Share

Bab. 7

last update Last Updated: 2022-08-18 15:10:44

“Atau jangan-jangan ....” Lelaki itu mendekat menyisakan jarak hanya tinggal beberapa senti, senyumnya menyeringai membuat tubuhku gemetaran. Kini kurasakan peluhku pun ikut keluar, sedangkan tanganku terasa dingin. 

“Jangan, Om,” ucapku sambil mendorong tubuhnya agar tak semakin mendekat. 

“Kenapa, Zi? Ha? Kamu terganggu?” Lelaki itu terus mendekat sambil kembali menyeringai, ia semakin mendekat hingga terasa aroma nafasnya saat ia berbicara. Desiran jantungku benar-benar tak karuan. Ini pertama kalinya aku bersama lelaki sedekat ini.

Aku terpejam, rasanya aku tak mampu menatap lelaki itu lebih lama. Sungguh perasaan yang tak pernah aku mengerti, dibalik rasa ketakutan, ada rasa yang aneh yang kini menjelajahi ruang hatiku.

“Ba,” terdengar suaranya yang mengejutkan serta aroma nafas yang kian menyeruak. 

Sontak aku membuka mata, dan ia tertawa begitu konyolnya. 

“Kamu pikir aku mau ngapain, Zi? Ha? Aku tidak mungkin melakukan itu denganmu,” ucapnya sambil menata nafasnya yang terengah. Ia terus tertawa setelah puas mengerjaiku.

“Aku tegaskan lagi, aku tak mungkin mencintaimu. Dan kamu juga jangan sampai jatuh hati kepadaku,” tuturnya sambil kembali melanjutkan tawanya yang tertahan. Tawa yang jahat. Entah mulai kapan aku merasakan sakit diperlakukan seperti ini.

**

Aku menatap tubuhnya yang dari duduk di kursi kerja, dua bola matanya tampak menyusuri tulisan dalam layar laptop di depannya. Sesekali ia menengok ke ponsel untuk memastikan sesuatu, dan kembali menatap layar yang sama. 

Aku akui, ia memang pekerja keras. Dari kemarin aku hanya melihatnya kerja, marah, kerja, marah. Hanya itu. Mungkin karena kesibukannya yang monoton itulah membuat hidupnya kaku, serasa kanebo kering. 

Ia tampak meneguk air putih yang sudah kusiapkan, lagi-lagi pandangannya kembali ke dalam jejeran tulisan dalam layar tersebut. Sesekali aku melirik detikan jarum jam yang berada di sudut kamar, semakin benda itu berputar, rasa laparku semakin menyeruak.  Kata Simbok tiap malam Minggu Om galak tak makan di rumah. Ia lebih memilih menikmati masakan resto favoritnya. Entah di mana itu akupun tak tahu. 

“Om,”  teriakku sambil duduk di ranjang menatap ke arahnya yang tampak tak peduli denganku. 

“Hm,” hanya terdengar Deheman, tanpa menoleh sedikitpun ke arahku.

“Ini sudah jam delapan malam, Om,” ucapku sambil menahan lilitan perut yang semakin perih. Apalagi siang tadi aku tak ikut makan, karena mood makanku hilang setelahemdengar om marah-marah.

“Iya, Kamu tidur saja dulu. Nanti aku menyusul. Kamu bukan anak kecil yang harus di dongenginkan?” tanyanya sambil menggerakkan jemarinya, menyusun jejeran huruf dan angka di layar depannya. Tetap dengan posisi yang sama, tanpa menoleh ke arahku. Sedangkan dari tadi aku terus saja mengelus perut untuk memintanya bersabar.

“Tapi, Om, aku ....”

“Sudahlah, Zi. Aku ini kerja. Bisa kan untuk tidak bawel sekali ini saja,” ucapnya dengan nada meninggi. Kali ini ia menoleh ke arahku.

