Share

Bab. 8

Aku menatap makanan yang tersaji di meja, rawon yang memiliki kuah santan pekat serta daging bakar yang disajikan beserta panggangannya. Aku tak mampu menahan untuk tidak menelan salivaku. 

“Jangan hanya dipandang. Kamu laparkan?” ucapnya menatap ke arahku. Dua tangannya telah memegang pisau dan garpu. 

“Baik, Om,” ucapku sambil meraih rawonnya. Kuincip sedikit kuah kental tersebut, benar-benar nikmat. Sungguh rawon di rumah bude memang tak ada apa-apanya. 

“Enakkan?” 

Aku mengangguk.

“Ini habiskan juga. Aku tak ingin seorang istri dari Zuan Raditya merasakan kelaparan “ ucapnya sambil meletakkan rawon miliknya di dekatku.

Istri Zuan Raditya? Terasa ngilu aku mendengarnya.

“Pasti, Om,” jawabku santai. Kapan lagi aku bisa makan enak gini. Dari pada makan sup ayam tanpa bawang goreng, sudah pasti nikmat masakan ini dong. Aku juga tak perlu jaim-jaiman kepada lelaki di depanku ini, mengingat perutku yang masih bagai genderang meskipun telah menghabiskan semangkuk rawon milikku. 

Aku menatap ke arah Om Zuan yang kini menaruh pisau dan garpunya, membalikkan benda tersebut sebagai pertanda selesai makan.

“Om, kenapa tidak dihabiskan?” tanyaku yang menatap ke arah daging di depannya. Hanya teriris sedikit, mungkin dua sampai tiga irisan saja.

“Aku sudah kenyang,” jawabnya singkat, padat dan jelas.

“Tapi, Om.”

“Sudah jangan bawel, habiskan dulu makananmu. Tidak baik makan sambil bicara.”

Aku menelan suapan terakhirku, dua mangkok rawon, serta satu steak daging dengan rasa yang begitu nikmat. Rasanya inilah makanan terenak yang pernah masuk ke perutku.

“Om, kenapa tak dihabiskan?” tanyaku lagi sambil menatap steak daging di depannya yang masih terlihat utuh.

“Aku kenyang.”

Aku melambaikan tangan kepada salah satu pramusaji wanita terdekatku. “Mbak, tolong bungkus makanan ini ya,” ucapku sambil memberikan steak yang berada di depan Om.

“Baik, Mbak,” jawab wanita cantik itu.

“Zi,” ucapnya setengah berbisik dengan bola mata yang hendak keluar.

“Om, tidak baik memubadzirkan sesuatu. Apalagi makanan. Tahu gak sih, Om. Di luaran sana banyak sekali yang ingin menikmati daging lezat ini, lah ini om malah seenaknya membuang begitu saja. Itu namanya kufur nikmat, Om. Gak baik. Dari pada di sini di buang kan mending dibawa pulang. Nanti bisa dihangatkan lagi kalau di rumah. Lumayan juga kan Om menghemat pengeluaran hari besok.”

“Ini, Mbak silahkan. Ini juga total harga makanannya.” Wanita berseragam resto ini memberikan steak yang telah terbungkus rapi, tidak lupa dengan selembar kertas total tagihan makan. 

Aku meraih kertas tersebut bersamaan dengan kotak makan yang aku terima. Glekk. Aku menelan salivaku kasar saat melihat nominal yang tertera. Satu juta lebih. Nominal yang fantastis bukan? Jika di kampung uang segitu bisa untuk mencukupi kebutuhanku sebulan, dan di sini? Hanya sekali makan dan hendak di buang sia-sia. 

“Ini tidak salah, Mbak?” tanyaku kepada wanita di depanku. Dengan senyuman ia menjawab tak ada yang keliru, ia membacakan nominalnya, satu juta dua ratus ribu rupiah. 

Kini aku menatap Om galak itu, dari tadi ia hanya menatap seolah membiarkanku untuk membayarkan tagihannya.

