MasukHappy Reading 🎈
•••• "APA?! Menikah dengan Bos Papa?! Tidak mau! Papa, ini lelucon, kan?! Aku masih kuliah Pa! Aku bahkan sudah punya pacar! Papa tidak bisa melakukan ini padaku!" Virly menolak mentah-mentah. Reaksi Virly sama sekali tidak menggoyahkan Arsen. Ia bangkit dari sofa, menjulang tinggi di atas keluarga yang sedang hancur itu. "Aku tidak peduli kau punya pacar atau masih kuliah. Kau punya waktu satu hari untuk memutuskan, Nona Virly." Arsen berkata dengan suara dingin, tegas, dan menindas. Ia melangkah maju, memaksa Virly mendongak untuk menatapnya. "Menikah denganku, dan hutang ayahmu lunas. Atau, ayahmu masuk penjara besok, dan semua asetmu akan kuserahkan ke bank. Aku hanya butuh ibu untuk kedua anakku. Aku tidak butuh drama cintamu." "Kau tidak boleh seenaknya! Kau tidak bisa membeli hidup orang lain seperti ini! Ini tidak adil!" Teriak Virly marah. "Keadilan? Keadilan adalah hutang yang harus dibayar. Sekarang pilihan pembayaran ada di tanganmu. Pikirkan baik-baik. Waktu terus berjalan, Nona." Arsen menatap Virly tanpa ekspresi. "Aku tidak mau menikah dengan mu. Lagian kau sudah tua." Virly berucap sarkas karena kesal. "Jaga ucapan mu. Umurku masih 30 tahun, matamu saja yang rabun." balas Arsen tak terima dikatai tua. "Pokoknya aku tidak mau. Cari saja perempuan di luaran sana yang jauh lebih cantik dan yang mau dengan mu." Virly tetap menolak dengan keras. "Yang mempunyai hutang kepadaku hanya keluarga mu. Jadi, jangan mengatur ku jika tidak bisa membayar utang papa mu." Arsen menatap Virly dengan sorot mata yang tajam. "Virly, sudah nak. Jangan berdebat dengan tuan Arsen." Bu Anisa mencoba menenangkan Virly. "Tapi aku tidak mau mama! Aku tidak mau menikah dengan orang yang tidak ku kenal." Virly menatap Mama nya memelas. "Mama minta maaf nak, harusnya Mama tidak sakit, agar tidak menyusahkan keluarga kita." "Mama jangan ngomong gitu!" Virly memeluk mama nya sedih. Karena malas dengan drama yang di depannya, Arsen menoleh sekilas ke arah Pak Bagas dan Bu Anisa, memberikan tatapan final. "Besok saya akan ke sini lagi." "Jangan pernah datang kesini lagi. Aku tidak menerima tamu sombong seperti mu." Virly langsung menjawab ucapan Arsen, ia tidak tidak mau lagi melihat muka Arsen yang pongah menurutnya. "Berani sekali kau. Kalau tidak mau aku datang ke sini lagi, bayar semua hutang papa mu sekarang juga." jawab Arsen menantang. "Aku akan membayar semuanya, tapi beri aku waktu." Virly mencoba bernegosiasi. Arsen menatap Virly datar, merasa tertantang dengan keberanian gadis di depannya. "Baiklah! Aku beri waktu untuk mu melunasi nya. Jika kau mampu maka pernikahan nya akan dibatalkan" "Benarkah? Aku akan berusaha semaksimal mungkin. Aku janji Tuan Arsen yang terhormat." Virly seketika tersenyum, karena merasa mendapatkan kesempatan untuk menghindari pernikahan yang Arsen katakan tadi. "Besok saya kesini, dan uang harus ada semuanya tanpa kurang sedikitpun. Jangan hanya membual kalau tidak mampu." Arsen menatap Virly meremehkan. Dengan kata-kata itu, Arsen melangkah pergi. Ia keluar rumah, meninggalkan keheningan mencekik. Raungan mesin mobilnya yang mewah terdengar, kontras dengan isakan Bu Anisa yang kini memeluk Virly erat-erat. Virly berdiri di tengah ruang tamu, tubuhnya kaku. Ia adalah seorang gadis yang baru saja dicabut dari kehidupannya, dipaksa