“Lapar,” ucapku lirih melanjutkan kalimat yang terputus. 

“Kamu bilang apa?” 

“Enggak, Om. Enggak jadi.”

Lelaki itu berjalan mendekati pintu almari, di ambilnya pakaian yang menggantung dan bergegas memakainya. Kini ia berjalan ke arahku dengan muka yang masih terlihat serius. 

“Ayo ikut aku,” ucapnya dengan nada meninggi. Lebih tepatnya seperti teriakan. 

“E-enggak, Om.”

Aku menggelengkan kepala, merutuki diri sendiri. 

‘Kenapa kamu harus mengganggu kerjanya, Zi? Kamu tahu kan lelaki itu lelaki seperti apa? Kenapa kamu cari mati begini?’

“Ayo,” ucapnya lagi. Kali ini berbeda, ia mengulurkan tangannya ke arahku.

“Enggak, Om. Aku mau tidur,” ucapku bergegas berbaring.

Sungguh di luar dugaanku, ketika tubuh kecilku terasa terangkat. Ia membopongku ke punggungnya. Seperti kuli yang sedang mengangkat beban beras sekarung dalam pundaknya. Aku meronta, meminta untuk dilepaskan, namun laki-laki ini benar-benar kaku, ia tak bergeming sama sekali. Bahkan beberapa pukulan yang aku layangkan, ia sama sekali tak mengaduh kesakitan. 

Mobil terhenti di depan sebuah resto. Pandangan pertamaku mengarah kepada gambar menu besar di depan pintu masuk, aku menelan salivaku dalam. Rasanya ingin sekali menikmati makanan seperti gambar tersebut. Aku terhenyak ketika mendengar suara pintu mobil yang terbuka. Lelaki itu kembali menggendong tubuhku seperti saat awal tadi, hingga kulihat semua pasang mata mengarah kepadaku.

“Om lepaskan,” ucapku sambil meronta.

Ia sama sekali tak bergeming seakan tak mendengarnya. 

“Menu biasa. Dua porsi,” ucapnya ketika melewati salah satu pramusaji. Ia tetap dengan posisi semula, tanpa melepas gendongannya. Kulihat wajah wanita itu yang tampak tersenyum sambil menatap ke arahku. Sial, rasanya aku benar-benar malu saat ini. 

“Kamu kenapa, Zi?” tanya Om Zuan sambil menarik buku menu yang ku pegang. Ya, kami duduk di ujung ruangan dengan beberapa pasang mata yang menatapku aneh. Apalagi ini malam Minggu. Tempat ini begitu ramai.

“Kembalikan buku menu itu, Om. Aku malu semua mata menatap ke arahku,” ucapku sambil mencoba meraih buku berukuran lumayan besar dari tangannya. Buku menu yang mampu menjadi penghalang manik-manik mata  ke arahku.

Tanpa di sangka, Om Zuan kini justru tertawa terbahak. Hingga membuat se isi ruangan ini kembali  mengarahkan pandangan ke meja kami, tak terkecuali pramusaji tadi yang kini berjalan mendekat dengan nampan yang berisi beberapa menu pesanan lelaki di depanku.

“Istrinya ya, Pak? Serasi sekali,” ucap pramusaji cantik itu sambil melengkungkan bibirnya.

Apa? Aku di bilang serasi dengan om-om seperti ini? Kemungkinan umur kamipun terpaut sepuluh tahun lebih, dan ia bilang serasi? Sepertinya mata wanita ini benar-benar tidak beres.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
om Zuan g peka banget sih.. masa gendong Zi kyak krung beras. y malu lah..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terpaksa Akad   bab.36c

