Home / Romansa / Ternyata Tetangga Itu, Bosku! / Bab 7 Insiden Pagi Hari

Share

Bab 7 Insiden Pagi Hari

Author: Nona Enci
last update Last Updated: 2025-08-21 14:02:08

Mendengar suara batuk seseorang, Jenna mulai membuka matanya perlahan. Saat mengedarkan pandangan ke segala sisi, ia baru menyadari bahwa ruangan ini bukan kamar miliknya.

Spontan tubuhnya langsung terduduk di atas ranjang. "Pak Ken!" pekik Jenna membulatkan matanya.

Pria itu membalikkan badan dan menatap tajam dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana miliknya.

Refleks Jenna menyibak selimut yang menutupi tubuhnya dan berdiri dengan perasaan campur aduk. Sial. Ia bahkan tidak bisa mengingat kejadian semalam.

"S-saya ... saya minta maaf, Pak." Jenna langsung membungkukkan badannya.

"Rapikan baju kamu, setelah itu keluar dari kamar saya," ucap Ken cukup tegas.

Kontan Jenna menurunkan pandangan ke bawah. Acak-acakan sekali. Untungnya pakaian tersebut masih menempel sesuai tempatnya.

Sungguh memalukan, Jenna! batinnya terus berteriak tanpa henti.

Ia pun keluar dari rumah Ken dengan perasaan gelisah. Tuhan, bilang kalau ini adalah mimpi. Sungguh, ia malu sekali. Rasanya sudah tidak ada muka lagi di hadapan pria itu.

—Kembali pada aktivitas bekerja.

"Jenna!" panggil Tasya di lorong perusahaan.

Jenna menoleh dan bertanya, "Kenapa, Sya?"

"Kamu dicari Pak Ken di ruangannya," ucap Tasya memberitahu.

Mendadak perempuan itu kebingungan sendiri. "Aku?"

"Iya. Semalam aku liat kamu diantar pulang sama Pak Ken. Kalian ada hubungan apa?" Jiwa penasaran Tasya keluar.

"H-hah? Oh itu ... aku nggak diantar sama Pak Ken. Itu nggak bener, Sya."

"Masaaa?" Tasya terus menggoda. "Jangan-jangan kamu sama Pak Ken—"

Jenna langsung memelotot. "Jangan sebar gosip. Kami nggak ada apa-apa."

Tasya tertawa pelan. "Astaga. Lucu banget muka kamu, Jen. Ya sudah sana. Kalau kena omel, pura-pura budek aja."

Setelah itu Jenna langsung berjalan menuju ruangan Ken dan mengetuk pintu di sana, lalu masuk ke dalam setelah dipersilakan masuk.

"Pagi, Pak." Jenna menyapa terlebih dahulu.

Ken menatap Jenna sebentar kemudian mengeluarkan kertas putih yang ditaruh di atas meja kerjanya.

Jenna langsung terdiam di tempat. Mungkinkah itu surat pemecatannya?

"Pak—"

"Surat pelanggaran buat kamu. Silakan dibaca," ucap Ken tanpa ekspresi.

Siapa yang tidak terkejut mendapat surat putih tersebut? Meski bukan surat pemecatan, tetapi surat pelanggaran di depan matanya cukup mengerikan.

Jenna menatap Ken meminta penjelasan setelah membaca 3 Point Pelanggaran yang ditunjuk untuk dirinya.

"Maksud dari masa coba selama 3 bulan apa, ya, Pak?" tanya Jenna.

"Hukuman. Keberuntungan kamu tergantung sikap kamu gimana ke depannya."

Enak saja. Ia sudah bekerja 2 tahun di sini. Bisa-bisanya pria itu memberikan kompensasi yang ah—menyebalkan!

"Tapi Pak ... kesalahan saya—"

"Jenna." Ken memotong. "Dari tiga kesalahan kamu, yang nomor dua paling fatal."

Jenna mengerutkan keningnya. "Maksud Bapak—point saya membohongi keluarga, Bapak?"

Tunggu dulu, letak ia membohonginya di mana?

"Karena ulah kamu yang bicara sembarangan. Saya harus menanggung semuanya," ucap Ken menatap tajam bawahannya itu.

Jangan bilang—

Jenna yang tersadar pun langsung berkata, "Saya pasti akan bertanggung jawab, Pak. Saya bisa klarifikasi—"

"Mereka mau kita menikah, Jenna. Apa masih bisa kamu bertanggung jawab?" potong Ken dengan cepat.

Mendengar itu, Jenna langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Menikah? Ngeri sekali rasanya.

*

Beberapa jam kemudian. Waktunya istirahat.

"Wah, denger-denger Mbak Karin mau dipromosikan, ya?" ucap Tasya tersenyum senang.

Jenna yang tidak tahu apa-apa pun bertanya, "Beneran, Mbak?"

Dengan malu-malu Karin mengangguk pelan.

"Wah. Selamat! Makin sibuk, dong," ujar Jenna.

