Share

Insiden.

Author: iva dinata
last update Last Updated: 2025-03-25 22:41:39

Dari rumah sakit, aku pulang sendiri dengan menggunakan taksi online. Mama Rosa tidak bisa mengantarku pulang karena tiba-tiba tidak enak badan dan kepalanya pusing.

"Kamu pulang naik taksi online saja," perintahnya yang dengan senang hati aku lakukan.

Pulang sendiri lebih menenangkan untukku, karena sepanjang perjalanan tidak perlu mendengarkan omelan dn kata-kata pedas dari mulut ibu mertuaku itu.

Dan lagi, aku punya waktu untuk memikirkan penjelasan apa yang akan kukatakan pada Mas Ammar.

Sekarang pria itu pasti sudah menungguku di rumah. Beberapa menit yang lalu, sebuah nomor asing menelpon, yang ternyata nomor baru milik Mas Ammar.

Pria itu menghubungiku untuk meminta agar aku segera pulang. Dari suaranya terdengar sedang menahan amarah.

Mungkin karena takut, perjalan terasa begitu cepat. Tanpa terasa taksi yang membawaku sudah sampai di depan rumah.

Meski enggan aku pun melangkah turun. Jantungku seketika berdegup kencang begitu aku melihat mobil milik Mas Ammar sudah terparkir di halaman rumah. Mendadak langkah kakiku terasa begitu berat seolah ada rantai besi yang mengikatnya.

Ceklek....

Tiba-tiba pintu ruang tamu di buka dari dalam, sontak saja tubuhku mematung di tempat. Nampak sosok Mas Ammar dengan wajah merah padam dan rahang mengeras muncul dari balik pintu.

"Masuk!!" sentaknya yang langsung membuat nyaliku seketika menciut.

Aku bergeming di tempat. Dua bulan hidup bersama tak pernah aku lihat dia semarah ini. Tatapan matanya tajam dan dipenuhi kilatan amarah.

"Aku bilang masuk," bentaknya sambil menarik tanganku kasar.

"Aww.... sakit Mas. Tolong lepaskan tanganku," mohonku mengiba saat Mas Ammar menyeretku masuk ke dalam rumah.

"Sakit kau bilang, hanya begini kau sudah bilang sakit. Lalu bagaimana dengan perasaanku dan Raline," bentaknya, lalu menghempaskan tanganku kasar sampai membuat tubuhku terhuyung.

Beruntung aku masih bisa menjaga keseimbangan tubuhku sehingga aku tidak tersungkur.

"Aku minta maaf, Mas." Lagi-lagi hanya kata maaf yang bisa kuucapkan.

Aku tak bisa lagi menahan tangisku. Mendapat perlakuan kasar dari pria berstatus suamiku, air mataku pun mulai bercucuran tanpa bisa kucegah.

"Kumohon berhentilah berakting memelas," cibirnya dengan wajah frustasi.

"Tidak bisakah kita bicara baik-baik?" pintaku.

"Apa kamu pantas?" sahutnya menohok.

Seburuk itukah aku? Bahkan untuk bicara baik-baik tidak bisa.

"Selama ini aku sudah sangat bersabar menghadapimu tapi kau terus saja mengujiku," katanya. "Kau sendiri yang berjanji dan sekarang kau sendiri yang mengingkari janjimu, memberitahu Mama tentang hubunganku dengan Raline?"

"Aku tidak memberitahu Mama, Mas," bantahku.

"Demi Tuhan, berhentilah berbohong!" geramnya terlihat frustasi. "Mama mengatakan kamu menunjukkan fotoku dan Raline di ponselmu. Apa mungkin Mama yang berbohong, hah?"

"Aku tidak melakukannya dengan sengaja, Mas. Raline mengirimkan foto itu saat aku bersama Mama dan Oma Rumana. Dan Mama----"

"Cukup!! Sudah cukup Renjana Zuhayra. Jangan terus mencari alasan untuk menutupi kesalahanmu. Kamu benar-benar membuatku muak."

"Aku tidak mencari alasan. Demi Tuhan, aku tidak melakukan semua yang kamu tuduhkan. Mama Rosa mengambil ponselku sesaat setelah aku membuka pesan dari Raline. Raline yang mengirim foto itu," jelasku sedetail mungkin.

"Aku tidak percaya. Raline tidak mungkin melakukannya. Itu hanya karanganmu untuk membuatku menyalahkan Raline. Aku tahu dari dulu kamu selalu iri pada Raline. Berulang kali kamu melemparkan kesalahanmu padanya."

Aku tertegun, tak tahu harus berkata apa lagi untuk menjelaskan kebenarannya. Memang seharusnya aku tidak perlu mengatakan apapun. Karena mata pria ini sudah tertutup oleh cintanya pada Raline.

"Seandainya saat ini Arfan bisa melihat sifat aslimu, aku yakin dia pasti sangat menyesal sudah mengorbankan dirinya demi kamu. Membiarkan wanita sejahat kamu hidup menebar fitnah."

Aku terkesiap. Mas Ammar. Kembali dia membawa Arfan dalam perdebatan kami

"Apa maksudmu, Mas?"

