Terpaksa Akad

Terpaksa Akad

By:  Fida Yaumil Fitri   Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings
60Chapters
17.6Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

sepupuku yang menghilang di hari pernikahannya, membuatku melakukan pernikahan tanpa cinta untuk menggantikan posisinya. Lelaki yang sama sekali tak aku kenal. Hingga setelah bertemu dengannya, barulah aku tahu, dia dingin, jutek, dan ternyata seorang duda yang belum bisa move on dari istri pertamanya.

View More
Terpaksa Akad Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
M-studio
Novel yang sangat menarik.
2023-10-23 15:37:05
0
user avatar
widya widya
habis baca 'bos arogan itu mantan pacarku ' lgsg hunting karya aurthor lainnya..
2022-09-11 22:49:42
3
60 Chapters
Bab. 1 Pertemuan
“Apa? Mempelai perempuannya menghilang?” terdengar selentingan di indraku.Semua tampak panik dan saling sibuk mencari mempelai yang hendak akad sejam lagi.“Bagaimana bisa terjadi? Bukankah kalian sudah memutuskan anak kalian menikah dengan tuanku?” tampak suara seram dari balik ruang yang tertutup korden, sesaat kemudian seorang lelaki berbadan tinggi itu keluar dengan raut muka muram.“Bagaimana ini, Bu! Anak kita memang keterlaluan, ia bikin keluarga kita malu,” terdengar suara pelan di dalam kamar, sedangkan aku tetap menikmati nasi rawon yang disajikan di pesta ini.Hari ini acara pernikahan sepupuku, ia akan menikah dengan lelaki kota kaya yang memiliki beberapa investasi sawah di daerahku. Begitulah yang aku dengar. Pak de dan Bu de ku kerap kali menyombongkan pernikahan ini, bakal memiliki mantu kaya.“Rombongan pengantin prianya sudah datang,” teriak salah satu warga yang kini menuju kamar melewatiku. Pak De dan Bu De tampak keluar dari kamar dengan muka panik, bahkan terden
Read more
Bab. 2
Seusai akad aku langsung di boyong ke kota, di tempat di mana aku tak mengenal siapapun. Termasuk suamiku. Ia dingin, tak banyak bicara. Bahkan diperjalanan yang menghabiskan beberapa jam itupun tak terdengar sepatah katapun keluar dari bibirnya. Hanya tampak raut kekecewaan. Mungkin ia membayangkan wanita yang dinikahi berperawakan menarik, dengan kulit putih bersih dan bertubuh semampai seperti Mesa. Namun kenyataannya, ia menikahi gadis dekil dengan kulit sawo matang ini. Kenapa ia tak menolak saat hendak menikah denganku? Entahlah. Aku pun tak berani bertanya. Hanya diam.“Silahkan masuk, Non.” Seorang wanita berpawakan seperti Simbok membukakan pintu mobil, sedangkan lelaki yang dari tadi duduk di sebelahku sudah melangkah masuk ke rumah terlebih dulu.Aku menatap bangunan mewah berwarna serba putih itu, pilarnya besar dan menjuntai tinggi ke atas. Aku melangkah masuk dengan pelan, apalagi kebaya yang aku pakai terasa begitu ketat, membuat jarak langkahku kian menyempit.Saat per
Read more
bab.3
Seusai akad aku langsung di boyong ke kota, di tempat di mana aku tak mengenal siapapun. Termasuk suamiku. Ia dingin, tak banyak bicara. Bahkan diperjalanan yang menghabiskan beberapa jam itupun tak terdengar sepatah katapun keluar dari bibirnya. Hanya tampak raut kekecewaan. Mungkin ia membayangkan wanita yang dinikahi berperawakan menarik, dengan kulit putih bersih dan bertubuh semampai seperti Mesa. Namun kenyataannya, ia menikahi gadis dekil dengan kulit sawo matang ini. Kenapa ia tak menolak saat hendak menikah denganku? Entahlah. Aku pun tak berani bertanya. Hanya diam.“Silahkan masuk, Non.” Seorang wanita berpawakan seperti Simbok membukakan pintu mobil, sedangkan lelaki yang dari tadi duduk di sebelahku sudah melangkah masuk ke rumah terlebih dulu.Aku menatap bangunan mewah berwarna serba putih itu, pilarnya besar dan menjuntai tinggi ke atas. Aku melangkah masuk dengan pelan, apalagi kebaya yang aku pakai terasa begitu ketat, membuat jarak langkahku kian menyempit.Saat per
