Share

Bab 4 Awal Masalah

Penulis: Nona Enci
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-15 23:12:36

-Usai meeting.

Saat ini Jenna sudah berada di hadapan Ken dengan pria itu duduk menyilangkan kakinya di kursi kerjanya.

Sudah hampir lima belas menit ia berada di ruangan Direktur, Jenna tidak tahu harus berbuat apa, selain menunggu Ken dengan panggilan teleponnya.

Kemudian, Ken memberi isyarat bahwa ia haus. Jenna yang tidak mengerti hanya mampu menelaah dan mengerutkan kening, kebingungan.

"Minum," ucap Ken singkat langsung kembali berbicara dengan si penelepon.

Ia pun membuka mulutnya. "Ah ... minum. Sebentar, Pak." Buru-buru ia mengambil minum untuk sang atasan.

Tidak lama, Jenna kembali dengan gelas berisikan air. Menaruhnya di atas meja. Mempersilakan pria itu untuk meminumnya.

"Sudah berapa lama kamu kerja di sini?" tanya Ken usai mengakhiri panggilan tersebut.

"Hampir 2 tahun, Pak."

Pria itu terus melihat data diri milik Jenna. Astaga, ia benar-benar gugup sekarang. Tuhan, ini bukan hari terakhir ia bekerja, 'kan?

"Kamu anak terakhir?" Ken memandang Jenna tidak percaya.

Ia pun mengangguk lirih. "Iya, Pak."

Jika perempuan di depannya adalah anak terakhir, lantas anak bujang yang dimaksud Ibu perempuan itu siapa? Bukankah mereka adik-kakak?

Tidak peduli. Ken melanjutkan membaca data Jenna.

"Kamu silakan kembali bekerja," putus Ken menutup lembar data tersebut.

Jenna tercengang di tempat. Ia tidak salah dengar bukan? Sungguh, hanya itu? Tidak ada kata-kata pedas, makian dan sebagainya? Padahal ia sudah siap kena omel.

"Ngapain masih berdiri di sini? Sana balik kerja." Kali ini dengan kalimat penuh perintah.

Jenna sontak membungkuk kecil. "Terima kasih, Pak. Saya pamit kembali bekerja."

-Beberapa jam kemudian.

Waktu pulang kerja. Dikarenakan masuk kerja di hari weekend, otomatis jam kerja tidak sepenuhnya full. Mereka bekerja hanya setengah hari saja. Jam 12 siang sudah keluar dari perusahaan.

"Mbak Karin duluan!" ucap Jenna seraya menenteng tas keluar menuju parkiran.

Namun, saat di lobi bawah tiba-tiba seseorang memanggil namanya. Jenna menoleh. Di sana ada Ken dengan seorang perempuan di sampingnya.

Dengan inisiatif ia pun berjalan menuju dua orang itu. "Maaf. Bapak manggil saya?"

Terlihat Ken melepas cekalan perempuan di sampingnya dengan raut wajah risih. Jenna mulai menerka-nerka sendiri. Mungkinkah si cantik dengan rambut golden brown itu kekasih sang atasan?

"Bantu saya," bisik Ken dengan tatapan penuh harapan.

Bantu apa? Tiba-tiba otaknya loading sendiri.

"Pokoknya aku mau kamu harus datang ke kencan malam ini," ujar perempuan itu membuat Jenna tercengang sendiri.

Kencan? Jadi perempuan itu benar kekasih Ken? Atau ... mereka baru mau melakukan kencan buta?

"Naomi. Saya sibuk. Udah berapa kali saya bilang. Saya sibuk," tekan Ken seolah sudah muak.

"Alasan klise, Ken. Ini hari Minggu. Nggak ada pekerjaan di hari libur," ucap Naomi tidak mau kalah.

"Jenna," bisik Ken kembali terdengar. Menatap Jenna dengan pandangan memohon.

"Tanyain saya soal pekerjaan, cepat," desak Ken.

Seolah dapat sinyal 5G, Jenna langsung meluncurkan ide cemerlangnya dengan senyum jahil.

"Khem! Kalian mau kencan buta, ya?" tanya Jenna sengaja menggoda.

