Share

Part 2

Penulis: Arsyla Adiba
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-20 14:49:17

Di sepanjang perjalanan Alex terus saja mengoceh hal yang tak penting membuat Laura pusing mendengar ocehannya.

"Bisa gak sih diem!" teriak Laura yang kehabisan kesabaran sambil memukul keras bahu Alex.

"Aww," teriak Alex kesakitan. "Yah abisnya kamu diem aja," balas Alex sambil mengusap bahunya bekas pukulan laura yang cukup sakit.

"Berhenti!"perintah Laura.

"Kenapa? belum sampaikan," tanya Alex heran.

"Gue bilang berhenti," teriak Laura tepat di sebelah telingga Alex.

Repleks Alex menghentikan motor sprotnya karena teriakan Laura yang membuatnya kaget.

"Ini belum sampai Ra," ucap Alex sambil melirik ke arah spion untuk melihat Laura yang berada di jok belakang.

"Gue mau turun di si...,"

Tau kelanjutan dari ucapan Laura, tanpa pikir panjang Alex langsung menancap gas.

"Aakhhhh," teriak Laura saat Alex tiba-tiba melajukan motornya dengan cepat membuat Laura refleks memeluknya.

"Gila yah lo," teriak Laura marah.

"Kenapa? Mau turun yaudah turun," ucap Alex datar.

"Yah berhentiin dulu motornya," dumel Laura.

"Ogah! Kalau mau turun loncat aja sana," sinis Alex.

Laura melirik ke kiri dan ke kanan jalan, lalu menelan air ludahnya melihat jalan aspal, pasti akan sakit belum lagi akan terluka kalau ia tetap nekat loncat dengan kondisi motor yang melaju sangat cepat.

"Dasar gila," jengkel Laura.

"Tapi kamu tetap nyaman tuh Ra meluk orang gila," sindir Alex sambil melirik ke arah pinggangnya yang sejak tadi di peluk kencang oleh Laura.

"Pelanin dulu motornya, gue takut kalau ngebut kaya gini," cicit Laura.

"Aku tau, kamu dari dulu takut kalau di boncengin ngebut gini, makannya aku ngebut biar bisa di peluk," ucap Alex sambil terkekeh pelan.

Laura memutar kedua matanya malas, pelukan pada pinggang Alex tak mengendur malah semakin erat seiring Alex yang terus mengendarai motornya semakin cepat.

•••••

Kini Alex dan Laura telah sampai di depan gerbang Sma Harapan tempat Laura bersekolah.

"Udah di sini aja," perintah Laura sambil melepaskan pelukannya pada Alex.

Alex seolah tuli, dia tetap melajukan motornya masuk ke dalam lingkungan sekolah dan memakirkan motornya di parkiran khusus siswa.

"Lo apaan sih, gue bilang sampe depan aja," sewot Laura.

Laura turun dari motor Alex dan memberikan helm yang sudah Laura buka sejak masuk ke dalam sekolah tadi.

"Nih," Laura menyerahkan helm pada Alex yang langsung di ambil olehnya.

"Mau kemana?" tanya Alex sambil memengang tangan Laura, saat Laura akan berjalan pergi.

"Apaan sih?" Laura menyentak kasar tangan Alex yang memegangi tangannya.

"Anterin," ucap Alex gamblang.

"Kemana?" tanya Laura bingung.

"Ruang kepala sekolah,"

"Ngapain? "

Alex mendengus dan berjalan mendekat ke arah Laura "Ra gak usah banyak tanya bisa, kalau masih mau nanya aku cium, mau?" ucap Alex pelan tepat di sebelah telinga Laura.

Laura bergidik ngeri dan berjalan mundur menjauh dari Alex yang menatapnya dengan senyum yang terlihat mengerikan bagi Laura.

"Gue gak mau nganterin," tolak Laura.

"Kamu mau aku cium Ra," ucapnya lembut sambil berjalan pelan ke arah Laura.

"Iya," teriak Laura.

Mata Laura melebar dan kedua tanganya menutup mulut, saat sadar apa yang di ucapakannya tadi, apalagi teriakan Laura membuat para murid yang berada di parkiran kini memperhatikan mereka berdua.

