pria tua itu yang selalu saja memaksanya untuk menikah.

"Gimana, Ken? Kapan kamu bawa perempuan itu ke rumah?" tanya sang Kakek sudah seperti menuntut saja.

Ken yang duduk di sofa ruang tamu itu langsung menarik napas panjang. Andai Jenna tidak asal bicara di depan Naomi, pasti si cerewet Naomi tidak akan mengadu seperti ini.

"Itu cuma salah paham, Kek," jawab Ken memandang serius sang Kakek.

"Salah paham gimana? Naomi bilang perempuan itu sedang hamil. Kamu jangan lari dari tanggung jawab, Ken," ucapnya dengan tegas.

Pria itu memejamkan matanya sebentar. "Ken nggak bohong. Itu cuma salah paham. Perempuan yang Naomi bilang—"

"Cukup. Kakek nggak mau dengar alasan kamu." Sorot matanya berubah menjadi lebih tajam. "Segera bawa perempuan itu ke hadapan Kakek atau Kakek sendiri yang datangin dia."

"Kalau bener perempuan itu hamil, Kakek sendiri yang akan mengurus pernikahan kalian," tegasnya seperti ancaman.

Jelas Ken tidak bisa berkutik sama sekali. Ia bahkan membuang wajahnya ke arah lain karena berdebat dengan pria tua itu tidak akan ada habisnya.

Lantas, Ken berdiri dari tempat duduknya, merapikan jas yang ia pakai dan menatap Kakeknya dengan senyum yang tampak dibuat-buat.

"Ken pamit pulang dulu, Kek."

Pria tua itu langsung mencegah. "Eh, tunggu dulu! Sekarang kamu tinggal di mana? Kenapa apartemen kosong?"

"Berikan alamat tempat tinggal kamu itu ke Kakek," paksa pria itu sampai berdiri tegak menatap cucunya tajam.

Tidak ingin menjawab, Ken hanya mampu tersenyum dan menunduk sebagai tanda penghormatan, kemudian melangkah pergi dari rumah gedong tersebut. Mengabaikan sang Kakek yang murka di belakang sana.

Selang beberapa menit, akhirnya ia sampai di rumahnya.

"Kak Ken!" teriak bocah SMP kala ia melihat mobil yang tidak asing masuk ke dalam rumah besar di depannya.

Gina menatap Zio sebentar. "Itu mobilnya Kak Ken, Zio."

"Mobil abang kamu? Bang Ken?" tanya Zio memastikan.

Gina mengangguk semangat. "Iya. Tapi kenapa dia masuk ke rumah itu?"

"Mau lihat?" ajak Zio.

Alhasil kedua bocah ingusan itu menyeberangi jalan dan tampak terdiam sebentar di depan rumah.

"Beneran yang tadi itu abang kamu, Gina?" tanya Zio kembali memastikan.

"Iya. Aku hapal plat mobilnya."

Zio kemudian menatap pagar rumah itu dengan pandangan bingung. "Gimana cara kita masuk ke dalam? Pagarnya tinggi. Aku nggak mungkin manjat. Nanti disangka maling."

Gina mulai berpikir jernih. Tidak mungkin rumah segede ini tidak memiliki bel bukan? Ia pun mencari dan akhirnya ketemu.

"Itu ada bel. Pencet aja, Zio!" kata Gina terlalu semangat.

Tiga kali bel berbunyi, tetapi si pemilik rumah tidak kunjung keluar.

"Satpamnya ke mana, perasaan tadi bukain gerbang?" tanya Gina keheranan.

Zio menoleh pada Gina. "Udah. Mending kita balik ke rumahku aja. Nggak mungkin abang kamu tinggal di sini, Gina."

Anak itu terdiam sejenak. Masa iya salah lihat? Jelas mobil tinggi gagah itu mirip sekali dengan punya sang Kakak.

Akhirnya Gina menyerah dan keduanya kembali ke rumah dengan tujuan utama, yaitu kerja kelompok.

Saat ini Jenna sudah berada di rumah. Ia berada di dapur membantu sang Ibu mengangkat kue dari open.

"Tumben bikin kue banyak banget, Bu?" tanya Jenna.