Perempuan dengan rok pendek itu langsung menyahut, "Kamu siapa? Jangan ikut campur urusan kita."

"Saya?" Jenna menunjuk dirinya sendiri. Matanya melirik ke arah Ken sekilas. Tersenyum miring di sana.

"Saya pacarnya," ucap Jenna dengan wajah sangat meyakinkan. Mengabaikan usulan Ken barusan.

Ken langsung melirik Jenna dengan pandangan penuh pertanyaan. Sedangkan perempuan yang masih krisis identitas itu tercengang di tempat.

"Pacar?!" pekik pemilik rambut golden brown itu.

Dengan cepat Jenna mengangguk-anggukan kepalanya. Tersenyum kepada Ken yang menatapnya sinis.

"Kalian pacaran?" tanya Naomi kembali memastikan. Ia bahkan menatap Ken seolah meminta penjelasan.

Jenna dengan santainya menjawab, "Sudah 1 tahun. Sekarang lagi hamil."

"H-hamil?!" Naomi makin terkejut mendengarnya.

Ken? Jangan tanya pria itu, jelas ia syok setengah mati.

"Iya, 'kan, Sayang?" ujar Jenna bahkan merangkul lengan Ken dengan aktingnya.

Naomi langsung menunjuk dengan wajah merah padam kepada pria di depannya. "Ken, bener-bener, ya, lo-"

Belum sempat melanjutkan kalimatnya, Ken sudah lebih dulu menarik tangan Jenna dan meninggalkan Naomi yang murka di belakang sana.

"Ken! Gue bilangin Kakek lo!" teriak Naomi cukup kencang.

Ingin rasanya Jenna tertawa terbahak-bahak. Bahkan, Naomi langsung mengubah panggilan dari 'Aku-Kamu' mejadi 'Lo-Gue'. Lelucon sekali.

*parkiran perusahaan.

"Bapak liat nggak ekspresi perempuan tadi?" Jenna tidak tahan untuk tidak tertawa. "Dia percaya kalau kita pacaran."

Namun, merasa Ken diam saja, Jenna sontak menghentikan aksi tertawanya. Apakah ia salah bicara sampai ditatap seperti itu?

"Kamu tau perempuan tadi siapa?" tanya Ken memandang Jenna penuh.

Tentu ia menganggguk semangat. "Orang yang mau kencan sama Pak Kendrick. Tenang aja, Pak. Saya udah tau trik-trik kaya gitu. Biasanya karena Bapak nggak kunjung menikah, jadi dari pihak keluarga bantu cari calon istri untuk anak atau cucunya. Kaya yang lagi Bapak alamin sekarang."

Jenna pun menambahkan, "Kalau saya nggak bilang kaya gitu, dia pasti masih ngejar-ngejar Pak Kendrick sampai parkiran. Jadi, ide saya sangat membantu bukan?" katanya dengan tingkat percaya diri yang tinggi.

"Naomi. Perempuan itu sepupu saya, Jenna." Ken memejamkan mata saking kesalnya.

Sepupu.

Sekali lagi ia ulangi. Sepupu.

Tubuh Jenna mendadak kaku sendiri. Bibirnya terbuka sedikit. Ia bahkan sampai menelan ludah sendiri saking terkejutnya.

Mati sudah. Mulut sialan. Jenna langsung mengutuk bibirnya sendiri. Mau ditaruh di mana muka dia nanti jika bertemu lagi dengan Naomi?

Hamil.

Bodoh. Jenna bodoh. Kenapa harus pake segala hamil dibawa-bawa? Ah, menyusahkan!

"Pak ... s-saya—"

"Itu urusan kamu sama Naomi. Saya nggak mau ikut campur," potong Ken lebih dulu.

Jenna langsung menahan lengan pria itu ketika hendak pergi. "Pak, tunggu. Kalau omongan saya tadi nyebar ke keluarga Bapak gimana?"

Jujur saja, saat ini Jenna ketakutan sendiri.

Ken melepas cekalan itu. Memandang Jenna sebentar dan menghembuskan napas kasar.

"Itu tanggungjawab kamu," jawab Ken singkat.

Lagipula, ia sudah menyuruh Jenna bahas soal pekerjaan, bukan mengarang cerita jadi pacarnya dan hamil.