"Maksud gue enggak," ucap Laura gelagapan.

Laura melihat sekitar dengan wajah yang gugup dan panik, "Rafa," panggil Laura pada seseorang yang berada di area parkiran.

Laura berlari mendekati pria yang tadi ia panggil dan menarik tangannya mendekati Alex yang kini memeperhatikan Laura tanpa berkedip.

"Lo di anterin sama Rafa aja," ucap Laura cepat sambil berlari meninggalakan Alex dan Rafa.

"Lo mau di anterin kemana?" tanya Rafa sambil melihat Alex, yang sebelumnya tak pernah ia lihat di sekolah Sma Harapan.

"Mungkin anak baru," batin Rafa.

Sementara Alex masih melihat Laura yang kini lari terbirit-birit ke arah lorong sekolah, setelah Laura menghilang dari pandanganya, tawa Alex pun pecah yang sejak tadi dia tahan-tahan.

"Hahahaha,"

"Lo baik-baik ajakan?" tanya Rafa yang merasa heran melihat Alex yang tiba-tiba tertawa.

"Hahahaha,"

"Lucu banget anjir," ucap Alex di sisa tawanya.

"Nih orang kerasukan kali yah," batin Rafa.

Alex menyudahi ketawanya dan mengusap sudut mata yang keluar air mata sedikit lalu merangkul erat Rafa.

"Kenalin gue Alex Xander Desmon," ucap Alex memeperkenalkan diri.

"Gue Rafa Faranda," ucap Rafa agak risih di rangkul oleh Alex yang tak ia kenal apalagi sikap anehnya tadi yang tiba-tiba tertawa membuatnya sedikit takut.

"Yuk anterin gue," suruh Alex.

Rafa yang masih bingung hanya bisa menganggukan kepalanya ragu menjawab ucapan Alex dan mengantarkannya ke ruang kepala sekolah yang Alex tuju.

•••••

"Duh kenapa sih nih mulut bisa typo segala," dumel laura sambil memukuli bibir tipisnya.

"Mulut sialan," gerutu Laura yang masih saja memukuli bibirnya.

"Laura," panggil Gretha Belvina sahabat karib Laura di Sma Harapan.

Gretha langsung menghampiri Laura yang masih saja memukuli mulutnya, ia menautkan alisnya melihat sikap aneh Laura yang tak berhenti memukuli bibir dan terus mendumel.

"Tuh bibir kenapa di pukul terus?" tanya Gretha.

"Gak, gak papa," jawab Laura cepat.

Ia memincingkan mata," Jangan-jangan abis di cium yah," tebak Gretha.

"Apaan sih," ketus Laura.

Meskipun tebakan Gretha salah, tetap saja Laura jadi mengingat kejadian tadi yang membuatnya malu sendiri.

"Jadi beneran," ucap Gretha antusias.

"Apa," ucap Laura malas.

"Lo di cium, sama cowok?" tanya Gretha dengan mata yang berbinar.

"Gak," sengit Laura.

"Bohong yah," ucap Gretha dengan nada mengejek.

Laura memutar kedua matanya malas dan berjalan mendahului Gretha.

"Lo beneran abis di cium," tanya Gretha sambil berjalan agak cepat mendahului Laura.

Tanpa mengubris ucapan tak bermutu sahabatnya Laura tetap memilih berjalan menuju kelasnya dan mengabaikan Gretha.

"Laura," rengek Gretha sambil mengguncangkan tangan Laura dengan kencang.

"Laura, beneran yah," tanya Gretha, yang masih saja menguncangkan tangan Laura seperti anak kecil.

"Laura abis di cium siapa sih, ganteng gak cowoknya, kalau ganteng gue juga mau di cium," teriak Gretha.

"Lo gila, gak usah pake teriak juga," ucap Laura membekap mulut Gretha, sambil melihat ke sekitar lorong yang penuh dengan para murid dan tengah menatap mereka berdua.

Gretha melepaskan bekapan Laura "ya maaf," seru Gretha sambil cengengesan.

"Woy, kakel mau di cium, sini gue cium," teriak salah satu siswa yang terlihat berandalan.