Read more
bab. 4
“Om, bangun, Om. Ini sudah subuh. Mari kita jamaah dulu,” ucapkan sambil menggoyangkan tubuhnya. Entah mulai kapan lelaki ini tertidur di sini, tepatnya di sofa panjang sebelah meja kerjanya. Aku tertidur ketika ia masih sibuk menghadap tumpukan kertas di meja kerja itu.“Aku masih ngantuk,” ucapnya masih dengan mata tertutup. Kini ia mengubah posisi dengan membelakangiku. “Om bangun, adzan sudah selesai berkumandang dari tadi. Jangan seperti anak SD yang susah dibangunkan untuk berangkat sekolah.”“Apa? Kamu bandingkan aku dengan anak SD?”“Maaf, Om. Tapi memang itu benar. Aku biasanya membangunkan ponakanku selalu pakai drama, sama seperti membangunkan om!”“Zi,” ucap lelaki itu dengan menaikkan nadanya.“Kamu tahu, itu baru jam setengah lima pagi?” ucapnya sambil menunjuk jam di sudut kamar.“Tahu, Om.”“Kenapa kamu bangunkan aku jam segini? Ini bukan jamku untuk bangun, nanti pukul enam aku akan bangun sendiri, jangan lupa kamu harus sudah menyiapkan sarapanku,” ucap lelaki berpa
Read more
Bab. 5
“Maaf Tuan, kalau boleh tahu saya mau dimasukkan di universitas mana?” tanyaku ragu.“Panggil Aku Rendra saja, aku ini bawahanmu, Nona Zi,” ucapnya sambil sekilas menatapku dan kembali kepada tumpukan kertas yang aku berikan. Ia memberikanku beberapa opsi universitas ternama ini.“Tuan memintaku untuk mendaftarkan Nona Zi di sini,” ucapnya sambil menunjuk salah satu brosur universitas.“Ha?” Aku benar-benar terkejut ketika melihat nama Universitas tersebut. Tempat di mana Mesa menuntut ilmu, bahkan PakDe sampai harus menjual beberapa hektar sawahnya hanya untuk biaya masuk sekolahnya saja. “Maaf Rendra, apa aku bermimpi? Coba kamu cubit lenganku!” ucapku sambil menjuntai kan lenganku di depannya. “Nona Zi memang lucu,” ia senyum simpul hingga lesung pipitnya kembali terlihat begitu manis. *”Aku kembali melaksanakan pekerjaanku, apalagi kalau bukan menyiapkan makan siang untuk Om galak, bangunan dapur ini begitu luas, mungkin hampir sama dengan dua kamar bude dan Mesa jika disatuka
Read more
bab. 6
“Bukan seperti itu, Om . Tapi ....” Aku tertunduk.Sejenak memikirkan ide. Bagaimana cara aku mengalihkan pembicaraan kami.“Tapi apa, ha?”“ Itu, Om. Ini jam dua belas kurang lima belas menit. Kenapa sudah sampai rumah?” tanyaku sambil menunjukkan jam tangan yang melingkari lengannya.“Ini rumahku, Zi. Terserah saya mau pulang jam berapa,” ujarnya sambil menaikkan rahangnya. Benar-benar membuatku terasa terpojok.“Maaf Tuan. Makanannya belum siap,” ucap Simbok dengan mengernyitkan dahinya. Wanita itu nampak ketakutan ketika tuannya datang dan belum mampu menyajikan menu apapun. “Gak apa, Mbok. Jam makanku memang masih lima belas menit lagi.”Lelaki itu meletakkan tasnya di kursi lalu melonggarkan dasinya. Ia duduk di kursi ujung seperti saat sarapan tadi, mengambil buah apel yang tersaji di atas meja dan menggigitnya. “Jangan, Zi!“Jangan, Non!” Teriak Om Zuan dan Simbok bersamaan, benar-benar membuatku terkejut dan melepas barang yang aku pegang. Seketika bawang goreng itu berha
Read more
Bab. 7