"Arfan kehilangan nyawanya untuk melindungimu. Dia mengorbankan dirinya ditabrak mobil demi menyelamatkan kamu, kan?"

Apa?

Dari mana informasi itu dia dapatkan? Sejak kapan Arfan meninggal karena menyelamatkan aku? Yang ada, sahabatku itu meninggal karena insiden kecelakaan yang sudah diatur oleh orang suruhan Mama Salwa. Dan itu semua karena kamu, Mas.

Tak ada gunanya membantah, Mas Ammar tidak akan percaya. Dan aku memilih diam. Percuma menjelaskan pada orang yang menolak kebenaran.

"Kenapa diam? Kamu mengakuinya,"

"Arfan sudah tidak ada. Tolong jangan lagi membawa namanya dalam masalah kita. Apapun yang terjadi antara aku dan dia, biar menjadi urusanku dengannya."

"Sok bijak," celetuknya.

Tak ingin berdebat lebih lama lagi, kuputuskan untuk meninggalkan Mas Ammar. Namun baru akan melangkah Mas Ammar mencekal lenganku.

"Aku belum selesai bicara," katanya dengan mata melotot dan rahang mengeras.

"Apa lagi, Mas? Dari tadi sudah aku jelaskan, aku tidak melakukan semua yang kamu tuduhkan. Jika tidak percaya pergi temui Mama Rosa dan tanyakan langsung padanya." Kutepis kasar tangan Mas Ammar dan segera berlari menuju tangga.

"Ana berhenti," teriaknya namun tak kuhiraukan. Kupercepat langkahku menapaki anak tangga.

Aku benar-benar lelah dengan semua ini. Jika boleh aku ingin menyerah dan mengikuti Arfan ke alam baka.

"Renjana Zuhayra, aku bilang berhenti!!" teriakan itu semakin keras.

Tiba-tiba sebuah tangan menarik lenganku dari belakang. Karena kaget aku kehilangan keseimbangan dan tubuhku pun oleng. Kakiku terpeleset sehingga aku terjatuh menggelinding ke bawah.

"Akh...."

Dugh.....

Sesuatu yang keras membentur kepalaku membuat salah satu anggota tubuhku itu berdenyut nyeri dan pandanganku kabur.

Rasanya sakit sekali,...

Untuk beberapa detik aku masih bisa melihat Mas Ammar yang berdiri mematung sambil menatapku dingin. Detik berikutnya semuanya menjadi gelap. Dan hanya terdengar suara teriakan wanita memanggil namaku yang semakin lama suara itu semakin mengecil dan berganti kesunyian.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Sebuah lamaran.

    "Menghindar bukan sikap yang tepat, Renjana. Kamu harus menghadapinya?" ucap Sena memandang sendu anak dari almarhum sahabat ibunya. "Maksud Kak Sena?" Renjana mengerutkan dahinya. Saat ini dua orang itu sedang berdiskusi di ruang tamu. Sementara di meja makan Laila menemanimu Dahayu mengerjakan tugas mewarnai dari gurunya. "Sepengetahuanku keluarga Zafier sangatlah berpengaruh. Jika benar dia mencarimu kemanapun kamu pergi dia pasti bisa menemukanmu." Renjana terdiam, apa yang dikatakan Sena benar adanya. "Kalau menurut ceritamu dia memiliki kekasih harusnya sekarang dia tidak peduli lagi denganmu. Mau kamu masih harus hidup atau tidak, dia tidak akan memaksamu untuk kembali." "Ada yang belum kamu ketahui." Renjana menatap Sena lali menghela nafas. "Kakeknya, Khalida Zafier sebelum meninggal membuat wasiat, hanya anak cucu keturunan Mamaku yang bisa mewarisi perusahaan keluarga Zafier." "Jadi maksudmu, kamu takut Ammar menginginkan Ayu untuk mendapatkan perusahaan

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Sebuah kejutan yang mengharukan

    "Namanya Zuhayra, nama panggilannya ibu guru Ira. Seorang guru mata pelajaran ipa di SMPN 1 kota ini sejak tiga tahun yang lalu." Arya membacakan informasi yang telah didapatkan anak buahnya.Sementara Ammar duduk di kursinya sambil menatap Arya yang berdiri di sambil meja kerjanya. "Menurut informasi dari sekolah...." Arya menegaskan sumber info yang didapatkannya "Ibu guru Ira berstatus janda mati satu anak." Dahi Ammar pun berkerut. "Zuhayra?" gumamnya, nama itu tak asing karena sama dengan nama belakang istrinya, Renjana Zuhayra. Namun ada dua kata mengusiknya. "Janda mati?" "Khem...." Tenggorokan Arya mendadak terasa kering melihat tatapan tajam mata Ammar ke arahnya. Bosnya itu sangat pemarah dan sulit memaafkan kesalahan. "Menurut informasi sepeti itu Pak," jawab Arya lalu melanjutkan ucapannya. "Beliau Janda mati beranak satu. Beliau tinggal di sebuah komplek perumahan sederhana dekat taman kota. Beliau------" "Tunggu, kamu bilang apa tadi?" potong Ammar yang lan