"Cium doang gak mau lebih," seru temannya yang lain dengan senyum mesumnya.

"Sini atuh teh neng ku aa sun," timpalnya lagi.

"Mau dong A, sini cium sini," ucap temannya yang lain dengan ketawa kerasnya di akhir membuat perutnya ikut bergoyang karena tubuhnya yang Gemuk.

"Hahahaha," gema tertawa di sepanjang lorong mendengar celetukan dari mereka.

"Lo sih," ucap Laura menyalahkan Grethaa, lalu berlari meninggalan Gretha menuju kelas.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Teror Mantan   Kenangan di Atas Roda Dua

    Esok paginya, Laura melangkah ke ruang makan dengan langkah santai, meski wajahnya masih menunjukkan sisa kelelahan. Di meja makan, Rio sudah duduk sambil memangku Kenzo, yang terlihat segar setelah dimandikan. Bayi itu tertawa kecil, tangannya menggapai-gapai wajah Rio, membuat suasana terasa lebih hidup.Di dapur, Sinta sedang membuatkan kopi sambil tersenyum melihat pemandangan itu. Ketika Laura mendekat, Sinta menyapanya. "Pagi, Laura. Mau sarapan apa?" tanyanya ramah.Laura hanya mengangguk kecil dan duduk di kursinya, menghindari kontak mata dengan Kenzo. Ia mengambil roti yang sudah tersedia di meja dan mulai memakannya dalam diam.Rio, yang melihat sikap Laura, tersenyum kecil. "Ra, kamu nggak mau gendong Kenzo? Dia lagi ceria banget pagi ini," ucapnya sambil menggerakkan Kenzo sedikit ke arah Laura.Laura menghentikan kunyahannya sejenak, lalu menjawab tanpa menatap ayahnya. "Ayah tahu jawabannya," ujarnya datar.Rio menghela napas pelan, menatap putrinya dengan penuh kesabar

  • Teror Mantan   Bayi Kenzo

    Laura melangkah masuk ke dalam kamarnya di rumah dengan langkah lelah. Setelah percakapannya dengan Alex di pantai, tubuh dan pikirannya terasa begitu berat. Ia menjatuhkan dirinya di atas ranjang, menatap langit-langit kamar yang dihiasi oleh balok kayu khas Bali.Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang terus berputar. Kata-kata Alex masih terngiang jelas di benaknya. "Mau seribu kali pun lo nolak gue, gue gak akan pernah menyerah, Ra."Laura menutup matanya, mencoba meredakan kekacauan di dalam dirinya. "Kenapa semua ini harus sekompleks ini?" gumamnya pelan. Di satu sisi, ia merasa bersalah telah membuat Alex terus berharap, tapi di sisi lain, ia tahu bahwa perasaannya sendiri belum benar-benar sembuh dari luka di masa lalu.Ia bangkit perlahan, berjalan menuju balkon kamarnya. Udara malam Bali yang sejuk menyapa wajahnya. Suara debur ombak dari kejauhan terdengar menenangkan, meski hatinya tetap terasa berat."Pernah nggak sih gue benar-benar tahu apa yang g

  • Teror Mantan   Luka dan suka Tasya

    Pov GrettaGretta dan Rafa berjalan santai di tepi pantai, pasir lembut menyentuh kaki mereka. Mereka baru saja membeli beberapa makanan ringan dari penjual yang ada di sepanjang pantai—kacang rebus, jagung bakar, dan es kelapa muda. Gretta memegang gelas es kelapa dengan satu tangan, sementara tangan satunya sibuk menepis Rafa yang terus menggoda."Lo tahu nggak, Gretta, gue beli jagung bakar ini khusus buat lo. Supaya lo bisa ngunyah sambil diem, nggak terus-terusan ngetawain gue," ucap Rafa sambil menyeringai.Gretta tertawa keras, hampir menjatuhkan gelasnya. "Hah! Emang lucu banget lo, ya. Humor lo tuh receh banget, Raf. Tapi gue akui, kadang itu yang bikin gue betah sama lo.""Kadang? Jadi gue cuma lucu 'kadang-kadang'?" Rafa pura-pura cemberut, membuat Gretta tertawa lebih keras.Mereka berhenti sejenak, duduk di atas pasir sambil menikmati angin malam. Gretta menyandarkan kepalanya ke bahu Rafa, sementara Rafa dengan santai melingkarkan lengannya di bahunya."Raf, lo sadar ngg