"Saya minta maaf. Saya nggak tau kalau itu sepupu, Bapak. Saya pikir Naomi itu maksa Pak Kendrick kencan. Tolong maafin saya, Pak."

Pria itu merapikan dasinya yang sama sekali tidak berantakan itu. Mungkin, pikirannya yang justru acak-acakan?

Cekrek!

Tiba-tiba suara jepretan terdengar jelas di telinga dengan jarak yang tidak terlalu jauh, Jenna dan Ken refleks menoleh pada seseorang yang berdiri tegak dengan ponsel masih mengarah padanya.

Itu, Naomi!

Buru-buru Jenna bersembunyi di balik punggung pria itu.

"Hapus," tekan Ken kepada Naomi di depan sana.

Perempuan itu malah menatap sepupunya dengan tajam. "Nggak. Jangan harap lo lepas dari gue, ya!"

"Saya bilang hapus, Naomi." Kalimat Ken tidak kalah tajam, sedangkan Jenna seperti ayam sayur di belakang.

"Kalian berdua harus gue laporin ke Kakek! Bila perlu langsung dinikahin," ucap Naomi tidak ada takutnya.

Perempuan itu mengotak-atik ponselnya dan menunjukan riwayat pesan kepada Ken, di mana pesan itu berisi foto tadi yang ia potret.

"Mbak Naomi," lirih Jenna akhirnya keluar dari persembunyian. "Pesan itu bisa ditarik nggak? S-saya sama Pak Ken—"

Kalimat itu langsung terputus ketika Ken memegang tangannya membuat Jenna melotot di tempat.

"Saya sama Jenna secepatnya akan bertemu sama Kakek. Puas?" tanya Ken penuh penekanan.

Mendengar itu Jenna sontak menatap tajam kepada sang atasan. Kalau begini yang ada makin rumit!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 5 Hamil

    Tiba saatnya di mana Ken berhadapan langsung dengan sang Kakek. Selepas kejadian di perusahaan tadi, ia terpaksa menemui si pria tua itu yang selalu saja memaksanya untuk menikah."Gimana, Ken? Kapan kamu bawa perempuan itu ke rumah?" tanya sang Kakek sudah seperti menuntut saja.Ken yang duduk di sofa ruang tamu itu langsung menarik napas panjang. Andai Jenna tidak asal bicara di depan Naomi, pasti si cerewet Naomi tidak akan mengadu seperti ini. "Itu cuma salah paham, Kek," jawab Ken memandang serius sang Kakek."Salah paham gimana? Naomi bilang perempuan itu sedang hamil. Kamu jangan lari dari tanggung jawab, Ken," ucapnya dengan tegas.Pria itu memejamkan matanya sebentar. "Ken nggak bohong. Itu cuma salah paham. Perempuan yang Naomi bilang—""Cukup. Kakek nggak mau dengar alasan kamu." Sorot matanya berubah menjadi lebih tajam. "Segera bawa perempuan itu ke hadapan Kakek atau Kakek sendiri yang datangin dia.""Kalau bener perempuan itu hamil, Kakek sendiri yang akan mengurus per

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 4 Awal Masalah

    -Usai meeting.Saat ini Jenna sudah berada di hadapan Ken dengan pria itu duduk menyilangkan kakinya di kursi kerjanya.Sudah hampir lima belas menit ia berada di ruangan Direktur, Jenna tidak tahu harus berbuat apa, selain menunggu Ken dengan panggilan teleponnya.Kemudian, Ken memberi isyarat bahwa ia haus. Jenna yang tidak mengerti hanya mampu menelaah dan mengerutkan kening, kebingungan. "Minum," ucap Ken singkat langsung kembali berbicara dengan si penelepon. Ia pun membuka mulutnya. "Ah ... minum. Sebentar, Pak." Buru-buru ia mengambil minum untuk sang atasan.Tidak lama, Jenna kembali dengan gelas berisikan air. Menaruhnya di atas meja. Mempersilakan pria itu untuk meminumnya."Sudah berapa lama kamu kerja di sini?" tanya Ken usai mengakhiri panggilan tersebut. "Hampir 2 tahun, Pak."Pria itu terus melihat data diri milik Jenna. Astaga, ia benar-benar gugup sekarang. Tuhan, ini bukan hari terakhir ia bekerja, 'kan?"Kamu anak terakhir?" Ken memandang Jenna tidak percaya.Ia