memilih antara kebebasannya atau kehancuran keluarganya. Virly mendorong ibunya pelan, menatap ayahnya. "Pa... tolong katakan ini tidak benar. Papa tidak akan mengorbankan aku, kan? Aku tidak mau menikahi pria itu! Dia dingin dan kejam! Aku tidak mau jadi 'ibu' untuk anak-anaknya!" Mohon Virly. Rasanya dunia hancur seketika ketika mendapatkan kejadian yang baru saja terjadi, rasanya seperti mimpi. Pak Bagas menutup wajah dengan kedua tangan, merasa gagal sebagai kepala keluarga. "Maafkan Papa, Nak... Maafkan Papa. Ini satu-satunya jalan. Kalau tidak, Papa dipenjara, dan Mama... Mama tidak akan kuat kalau Papa tidak ada..." "Tapi aku sudah punya pacar Ma! Pa! Bagaimana dengan pacarku?" Virly menghapus Air matanya merasa pusing dengan semuanya. Dalam hitungan menit, semuanya langsung berubah. Ia yang baru saja merasakan salah tingkah karena pacaran dengan orang yang ia taksir, tapi seketika keadaan menjungkir balikkan semuanya tanpa meminta persetujuan darinya. Virly menoleh ke ibunya. Air mata mengalir di pipi ibunya yang sakit. Dalam tatapan Bu Anisa, Virly melihat cinta dan ketakutan yang mendalam. Ia menyadari, ayahnya tidak punya pilihan. Pilihan itu sepenuhnya ada padanya, dan pilihan itu akan menghancurkan salah satu dari dua hal, dirinya atau keluarganya. "Maafin papa nak. Papa tidak becus jadi orang tua." Pak bagas menunduk lemah. "Sial! Kenapa hidupku harus berakhir seperti ini?!" Virly berteriak frustrasi, menggenggam rambutnya. Gadis itu berlari kembali ke kamarnya, meninggalkan kedua orang tuanya yang hanya bisa menangis dan memohon maaf dalam keheningan rumah sederhana itu. "Ini tidak mungkin." Virly menggelengkan kepalanya tak percaya. "Reno! Aku harus bagaimana." Ia kembali menangis mengingat hubungan mereka yang baru menetas. •••••••√ Setelah urusan transaksionalnya dengan keluarga Pak Bagas, Arsen kembali ke rumah. Begitu pintu tertutup, keheningan mencekiknya. Arsen tidak ingin berlarut dalam jurang kepedihan dan amarah akibat konfrontasinya dengan Vina. Ia mendongak, merasakan tanggung jawab yang lebih besar memanggilnya, yaitu anak-anaknya. Ia segera melangkah cepat menuju tangga, naik ke lantai atas. Bahkan sebelum mencapai pintu kamar, ia masih bisa mendengar suara isakan kecil yang belum juga berhenti. Hatinya mencelos. Rasa bersalah karena membiarkan anak-anaknya menderita karena pertengkarannya dengan Vina semakin membebani pundaknya. Ia membuka pintu kamar tidur anak-anak dengan sangat perlahan. Di dalam, suasana lebih hangat dan tenang dibandingkan dinginnya ruang tamu. Kayla, sudah tertidur pulas di ranjangnya, wajahnya masih menyisakan jejak air mata, terlihat lelah setelah menangis terlalu lama. Di ranjang sebelah, Kayvan yang sedang ditimang pelan oleh Bi Lastri. Balita itu tampak lesu, matanya merah, dan ia bersandar lemah di bahu wanita paruh baya itu. Ya, Kayvan sedang demam. Dan jika ada yang bertanya apakah Vina peduli? Tentu saja tidak. Melihat kedatangan papanya, Kayvan yang sedari tadi merengek pelan tiba-tiba mengeluarkan isakan yang lebih keras. Ia mengangkat tangan kecilnya ke arah Arsen, matanya memohon. "P-Papa... Pa-pa..." Kayvan merengek, suaranya terdengar serak. Rasa benci dan amarah Arsen menguap seketika, digantikan oleh gelombang kasih sayang dan rasa kasihan. Ia segera melangkah, meraih Kayvan dari gendongan Bi Lastri. Arsen