"Buat temennya Zio yang lagi kerja kelompok."

Rani pun memisahkan satu kotak kue dan dibungkus rapi di dalam box. "Yang ini buat Ken. Nanti kamu kasih ke dia, ya."

"Bu—nggak usahlah ngasih-ngasih ke tetangga sana. Dia itu nggak suka kue," celetuk Jenna asal.

"Kata siapa? Tadi pagi Ken bilang dia suka sama kue buatan Ibu yang kamu kasih kemarin."

Wanita itu melirik tajam Jenna. "Nggak usah banyak alasan, Jenna. Masih untung Ibu baik supaya kamu bisa cepat pindah ke perusahaan Ken."

"Bu ...," protes Jenna dengan cepat.

"Udah sana pergi. Sekalian bawain kue itu ke ruang tamu buat temannya Zio," perintah Rani tidak bisa diganggu gugat.

Dengan gontai ia berjalan dan memenuhi perintah Kanjeng Ratu.

"Makasih Kak Jenna," ucap Gina dengan sopan. Hal itu hanya dibalas dehaman dan senyum kecil oleh Jenna.

Zio langsung bertanya pada sang Ibu yang barusan lewat. "Bu, Kak Jenna mau ke mana?"

"Antar kue ke rumah depan."

Gina langsung ternotis. "Zio ayo ikutin!"

"Ke mana?"

"Itu. Kakak kamu. Dia mau ke rumah abang aku."

Ternyata Gina masih kekeh. Zio hanya bisa pasrah dan mengangguk pelan. Kedua bocah itu kemudian mengikuti Jenna dari belakang.

Sedangkan Jenna, ia sengaja memperlambat langkah kaki, rasanya seribu tahun pun tidak masalah asalkan ia tidak bertemu dengan Ken.

Diam sebentar di depan gerbang, Jenna memejamkan matanya sebelum akhirnya menekan bel itu dengan lesu.

Pintu itu terbuka menampilkan Pak Satpam. "Mohon maaf, cari siapa, Bu?"

Sedangkan Zio dan Gina mengintip dari pagar rumah sana. Tidak mengikuti Jenna sampai ke depan rumah Ken.

"Ini, ada titipan kue dari Ibu saya. Rumah kami di depan sana," tunjuk Jenna.

Refleks Zio dan Gina bersembunyi dengan cepat. Hampir saja ketahuan.

Satpam tersebut menerima kue itu dengan hati-hati. "Buat Pak Kendrick?"

Jenna langsung mengangguk cepat. Berhasil. Ia tidak perlu bertemu dengan pria itu. Untung ada satpam, kemarin-kemarin masih seorang diri makanya kenapa ia sampai berhadapan langsung dengan Ken.

"Siapa, Pak?" tanya Ken dari dalam.

Sial. Kenapa pria itu harus muncul sekarang si?

Satpam itu menoleh ke arah sumber suara, berbeda dengan Jenna yang enggan melihat sama sekali.

"Ini, Pak. Ada titipan kue dari rumah depan," balas Satpam tersebut.

Ken mengerutkan keningnya heran. "Rumah depan?" Kemudian kakinya berjalan menghampiri.

Saat Jenna sadar langkah seseorang mulai mendekat, ia pun pamit pada penjaga rumah tersebut dan—

"Saya duluan, Pak," ucapnya buru-buru.

Hal itu langsung dicegah oleh Ken. "Jenna."

Satpam itu pun pergi bergegas ke dalam karena dipanggil ART untuk mencicipi masakannya, sebab wanita setengah paruh baya itu tengah puasa.

Sedangkan Jenna yang merasa dipanggil pun refleks membalikkan badan dan tersenyum kuda. "Sore, Pak."

"Itu bener Kakakku, Zio!" kata Gina di belakang sana. Keduanya masih mengintip dan memutuskan kembali kerja kelompok ke dalam rumah.

Guk! Guk! Guk!

Mata Jenna sontak melotot. Anjing itu! Anjing tetangga rumah sebelah yang menyebalkan!

Suaranya makin mendekat dan alangkah terkejutnya Jenna saat hewah mengerikan itu berlari ke arahnya.