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 3 Bos Baru

    Keesokan paginya.Hari libur untuk bersantai-santai? Oh tentu tidak. Hal itu tak berlaku bagi Jenna. Libur diharuskan tetap bekerja. Bukankah Jenna sudah seperti budak korporat? "Ibu ke mana?" tanya Jenna kepada Zio yang tengah menonton televisi.Zio menoleh sebentar. "Nggak tau. Tadi ke depan. Mungkin lagi cari sayuran.""Ya udah. Kalau Ibu nanyain, bilang aja Kak Jenna udah berangkat kerja."Zio hanya menganggukkan kepalanya dan menjawab iya.Jenna pun berusaha mengeluarkan motornya dari bagasi dan melihat gerbang rumah sudah terbuka lebar. Syukurlah ia tidak harus bersusah payah membuka gerbang itu, sebab di rumahnya tidak ada satpam."Astaga!" ujar Jenna benar-benar terkejut. Kalian tahu? Saat ia berhasil menjalankan motornya sampai depan rumah, betapa kagetnya melihat sang Ibu sedang mengobrol dengan Kendrick. Catat, Kendrick! Bosnya sendiri."Nah, itu Jenna. Anaknya memang gila kerja. Nggak heran hari libur aja dia masuk," ucap Rani ketika sang anak berhenti di hadapan ia dan

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 2 Tetangga Baru

    "Pak Kendrick?!" pekik Jenna saking terkejutnya. Ia tidak salah lihatkan? Orang yang saat ini berdiri di depannya adalah Kendrick Halim. Sosok yang beberapa hari ini sedang menjadi topik pembicaraan di kantor. Sosok yang katanya akan menggantikan jabatan sang ayah sebagai Direktur Utama di kantor tempat ia bekerja "Kamu kenal saya?" tanya Kendrick. Jenna langsung gelapan sendiri. Mati sudah. Ia kenal Kendrick dari situs berita yang mengabarkan soal pria itu yang akan menggantikan jabatan sang ayah. Kalau begini caranya, ia bingung harus menjawab apa. "Ah ... a-anu sepertinya saya salah rumah, Pak. Saya permisi dulu, mari."Setelah mengatakan itu, Jenna langsung pergi begitu saja. Sungguh, ia malu. Ah, tidak. Lebih tepatnya ia syok. Bagaimana bisa seorang Kendrick Halim menjadi tetangganya? Kendrick bermonolog. "Salah rumah?" Ia melihat Jenna lari ke arah rumah di mana rumah tersebut saling berhadapan dengan rumah yang saat ini ia tempati "Perempuan aneh," celetuk Kendrick kemba

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 1 Perawan Tua

    Seperti biasa, setiap pagi Jenna selalu menyempatkan waktu untuk sarapan sebelum berangkat kerja. Nasi goreng yang tidak lepas dari telor ceplok tersebut sudah tersaji di atas meja makan. Ayah dan adik sambungnya pun sudah siap dengan kemeja serta seragam putih birunya. "Besok kamu beneran masuk kerja, Jenna?" tanya sang Ibu tiri, Rani.Jenna mengangguk dengan satu kunyahan kecil. Sejujurnya ia malas jika sang Ibu sudah bertanya seperti itu, pasalnya besok ia harus kerja di hari libur. Tentu saja hal itu membuat Jenna selalu mendapatkan cibiran tidak enak dari mulut sang Ibu. "Hari Minggu kok masih kerja. Kalau masuk terus tanpa ada liburnya, kapan kamu mau kenalin calon ke Ibu sama Ayah?" tanya Rani seraya mengambilkan sarapan untuk suaminya sekaligus memancing emosi Jenna. Jenna terdiam. Ia terus mengunyah walau nafsu makannya sudah hilang sedari tadi. "Kamu tau kan Hilda anaknya Pak RT? Dua Minggu lagi dia menikah. Umurnya nggak jauh beda sama kamu. Dia juga sibuk kerja, tapi b

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status