“Atau jangan-jangan ....” Lelaki itu mendekat menyisakan jarak hanya tinggal beberapa senti, senyumnya menyeringai membuat tubuhku gemetaran. Kini kurasakan peluhku pun ikut keluar, sedangkan tanganku terasa dingin. “Jangan, Om,” ucapku sambil mendorong tubuhnya agar tak semakin mendekat. “Kenapa, Zi? Ha? Kamu terganggu?” Lelaki itu terus mendekat sambil kembali menyeringai, ia semakin mendekat hingga terasa aroma nafasnya saat ia berbicara. Desiran jantungku benar-benar tak karuan. Ini pertama kalinya aku bersama lelaki sedekat ini.Aku terpejam, rasanya aku tak mampu menatap lelaki itu lebih lama. Sungguh perasaan yang tak pernah aku mengerti, dibalik rasa ketakutan, ada rasa yang aneh yang kini menjelajahi ruang hatiku.“Ba,” terdengar suaranya yang mengejutkan serta aroma nafas yang kian menyeruak. Sontak aku membuka mata, dan ia tertawa begitu konyolnya. “Kamu pikir aku mau ngapain, Zi? Ha? Aku tidak mungkin melakukan itu denganmu,” ucapnya sambil menata nafasnya yang terenga
Read more
Bab. 8
Aku menatap makanan yang tersaji di meja, rawon yang memiliki kuah santan pekat serta daging bakar yang disajikan beserta panggangannya. Aku tak mampu menahan untuk tidak menelan salivaku. “Jangan hanya dipandang. Kamu laparkan?” ucapnya menatap ke arahku. Dua tangannya telah memegang pisau dan garpu. “Baik, Om,” ucapku sambil meraih rawonnya. Kuincip sedikit kuah kental tersebut, benar-benar nikmat. Sungguh rawon di rumah bude memang tak ada apa-apanya. “Enakkan?” Aku mengangguk.“Ini habiskan juga. Aku tak ingin seorang istri dari Zuan Raditya merasakan kelaparan “ ucapnya sambil meletakkan rawon miliknya di dekatku.Istri Zuan Raditya? Terasa ngilu aku mendengarnya.“Pasti, Om,” jawabku santai. Kapan lagi aku bisa makan enak gini. Dari pada makan sup ayam tanpa bawang goreng, sudah pasti nikmat masakan ini dong. Aku juga tak perlu jaim-jaiman kepada lelaki di depanku ini, mengingat perutku yang masih bagai genderang meskipun telah menghabiskan semangkuk rawon milikku. Aku mena
Read more
Bab. 9
“Au, panas.” Semua kuah itu tumpah di atas meja, dan mengalir begitu saja hingga mencapai lantai.Aku menoleh ke sumber suara, seorang lelaki berdiri di belakangku, menatapku dengan dua bola mata yang hendak keluar. ‘Ya Allah ya Robbi, apa malaikat maut berupa sepeti ini? Menyeramkan sekali?’ “Zi ....” ucap Om Zuan dengan gemeletuk giginya.“Iya, Om.”“Kamu apakan dapurku? Bukankah aku pernah bilang kalau aku gak suka dapurku kotor?” “Akan saya bersihkan, Om.”“Di mana makan siangku, Zi? Ha?" tanya Om Zuan masih dengan giginya yang saling gemeletuk, terlihat ia beberapa kali membuang nafas kasar.“Maaf, Om. Ini takdir, Om!" Jawabku sambil meringis, tak berani menatap lelaki di depanku."Bukankah semua yang telah terjadi di muka bumi ini adalah kehendak Allah? Sama seperti aku yang tak sengaja menumpahkan kuah ini, itu karena takdir. Om tahan marahnya ya! Zi pernah baca sebuah artikel, tiap kali marah, beberapa sambungan syaraf ke otak itu menegang dan memutus. Itu gak baik Lo, Om.
Read more
bab. 10a
Bab 10Aku benapas lega ketika keluar dari kamar kecil. Untung saja, aku tak harus keluar ruangan hanya untuk membuang hajatku. Pandangan mereka ke arahku, benar-benar membuatku ngeri. Tatapan sinis.“Kamu menjijikkan sekali, Zi!” ucap lelaki itu sambil sekilas menatapku. Pandangannya kembali mengarah ke layar di depannya, sedangkan tangan kirinya masih ia gunakan untuk menutup Indra penciuman. “Ini semua karena, Om. Jika Om tak memintaku untuk berdiam diri semua tak akan seperti ini.”“Zi,” ucap lelaki itu sambil mendelik ke arahku. Hingga sebuah panggilan terdengar di indra. Ia meraih ponsel dalam layarnya, melihat nama di dalamnya, dan membiarkan panggilan tersebut begitu saja.“Siapa, Om? Kenapa tidak diangkat?” tanyaku. Selintas bayangan wanita cantik tergambar di ponsel Om Zuan.“Bukan urusanmu.”Aku diminta Om Zuan untuk duduk menjauh darinya, di sebuah sofa sudut, yang sepertinya digunakan untuk Om menjamu rekan kerjanya. Hanya duduk, tak boleh berbuat apa-apa, termasuk bicar
Read more
DMCA.com Protection Status