Tasya menyenggol lengan Karin. "Makin deket juga sama Pak Ken. Iya nggak, Mbak?"

Mendengar itu raut wajah Jenna langsung berubah persekian detik. Ada getaran tidak biasa. Namun, ia masih belum tahu itu apa.

"Oh, iya, kemarin kamu diantar pulang sama Pak Ken. Kamu nggak apa-apa, 'kan, Jen?" tanya Karin.

Ia menggeleng cepat. "Ah, nggak. Aku pulang sendiri, Mbak." Jenna sengaja berbohong.

"Santai aja, Mbak Karin. Jenna nggak pulang bareng sama Pak Ken, kok," ujar Tasya menambahkan.

"Bukan begitu," balas Karin tidak enak.

Tidak terasa jam berjalan begitu cepat. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Jenna dan yang lain bergegas keluar dari perusahaan dan merenggangkan otot-ototnya.

"Jen, hati-hati, ya!" ucap Tasya yang pulang bersama Henry.

Juga Karin tersenyum hangat padanya. Ia membawa mobil pribadi. Mereka pun berpisah di lobi.

Tersisa Jenna seorang diri. Namun, saat hendak pergi menuju parkiran seseorang memanggil namanya dari arah yang berlawanan.

"Ikut saya," ucap Ken terdengar seperti paksaan.

Karena respons Jenna yang lambat, pria itu terpaksa menarik lengan Jenna dan membawa ke parkiran.

"Masuk," perintah Ken di hadapan mobilnya.

"Pak, saya bawa motor sendiri," ucap Jenna sengaja menolak. Ia bahkan menunjuk kendaraan beroda dua tersebut.

Tidak peduli. Ken membukakan pintu untuk Jenna, bahkan mendorong perempuan itu masuk ke dalam mobil. Menutupnya kembali dengan keras.

Ia bergegas masuk ke bangku pengemudi dan melirik Jenna sekilas. "Pakai sabuk pengaman kamu."

"Kita mau ke mana, Pak?" tanya Jenna was-was sendiri.

"Mempertanggungjawabkan perbuatan kamu," ucap Ken dengan nada dingin.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 8 Tiba-tiba Diajak Nikah

    Saat ini Jenna seperti orang bodoh, duduk di sofa milik keluarga Halim. Rumah Kakek pria itu benar-benar mewah. Tidak salah jabatannya sebagai Presdir di kantor, kekayaan yang melimpah tampak di depan mata Jenna.Sesekali ia melirik ke segala sisi. Sayangnya, meski besar rumah tersebut terasa sepi. Bahkan penghuni rumah yang terlihat hanya pelayan saja.Tiba-tiba Ken datang bersamaan dengan Kakeknya. Jenna yang melihat itu sontak berdiri tegak. Mencoba tersenyum dan sedikit menundukkan kepalanya sebagai sapaan. Wah, gila. Jantungnya berdebar sangat kencang. Bahkan lindahnya mendadak kelu."Duduk aja, nggak apa," ucap pria tua itu ikut duduk di sofa yang lain.Ken bergabung dan duduk di hadapan Jenna. Ketiganya duduk secara terpisah."Seperti saya pernah liat kamu." Pria itu menjeda kalimatnya, "Kamu kerja di perusahaan kami?"Jenna hanya mampu mengangguk lirih. Ia memainkan jari-jemarinya dengan gugup. "Kamu yang waktu itu zoom meeting pas presentasi bulan lalu, ya?" ucapnya kembali

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 7 Insiden Pagi Hari

    Mendengar suara batuk seseorang, Jenna mulai membuka matanya perlahan. Saat mengedarkan pandangan ke segala sisi, ia baru menyadari bahwa ruangan ini bukan kamar miliknya.Spontan tubuhnya langsung terduduk di atas ranjang. "Pak Ken!" pekik Jenna membulatkan matanya.Pria itu membalikkan badan dan menatap tajam dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana miliknya. Refleks Jenna menyibak selimut yang menutupi tubuhnya dan berdiri dengan perasaan campur aduk. Sial. Ia bahkan tidak bisa mengingat kejadian semalam."S-saya ... saya minta maaf, Pak." Jenna langsung membungkukkan badannya."Rapikan baju kamu, setelah itu keluar dari kamar saya," ucap Ken cukup tegas.Kontan Jenna menurunkan pandangan ke bawah. Acak-acakan sekali. Untungnya pakaian tersebut masih menempel sesuai tempatnya.Sungguh memalukan, Jenna! batinnya terus berteriak tanpa henti.Ia pun keluar dari rumah Ken dengan perasaan gelisah. Tuhan, bilang kalau ini adalah mimpi. Sungguh, ia malu sekali. Rasanya sudah tidak