mengambil Kayvan dan menimang anak bungsunya itu. Ia menyadari betapa kaku dirinya. Ia memang jarang berinteraksi dengan anak-anaknya secara intim, selalu merasa canggung. Malam ini, ia harus meruntuhkan dinding kecanggungan itu. Arsen menimang perlahan, suaranya berusaha selembut mungkin. "Shhh... Papa di sini, Nak. Sudah, jangan menangis lagi. Ada Papa." Arsen menyentuh kening Kayvan dengan punggung tangannya. Hangat. Kayvan demam cukup tinggi. Arsen mngusap dahi Kayvan lembut. "Di mana yang sakit? Jagoan papa! Bilang sama Papa." Kayvan memegang tangan kecilnya ke dahi Arsen, lalu menunjuk dahi nya sendiri, menunjukkan tempat yang sakit. "Di sini... berat, Papa. Kayvan capek..." Kayvan mendekap leher Arsen dengan isakan kecil. •••√√√√ Jangan lupa vote dan komentar yaaHai💙💙Ayok bantu votee dan komenn yang buaanyakkk🥳🥳 Bantuin Promosiinn juga boleh yaa😋😋Selamat membaca bagi yaa gaysss. Votee dan komen yang banyak ya! Spam dengan emot ini dulu biar semangat 💙💙 💙 💙 💙 💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙••••••Setelah kepergian Arsen, kamar anak-anak mendadak terasa sunyi. Virly hanya diam saja, tubuhnya terasa mati rasa. Ia menatap hampa ke depan, memproses semua yang terjadi begitu cepat. Ia masih mengenakan gaun pernikahan yang kini terasa seperti rantai.Rasa tidak adil menyelimuti dirinya."Apakah orang kaya selalu seenaknya terhadap orang di bawahnya?" batinnya menjerit. Di usianya yang baru 17 tahun, saat ia masih harusnya memikirkan ujian akhir SMA dan kencan dengan pacarnya, kini ia dipaksa menjadi ibu bagi dua anak yang tidak ia harapkan.Di hadapan Kayla dan Kay, Virly menjatuhkan dirinya, duduk lemah di lantai berkarpet. Ia mengingat kembali wajah kejam Arsen saat mengancam ayahnya.Rasa benci itu perlahan menguasa
Happy Reading 🎈 ••••••Di sudut kota yang jauh dari rumah Arsen yang penuh ketegangan, Vina memasuki sebuah kafe private yang mewah dan tersembunyi. Tempat itu terasa kontras dengan suasana rumahnya pagi tadi—di sini, segalanya ringan dan bebas.Candra, pacar Vina, atau lebih tepatnya selingkuhannya, segera berdiri begitu melihat Vina. Pria muda bertubuh atletis itu tersenyum lebar, senyum yang memancarkan kegairahan dan kenikmatan hidup. Ia merentangkan tangannya lebar-lebar."Akhirnya, ratuku datang juga!"Vina segera masuk ke dalam pelukan Candra, menghirup aroma parfum maskulin yang berbeda dari aroma kemeja Arsen yang kaku."Aku merindukanmu, Sayang." Vina mendekap erat.Setelah melepaskan pelukan, Candra memegang wajah Vina, menatap matanya dengan penuh puja."Kenapa lama sekali, Darling? Aku bahkan sudah menunggu dari tadi. Aku hampir bosan melihat layar ponselku." Keluh Candra.Vina mendengus, ekspresinya kembali berubah malas begitu mengingat drama di rumahnya.Vina me
Happy Reading 🎈 ••••••"Bagaimana para saksi, sah?""Sah!"Virly tidak dapat menahan tangisnya. Ia kini resmi menjadi istri dari pria yang ia benci dan takuti, seorang pria yang membelinya untuk melunasi hutang ayahnya.Begitu akad selesai, Arsen langsung menyela, memotong waktu untuk doa dan salam."Virly, sekarang kamu harus ikut ke rumahku. Sekarang juga."Virly menatap Arsen tajam, melampiaskan sisa perlawanannya. "Tidak mau! Aku tidak mau ikut! Kau tidak bisa memaksaku!""Jangan membantah! Segera pamit kepada keluargamu! Kita akan pergi sekarang."Virly tetap keras kepala, ia tetap menggeleng. Arsen yang mulai kehilangan kesaaran, meninggikan suaranya, memperingatkan. "Aku bukan orang yang sabar, Virly. ""Satu...""Dua...""Ti__"Tepat sebelum kata 'tiga' keluar, Mama Arsen, Diana, yang sedari tadi diam dan mengamati drama itu dengan wajah prihatin, menegur putranya.Diana menarik lengan Arsen dengan lembut. "Arsen! Jangan seperti itu. Dia baru saja menikah."Di