"Aaa ... tolong saya, Pak!" teriak Jenna refleks langsung naik ke gendongan Ken. Ia bahkan memeluk erat leher pria itu.

"Hus! Hus! Sana kamu! Heh, Anjing galak jangan! Aaaa—Pak Ken, tolong!" heboh Jenna padahal ia sudah berada di atas gendongan Ken.

Jenna belum sadar. Ia masih heboh sendiri dengan anjing di bawahnya yang terus menggonggong. Padahal anjing tersebut tidak ngapa-ngapain, tapi reaksi Jenna benar-benar membuat Ken syok.

"Matthew, bawa Anjing kamu itu. Cepet!" perintah Jenna melihat Matthew berjalan ke arah mereka.

Anak remaja yang masih duduk di bangku kuliah itu datang menghampiri dan mengambil hewan peliharaannya, lalu meminta maaf pada mereka.

Jenna baru bisa bernapas lega ketika si hewan mengerikan itu sudah diambil oleh pemiliknya.

Tersadar dengan tindakannya yang semberono itu, Jenna sontak membulatkan matanya, lalu turun dari gendongan Ken dengan gerakan cukup cepat sehingga pendaratan itu tidak stabil dan akhirnya ....

Cup!

Ia malah mengecup bibir Ken tidak sengaja, faktor kehilangan keseimbangan saat turun dan berakhir memegang lengan Ken. Entah bagaimana, pria itu malah menundukkan kepala dengan Jenna yang mendongak ke atas sehingga bibir mereka bertemu.

"M-maaf, Pak ...," ucapnya gugup.

Setelah itu, Jenna yang sudah malu ke ubun-ubun langsung ngibrit ke rumahnya. Ia memejamkan dan mengutuk dirinya sendiri.

Astaga, memalukan sekali, Jenna! teriak perempuan itu dalam hati.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 5 Hamil

    Tiba saatnya di mana Ken berhadapan langsung dengan sang Kakek. Selepas kejadian di perusahaan tadi, ia terpaksa menemui si pria tua itu yang selalu saja memaksanya untuk menikah."Gimana, Ken? Kapan kamu bawa perempuan itu ke rumah?" tanya sang Kakek sudah seperti menuntut saja.Ken yang duduk di sofa ruang tamu itu langsung menarik napas panjang. Andai Jenna tidak asal bicara di depan Naomi, pasti si cerewet Naomi tidak akan mengadu seperti ini. "Itu cuma salah paham, Kek," jawab Ken memandang serius sang Kakek."Salah paham gimana? Naomi bilang perempuan itu sedang hamil. Kamu jangan lari dari tanggung jawab, Ken," ucapnya dengan tegas.Pria itu memejamkan matanya sebentar. "Ken nggak bohong. Itu cuma salah paham. Perempuan yang Naomi bilang—""Cukup. Kakek nggak mau dengar alasan kamu." Sorot matanya berubah menjadi lebih tajam. "Segera bawa perempuan itu ke hadapan Kakek atau Kakek sendiri yang datangin dia.""Kalau bener perempuan itu hamil, Kakek sendiri yang akan mengurus per

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 4 Awal Masalah

    -Usai meeting.Saat ini Jenna sudah berada di hadapan Ken dengan pria itu duduk menyilangkan kakinya di kursi kerjanya.Sudah hampir lima belas menit ia berada di ruangan Direktur, Jenna tidak tahu harus berbuat apa, selain menunggu Ken dengan panggilan teleponnya.Kemudian, Ken memberi isyarat bahwa ia haus. Jenna yang tidak mengerti hanya mampu menelaah dan mengerutkan kening, kebingungan. "Minum," ucap Ken singkat langsung kembali berbicara dengan si penelepon. Ia pun membuka mulutnya. "Ah ... minum. Sebentar, Pak." Buru-buru ia mengambil minum untuk sang atasan.Tidak lama, Jenna kembali dengan gelas berisikan air. Menaruhnya di atas meja. Mempersilakan pria itu untuk meminumnya."Sudah berapa lama kamu kerja di sini?" tanya Ken usai mengakhiri panggilan tersebut. "Hampir 2 tahun, Pak."Pria itu terus melihat data diri milik Jenna. Astaga, ia benar-benar gugup sekarang. Tuhan, ini bukan hari terakhir ia bekerja, 'kan?"Kamu anak terakhir?" Ken memandang Jenna tidak percaya.Ia