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 6 Night Party

    —Hari Senin.Melupakan kejadian Anjing tempo lalu, kini Jenna sudah kembali pada pekerjaan yang menyibukkannya. Bersyukur karena hari ini ia belum bertemu dengan Ken. Katanya, malam ini akan ada Night Party sebagai perayaan Ken yang telah menjadi Direktur Utama pengganti sang ayah. "Eh, Jenna. Malam ini mau ikut night party sama anak-anak lain?" tanya Tasya disela kesibukannya. Jenna langsung menoleh. "Kalau ada Pak Ken, kayanya aku nggak ikut, Sya.""Loh, 'kan ini acaranya Pak Ken. Masa dia nggak ikut, Jen. Yang bener aja," ucap Tasya aneh sendiri dengan ucapan sahabatnya. "Ya ... kalau gitu berarti aku nggak ikut," putus Jenna asal."Kenapa?" Tasya memandang Jenna penuh. Jenna mengulum senyumnya. "Nggak apa-apa. Liat nanti aja."Setelah obrolan kehabisan topik pembicaraan, Jenna dan Tasya kembali melanjutkan fokus pada layar komputer di depannya. Budak korporat yang selalu mengusahakan segalanya."Jenna, kamu dipanggil Mas Henry di rooftop," ucap Karin yang tidak sengaja lewat

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 5 Hamil

    Tiba saatnya di mana Ken berhadapan langsung dengan sang Kakek. Selepas kejadian di perusahaan tadi, ia terpaksa menemui si pria tua itu yang selalu saja memaksanya untuk menikah."Gimana, Ken? Kapan kamu bawa perempuan itu ke rumah?" tanya sang Kakek sudah seperti menuntut saja.Ken yang duduk di sofa ruang tamu itu langsung menarik napas panjang. Andai Jenna tidak asal bicara di depan Naomi, pasti si cerewet Naomi tidak akan mengadu seperti ini. "Itu cuma salah paham, Kek," jawab Ken memandang serius sang Kakek."Salah paham gimana? Naomi bilang perempuan itu sedang hamil. Kamu jangan lari dari tanggung jawab, Ken," ucapnya dengan tegas.Pria itu memejamkan matanya sebentar. "Ken nggak bohong. Itu cuma salah paham. Perempuan yang Naomi bilang—""Cukup. Kakek nggak mau dengar alasan kamu." Sorot matanya berubah menjadi lebih tajam. "Segera bawa perempuan itu ke hadapan Kakek atau Kakek sendiri yang datangin dia.""Kalau bener perempuan itu hamil, Kakek sendiri yang akan mengurus per

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 4 Awal Masalah

    -Usai meeting.Saat ini Jenna sudah berada di hadapan Ken dengan pria itu duduk menyilangkan kakinya di kursi kerjanya.Sudah hampir lima belas menit ia berada di ruangan Direktur, Jenna tidak tahu harus berbuat apa, selain menunggu Ken dengan panggilan teleponnya.Kemudian, Ken memberi isyarat bahwa ia haus. Jenna yang tidak mengerti hanya mampu menelaah dan mengerutkan kening, kebingungan. "Minum," ucap Ken singkat langsung kembali berbicara dengan si penelepon. Ia pun membuka mulutnya. "Ah ... minum. Sebentar, Pak." Buru-buru ia mengambil minum untuk sang atasan.Tidak lama, Jenna kembali dengan gelas berisikan air. Menaruhnya di atas meja. Mempersilakan pria itu untuk meminumnya."Sudah berapa lama kamu kerja di sini?" tanya Ken usai mengakhiri panggilan tersebut. "Hampir 2 tahun, Pak."Pria itu terus melihat data diri milik Jenna. Astaga, ia benar-benar gugup sekarang. Tuhan, ini bukan hari terakhir ia bekerja, 'kan?"Kamu anak terakhir?" Ken memandang Jenna tidak percaya.Ia

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 3 Bos Baru

    Keesokan paginya.Hari libur untuk bersantai-santai? Oh tentu tidak. Hal itu tak berlaku bagi Jenna. Libur diharuskan tetap bekerja. Bukankah Jenna sudah seperti budak korporat? "Ibu ke mana?" tanya Jenna kepada Zio yang tengah menonton televisi.Zio menoleh sebentar. "Nggak tau. Tadi ke depan. Mungkin lagi cari sayuran.""Ya udah. Kalau Ibu nanyain, bilang aja Kak Jenna udah berangkat kerja."Zio hanya menganggukkan kepalanya dan menjawab iya.Jenna pun berusaha mengeluarkan motornya dari bagasi dan melihat gerbang rumah sudah terbuka lebar. Syukurlah ia tidak harus bersusah payah membuka gerbang itu, sebab di rumahnya tidak ada satpam."Astaga!" ujar Jenna benar-benar terkejut. Kalian tahu? Saat ia berhasil menjalankan motornya sampai depan rumah, betapa kagetnya melihat sang Ibu sedang mengobrol dengan Kendrick. Catat, Kendrick! Bosnya sendiri."Nah, itu Jenna. Anaknya memang gila kerja. Nggak heran hari libur aja dia masuk," ucap Rani ketika sang anak berhenti di hadapan ia dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status