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Bertemu

    "Perkenalkan saya Ammar AlFatihah, CEO perusahaan Mutiara Land," Degh..... Seketika tubuh Renjana seperti terpaku. Wanita berhijab itu tertegun untuk beberapa saat, begitu melihat sosok yang sedang berjalan menuju kursi utama dalam ruangan itu. Hanya Beberapa detik dan wanita itu langsung tersadar. cepat-cepat Renjana bersembunyi di belakang tubuh Darul. Tak lupa menutupi sebagian wajahnya dengan ujung jilbabnya. "Bu Ira kenapa?" bisik Darul sedikit menunduk. "Ah.... itu... ee... kepala saya tiba-tiba pusing," jawab Renjana tak kalah lirih. "Saya pasti akan memberikan kondensasi yang cukup besar sebagai ganti rugi. Dan itu bisa digunakan untuk membangun sekolah atau membeli alat-alat untuk mendukung kegiatan di sekolah." Kembali terdengar suara Ammar menjelaskan. "Maaf kami tetap menolak." Ani menjawab tegas. "Selain dari proses pembangunannya, apa Anda tidak memikirkan dampak negatif lain. Pembangunan malla di dekat sekolah tentu saja tidak tepat," Ammar menghela

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Ternyata masih hidup.

    Di sebuah rumah sederhana Renjana tinggal bersama Bunda Laila dan putrinya yang ia beri nama Dahayu Arutala. Putri yang dia lahir tiga tahun lalu. Dahayu adalah putrinya dengan Ammar. Renjana menyadari dirinya hamil sebulan setelah meninggalkan kota asalnya. Sempat ingin kembali untuk memberitahu Ammar namun kabar hika dirinya dianggap meninggal mengurungkan niatnya. Ya.... hari itu Renjana memang sengaja membohongi semua orang termasuk orang tuanya dengan berpura-pura mengikuti keinginan sang papa untuk melanjutkan kuliah di luar negeri. Tanpa ada yang tahu Renjana sudah merencanakan memesan tiket tujuan lain di hari yang sama denga keberangkatannya ke luar negeri. Yang tidak pernah Renjana sangka ternyata keputusannya untuk menghilang dari semua orang yang pernah menyakitinya mendapat restu dari Tuhan. Dengan kejadian kecelakaan pesawat itu, kini semua orang menganggapnya telah tiada dan Renjana bisa hidup tenang bersama bunda Laila dan putrinya. "Ayu kan anak pintar,

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Mengingatkan pada seseorang.

    Sesuai rencana hari ini Ammar akan pergi ke luar kota karena salah satu proyeknya mengalami kendala. Pagi-pagi sekali sudah berangkat bandara tanpa berpamitan pada kedua orang tuanya. Pria itu masih merasa kesal atas kedatangan mamanya yang membawa Raline ke rumahnya. Tidak tahukah sang mama betapa bencinya Ammar pada Raline? Sesakit apa hatinya saat melihat mantan kekasihnya itu. Apakah mendapatkan penerus lebih penting dari perasaan putranya sendiri? Sehingga wanita itu menjilat ludahnya sendiri dengan memberi restu pada Raline yang dulu dia tolak mentah-mentah. Kali ini Ammar merasa kecewa dengan sikap sang mama yang menurutnya mengkhianati Ana karena bersikap baik pada Raline. Begitu kecewanya hingga sebelum pergi Ammar bahkan berpesan pada art dan security rumahnya untuk tidak mengizinkan siapapun masuk ke dalam rumahnya termasuk Rosa terlebih lagi Raline apapun alasannya. Pukul sebelas siang Ammar telah sampai di kota kecil yang baru kali ini didatanginya. Sebuah kot

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Asalkan kamu bisa ikhlas, luka itu akan sembuh dan rasa sakitnya akan hilang.

    "Jika memang dia bisa membuatmu bahagia, Mama merestuimu," ucap Rosa. Helaan nafas berat terdengar dari mulut Ammar. Pria itu membuang muka. "Mama sudah berdiskusi dengan Oma dan Papamu, kami merestui kalian jika memang dia yang bisa membuatmu bahagia." Ammar mengarahkan pandangan ke sang mama. "Dalam kehidupan ini aku hanya akan memiliki satu istri, dan itu Renjana Zuhayra." Rosa berdecak kesal. "Dulu kamu bahkan menyalahkan Mama karena memaksamu menikahinya, dan sekarang saat dia sudah tiada kamu bersikap seolah sangat mencintainya sampai tidak bisa menerima wanita lain." "Itulah kenyataan, Ma. Hatiku sudah mati bersamanya," "Astaghfirullah..... Lalu, Mama harus bagaimana jika dua putra Mama menolak menikah karena patah hati?" Rosa merasa frustasi, kedua putranya menutup hati setelah kematian Renjana. Ammar tak menyahut, pria itu menunduk menatap benda mengkilat yang melingkar di jari manisnya. Bukti ikatannya dengan sang istri yang sangat terlambat dikenakannya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status