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 3 Bos Baru

    Keesokan paginya.Hari libur untuk bersantai-santai? Oh tentu tidak. Hal itu tak berlaku bagi Jenna. Libur diharuskan tetap bekerja. Bukankah Jenna sudah seperti budak korporat? "Ibu ke mana?" tanya Jenna kepada Zio yang tengah menonton televisi.Zio menoleh sebentar. "Nggak tau. Tadi ke depan. Mungkin lagi cari sayuran.""Ya udah. Kalau Ibu nanyain, bilang aja Kak Jenna udah berangkat kerja."Zio hanya menganggukkan kepalanya dan menjawab iya.Jenna pun berusaha mengeluarkan motornya dari bagasi dan melihat gerbang rumah sudah terbuka lebar. Syukurlah ia tidak harus bersusah payah membuka gerbang itu, sebab di rumahnya tidak ada satpam."Astaga!" ujar Jenna benar-benar terkejut. Kalian tahu? Saat ia berhasil menjalankan motornya sampai depan rumah, betapa kagetnya melihat sang Ibu sedang mengobrol dengan Kendrick. Catat, Kendrick! Bosnya sendiri."Nah, itu Jenna. Anaknya memang gila kerja. Nggak heran hari libur aja dia masuk," ucap Rani ketika sang anak berhenti di hadapan ia dan

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 2 Tetangga Baru

    "Pak Kendrick?!" pekik Jenna saking terkejutnya. Ia tidak salah lihatkan? Orang yang saat ini berdiri di depannya adalah Kendrick Halim. Sosok yang beberapa hari ini sedang menjadi topik pembicaraan di kantor. Sosok yang katanya akan menggantikan jabatan sang ayah sebagai Direktur Utama di kantor tempat ia bekerja "Kamu kenal saya?" tanya Kendrick. Jenna langsung gelapan sendiri. Mati sudah. Ia kenal Kendrick dari situs berita yang mengabarkan soal pria itu yang akan menggantikan jabatan sang ayah. Kalau begini caranya, ia bingung harus menjawab apa. "Ah ... a-anu sepertinya saya salah rumah, Pak. Saya permisi dulu, mari."Setelah mengatakan itu, Jenna langsung pergi begitu saja. Sungguh, ia malu. Ah, tidak. Lebih tepatnya ia syok. Bagaimana bisa seorang Kendrick Halim menjadi tetangganya? Kendrick bermonolog. "Salah rumah?" Ia melihat Jenna lari ke arah rumah di mana rumah tersebut saling berhadapan dengan rumah yang saat ini ia tempati "Perempuan aneh," celetuk Kendrick kemba

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 1 Perawan Tua

    Seperti biasa, setiap pagi Jenna selalu menyempatkan waktu untuk sarapan sebelum berangkat kerja. Nasi goreng yang tidak lepas dari telor ceplok tersebut sudah tersaji di atas meja makan. Ayah dan adik sambungnya pun sudah siap dengan kemeja serta seragam putih birunya. "Besok kamu beneran masuk kerja, Jenna?" tanya sang Ibu tiri, Rani.Jenna mengangguk dengan satu kunyahan kecil. Sejujurnya ia malas jika sang Ibu sudah bertanya seperti itu, pasalnya besok ia harus kerja di hari libur. Tentu saja hal itu membuat Jenna selalu mendapatkan cibiran tidak enak dari mulut sang Ibu. "Hari Minggu kok masih kerja. Kalau masuk terus tanpa ada liburnya, kapan kamu mau kenalin calon ke Ibu sama Ayah?" tanya Rani seraya mengambilkan sarapan untuk suaminya sekaligus memancing emosi Jenna. Jenna terdiam. Ia terus mengunyah walau nafsu makannya sudah hilang sedari tadi. "Kamu tau kan Hilda anaknya Pak RT? Dua Minggu lagi dia menikah. Umurnya nggak jauh beda sama kamu. Dia juga sibuk kerja, tapi b

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status