    Om Zuan terkekeh, dia menatapku begitu dalam. Begitupun aku yang seakan terkena magnet dari lelaki di depanku. Aku terus mendekat, sama sepetinya. Wajahnya masih tampak tampan, meskipun memang tak terlihat sempurna. Kini mulai kurasakan detak jantungku yang tak beraturan, serta hembusan hangat dari nafas Om Zuan.“Zuan, apa kamu di dalam?” terdengar teriakan mama dari balik pintu. “Tadi Zi datang, dan tiba-tiba Zi tak diketemukan. Mama ...”Mama tak melanjutkan kalimatnya ketika aku tengah membuka pintu, dilihatnya diriku dalam-dalam.“Kalian sudah bertemu?” Mama tampak terkejut melihatku yang berada di kamar ini, begitupun Rendra yang tengah berdiri di belakang Mama. “Kenapa kamu bodoh sekali dengan membawa Zi ke sini?” Om Zuan melempar sebuah pulpen ke tubuh Rendra.“Maaf, Tuan. Nona Zi memaksa. Nomor baru tuan Zuan pun tidak bisa dihubungi. dari sebelum ke sini, saya sudah memberi kabar.”“Kalian semua tahu, dan menipu ku mentah-mentah?” aku mengerucutkan bibirku. Ingin marah?

  • Terpaksa Akad   bab. 36b

    Aku perlahan melangkah, masuk ke dalam kamar asing tanpa ijin sang pemilik rumah. Semoga Mama tak mengetahui sikap nekat Zi, Ya Allah. Aku kembali mendekat kepada lelaki tersebut.“Ma, kenapa rame? Apa Rendra telfon kembali dan memberi kabar tentang Zi? “ ucap lelaki tersebut. Yang membuatku yakin kalau lelaki di depanku adalah Om Zuan.“Om.”Entah setan apa yang merasuki tubuhku, hingga aku memeluknya dari belakang. “Zi kangen, Om. Zi ....”Aku tersentak kaget ketika melihatnya. Bahkan tubuhku seakan terpental, menyisakan jarak beberapa meter. Matanya hanya satu. Karena yang satunya tertutup oleh kasa. Ia pun tak kalah kaget dariku. Ia menunduk, sekaan malu dengan keadaanya. “Om Zuan.” Aku kembali mendekatinya. Memastikan dengan apa yang baru saja kulihat.Ia memalingkan muka. Seakan tak ingin wajahnya terekspose dengan mata indahku.“Om Zuan, ini Zi.” Aku terus mendekat.“Siapa, Zi? Aku gak kenal!”Aku terus mendekat, kini tak menyisakan jarak dan kembali memeluknya dari belaka

  • Terpaksa Akad   bab. 36a

    Terima kasih yang sudah mampir di kisahnya Zi dan Zuan, mohon maaf jika ceritanya kurang berkenan. Happy reading ...🥀🥀🥀“Siapa, Ma?” tanyaku heran. “E... Itu, itu suami Mama, ayah tirinya Zuan.”Benarkah? Apa Mama berbohong kepada Zi.“Ma, kenapa Zi tidak dipersilahkan masuk?”“Astagfirullah, maafkan Mama, Zi.” Wanita teduh itu menggandengku, dan melewati pintu bersama, sedangkan Rendra terus saja mengekori, tetap dengan ponsel di tangannya.Rumah berdinding jati ini benar-benar rapi, tak banyak pernah-pernik, hanya beberapa foto yang keluarga yang tertempel di dinding. Aku menatap sekitar, dan tiba-tiba indraku mencium wangi Om Zuan di dalamnya.Apakah Om Zuan di sini? Ah, rasanya tidak mungkin.“Ini, Pak. Ada Zi. Istrinya Zuan.” Mama memperkenalkanku kepada lelaki paruh baya yang tengah memakai baju kerah batik serta celana hitam polos. Hah, lagi-lagi harapanku nihil. Aku berharap Om Zuan yang datang. Aku menjabat tangan, dan mencium punggung tangannya. Dan kini dibalas den