  • Teror Mantan   Keyakinan Alex

    ...Setelah suasana menjadi lebih cair, mereka semua mulai berbincang lebih santai bersama orang tua Laura. Sinta dan suaminya, Rio, ikut duduk di meja mereka, membuat obrolan semakin hidup.Namun, meski suasana terlihat akrab, Alex sesekali mencuri pandang ke arah Laura. Perasaan yang ia pendam selama bertahun-tahun sejak kepergian Laura tampak jelas di matanya. Gretta, yang duduk di samping Laura, menyadari hal itu tapi memilih untuk tidak berkomentar.Tasya, di sisi lain, merasa tidak nyaman dengan cara Alex memandang Laura. Ia mencoba mengalihkan perhatian Alex dengan memulai obrolan. "Alex, gue denger katanya li mau kuliah di luar negeri?" tanyanya dengan nada ceria.Alex tersenyum kecil, meski jelas terganggu oleh interupsi Tasya. "Iya, tha tapi gue juga gak.tahu, mungkin oindah rencana kuliah di tempat lain," ucapnya sambil melirik ke arah Laura.Tasya tersenyum kaku, menyadari bahwa Alex tidak sepenuhnya memperhatikannya. Ia menggenggam gelasnya lebih erat, mencoba menahan ras

  • Teror Mantan   Pertemuan 2

    Laura muncul dengan langkah tenang, tapi tatapan matanya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dress putih sederhana yang dikenakannya berkibar pelan tertiup angin dari luar, membuatnya terlihat seperti bayangan dari masa lalu yang tiba-tiba hadir.Alex menatapnya dengan campuran emosi yang sulit diuraikan. “Laura...” panggilnya pelan, seolah takut suara lebih keras akan membuat momen ini menghilang.Laura menghentikan langkahnya, matanya terarah pada Alex. "Kamu... Alex?" gumamnya, suaranya bergetar.Semua orang terdiam. Gretta menatap Laura dengan raut wajah tak percaya, sementara Tasya mencuri pandang ke arah Alex, mencari reaksi dari pria itu."Kenapa kalian semua di sini?" tanya Laura sambil mendekat, suaranya tenang, meskipun sorot matanya penuh kebingungan.Alex, yang sedari tadi duduk, berdiri begitu Laura tiba di hadapannya. Tanpa berkata apa-apa, ia langsung menarik Laura ke dalam pelukannya, memeluknya dengan erat, seolah

  • Teror Mantan   Pertemuan

    “Kita nginep di Wavecrest Hotel. Gue udah booking dua kamar di sana,” ucap Alex sambil melirik ke arah spion belakang, memastikan semuanya baik-baik saja di kursi penumpang.“Wavecrest Hotel?” tanya Gretta sambil menatap Tasya.“Iya, tempatnya persis di samping kafe Laura,” lanjut Alex dengan nada santai.“Wah, pas banget dong. Jadi nggak perlu ribet kalau mau ketemu Laura,” komentar Rafa sambil melihat peta di layar ponsel.Gretta tersenyum tipis. “Bagus sih, biar kita juga punya waktu buat istirahat sebelum ketemu dia.”Mobil pun terus melaju menuju Canggu, mengikuti suara navigasi yang membimbing mereka."Gue denger, bukannya Laura pergi tanpa pamitan? Kok kalian masih mau jauh-jauh ke sini buat nemuin dia?" tanya Tasya tiba-tiba, suaranya terdengar tajam.Mendengar itu, Gretta langsung menoleh dengan tatapan tak suka. "Maksud lo apa, Tasya?" tanyanya, nadanya jelas menunjukkan ketidaksenangan.Rafa mencoba menenangkan suasana, tapi Gretta sudah melanjutkan, "Gue kenal Laura udah l

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status