Happy Reading 🎈 ••••••"Di sini... berat, Papa. Kayvan capek..." Kayvan mendekap leher Arsen dengan isakan kecil.Arsen menatap Bi Lastri, yang terlihat lelah tapi penuh perhatian."Bi Lastri, terima kasih banyak. Biar malam ini saya yang jaga Kayla dan Kayvan. Bibi istirahat saja.Bi Lastri adalah asisten rumah tangga yang bertanggung jawab untuk dapur dan kebersihan, tetapi ia harus merangkap menjadi pengasuh sejak Arsen memecat dua baby sitter sebelumnya karena mereka sering memukul Kayvan dan Kayla saat menangis."Tidak apa-apa, Pak Arsen. Biar saya saja yang jaga. Bapak pasti lelah setelah bekerja. Bapak istirahat saja." Bi Lastri tersenyum lembut."Tidak, Bi. Saya yang harus di sini. Saya ingin memeluk anak-anak saya malam ini. Bibi istirahat ya. Besok masih harus beres-beres. Terima kasih banyak, Bi." Ucap Arsen tegas, namu terdengar lembut.Tak ingin membantah majikannya, wanita paruh baya itu mengangguk, memberikan senyum penuh dukungan, dan segera keluar dari kamar
Happy Reading 🎈••••"APA?! Menikah dengan Bos Papa?! Tidak mau! Papa, ini lelucon, kan?! Aku masih kuliah Pa! Aku bahkan sudah punya pacar! Papa tidak bisa melakukan ini padaku!" Virly menolak mentah-mentah.Reaksi Virly sama sekali tidak menggoyahkan Arsen. Ia bangkit dari sofa, menjulang tinggi di atas keluarga yang sedang hancur itu."Aku tidak peduli kau punya pacar atau masih kuliah. Kau punya waktu satu hari untuk memutuskan, Nona Virly." Arsen berkata dengan suara dingin, tegas, dan menindas.Ia melangkah maju, memaksa Virly mendongak untuk menatapnya."Menikah denganku, dan hutang ayahmu lunas. Atau, ayahmu masuk penjara besok, dan semua asetmu akan kuserahkan ke bank. Aku hanya butuh ibu untuk kedua anakku. Aku tidak butuh drama cintamu.""Kau tidak boleh seenaknya! Kau tidak bisa membeli hidup orang lain seperti ini! Ini tidak adil!" Teriak Virly marah."Keadilan? Keadilan adalah hutang yang harus dibayar. Sekarang pilihan pembayaran ada di tanganmu. Pikirkan baik-b
Happy Reading 🎈 ••••"Lagi ngapain?" tanya Virly ketika melihat Reno di seberang yang grasak-grusuk."Apa sayang? Gak kedengeran, tunggu bentar mau pindah posisi dulu." Terdengar jawaban dari seberang telepon."Lagi ngapain sih? Kayak cewek aja, kameranya gak bisa diem." Virly menatap kesal layar handphone nya."Apa sayang? Cewek? Cewek siapa? Di sini gak ada cewek." Suara Reno kembali terdengar, tapi tidak dengan mukanya."Reno anak setan. Kalau nggak jelas aku matiin aja ya?" Virly ngedumel kesal mendengar ucapan Reno."Ehhh, jangan dulu dong! Ini udah selesai." Reno tersenyum menampilkan mukanya di layar HP."Lagi di mana? Kok banyak suara?". tanya Virly penasaran."Lagi di luar sama teman, sayang!" jawab Reno."Ihh, geli banget dan di panggil sayang. Panggil nama aja bisa nggak?" Virly geli sendiri mendengar ucapan Reno yang memanggilnya sayang sedari tadi."Biar terbiasa sayang, lagian kita kan pacaran." jawab Reno santai."Baru juga sehari." Virly memutar matany