  • Terpaksa Akad   bab. 35b

    “Setidaknya sarapan dulu, Nona. Nanti bisa kembali tidur,” ucap Simbok yang andil bersuara. “Males, Mbok. Zi masih kenyang.”“Kenyang dari mana, Non? Semalam saja tidak makan malam.”Kini terdengar suara saling berbisik antara Simbok dan Rendra, entah apa yang mereka bicarakan. Aku masih terlalu malas untuk ke luar dari ruangan ini.“Nona Zi, katanya mau jenguk bunga. Jadi?” Terdengar suara Rendra yang membuat mataku berbinar. Aku bergegas membuka pintu itu, dan menjawabnya dengan anggukan. “Jadi, Ren. Sekarang ya.”Rendra tersenyum, sedangkan Simbok tampak menggelengkan kepala. “Diantar kalau Nona Zi sudah sarapan.”Hah, Aku membuang nafas kasar sambil menuju ke meja makan. “Kita makan bersama ya, Mbok, Ren.”Aku mengoleskan selai ke roti gandum di depanku. Memberikan mereka masing-masing satu potong untuk menemani sarapanku. Entah, setelah mendengar nama Bunga, aku sepeti memiliki kekuatan baru. Aku tak boleh menyerah dengan keadaan, aku Zi dan aku kuat. Aku harus sehat untuk ana

  • Terpaksa Akad   bab. 35a

    Rendra mengernyitkan dahinya ketika mendengar ucapanku. “Pusara Tuan Zuan, Nona?” “Iya, Ren. Aku mau menjenguk Om.”“E, itu, Non. Ada di sebelah sana.”Rendra menunjuk sebelah selatan. Kami berjalan mengikuti arahan Rendra, cukup jauh memang, karena tempat pemakaman ini lumayan besar. “Non, maaf. Hari ini ada rapat mendadak.” Rendra menunjukkan sebuah pesan dari ponselnya. Aku membaca pesan tersebut.[ Pak Rendra, tamu kita yang dari Jepang sudah datang. Bisakah ke kantor sekarang? ]“Kalau begitu antar saya saja ke pusara Om Zuan, Ren. Biar nanti saya pulang pakai taksi.”“Maaf, Non. Saya tidak berani. Saya diberi amanat Tuan Zuan untuk menjaga Nona Zi setelah beliau tidak ada. Apalagi hari sudah malam. Kita ke sini lain kali saja. “Aku mengangguk, sebenarnya setengah terpaksa meninggalkan tempat ini. Kenapa ada acara yang begitu mendadak? Ah, sudahlah. **“Malam ini mau makan apa, Non?” Simbok menatapku dengan khawatir, untuk saat ini ialah yang peduli kepadaku setelah Rendra

  • Terpaksa Akad   bab.34b

    “Assalamualaikum.” Terdengar suara panik dari wanita paruh baya yang kini mendekati kami, begitupun lelaki yang berada di sampingnya. “Tante, Paman.” Tama mencium punggung tangan mereka. Begitupun aku, yang mengekori kelakuan Tama.“Bagaimana keadaan anakku?” Tante itu mengikutiku, menatap Aga dari balik dinding kaca ini. “Aku pasrah dengan semua kehendakmu Ya Allah, jika memang Aga sudah harus tutup usia di waktu ini. Aku ikhlas, selama ia tak terus mengalami kesakitan.”Tante mengucapkannya lirih sambil berlinang air mata, dari sini aku belajar, puncak dari mencintai adalah mengikhlaskan. Mengikhlaskan orang yang dicintanya pergi selama itu adalah jalan yang terbaik. Sedangkan kini lelaki yang menjadi suaminya, merangkulnya erat memberi dukungan untuk kuat. “Kamu Zi?” tanya Tante yang kini menatap ke arahku. Sepertinya ia baru menyadari ada aku di sebelahnya. “Iya Tante.”“Senang bisa bertemu denganmu, Zi. Benar kata Aga kamu cantik.” Wanita itu kini mengembangkan senyum. “Ak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status