“Om, cepat bayar, Om!” 

“Kamu kan yang menerima tagihannya, berarti kamu yang bayar! Yang makan semua makanan siapa? Kamu juga kan?”

“Tapi kan, Om. Aku kerja di rumah Om sama sekali tidak bayar,”

Entah, setelah mendengar kalimat yang aku ucap, wajah Om galak tampak memerah, ia memberikan sebuah kartu kepada wanita itu. Sedangkan wanita itu tampak menahan tawa saat hendak berlalu. 

**

“Sudah siap, Nona Zi?” 

Seorang lelaki berpawakan menarik itu tepat berdiri di depanku, ia mengenakan jas hitam dengan sepatu mengkilat seperti biasanya. Dan di wajahnya senantiasa di hiasi dengan senyum yang memamerkan lesung pipitnya.

Aku kembali melihat tubuhku yang kini mengenakan sebuah kemeja warna putih tulang, di bagian depannya tampak aksen pita yang membuat penampilanku terlihat manis. Apalagi aku juga memakai celana resmi berwarna hitam yang aku padankan dengan sepatu flat berwarna senada.

“Bagaimana penampilanku , Ren?” 

“Sempurna,” ucap lelaki itu dengan menunjukkan jempolnya. Senyum lesung Pipit yang membuatku meleleh itu terus saja dipamerkannya.

Aku dibawa lelaki itu memasuki bangunan yang begitu besar, nama universitas tertampang jelas dari jalan raya. Sebuah universitas yang sama sekali tak pernah aku impikan. Ya, aku memang tak pernah bermimpi untuk kuliah, siapakah aku, Nur Aziza, seorang gadis desa yatim piatu yang hidup di bawah garis kemiskinan. 

“Nona Zi, apa perlu saya temani untuk masuk? Semua biaya administrasi sudah saya penuhi, nona hanya tinggal tanda tangan pendaftaran saja.”

“Jangan panggil aku Nona, Ren. Panggil aku Zi saja.”

Aku mendapatkan tatapan sinis dari beberapa wanita yang tampak menatap kami. Ia seperti keheranan, atau mungkin mereka merasa cemburu, wanita katrok dan dekil sepertiku bisa bersama dengan lelaki tampan dan keren seperti Rendra.

“Tidak perlu, Ren. Aku bisa masuk sendiri.”

**

Aku mengenakan celemek yang aku kaitkan di leherku. Kembali berkutat di ruang besar yang aku namai ruang kerja. Bukankah aku di sini hanya untuk menyiapkan makanan? Ya, seusai bertemu dengan beberapa staf di universitas aku langsung di antar Rendra pulang. Bahkan, aku tak sempat jalan-jalan atau sekedar melihat gedung yang akan aku singgahi itu sepeti apa. 

Baru dua hari ini aku memasak menu yang sama, berkutat dengan ayam dengan kentang serta beberapa potongan sayuran. Apalagi dengan tambahan geprekan jahe. Benar-benar membuat aku enek dan tak ingin menyantapnya. Bagaimana mungkin Om Zuan bisa memakan makanan ini selama bertahun-tahun? Entahlah, sepetinya lelaki itu memang tidak waras. 

“Bagaimana kuliahnya, Zi?” 

Aku yang terkejut, tak sengaja menyenggol panci yang berisi kuah sup ayam.

“Au, panas.” Semua kuah itu tumpah di atas meja, dan mengalir begitu saja hingga mencapai lantai.

Aku menoleh ke sumber suara, seorang lelaki berdiri di belakangku, menatapku dengan dua bola yang hendak keluar. 

‘Ya Allah ya Robbi, apa malaikat maut berupa sepeti ini? Menyeramkan sekali?’ 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Nabil Sandyaksa putra Sandyaksa putra
cerita nya bagus
goodnovel comment avatar
Hafidz Al ayubi
ceritanya sangat menarik...seruuu
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
kaget y Zi, om Zuan sih kyak jelangkung.. tahu ngagetin aja..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status